NovelToon NovelToon
Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Aku Bisa Bahagia Tanpa Kamu, Mas

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Keluarga / Romansa / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:575.8k
Nilai: 4.3
Nama Author: Sadewi Ravita

Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.

Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Membayar Kontrakan

"Ayah... ini kunci motornya ketinggalan," panggil Rania.

"Oh iya, terima kasih ya Nia,"

"Sama-sama Yah,"

Rania berbalik menuju ke kamar suaminya kembali. Dia tidak menyangka jika suaminya sampai punya ide untuk mengancam bunuh diri kepada ibunya, geli rasanya membayangkan seorang pria selemah itu. Iya tahu memang Alif bukanlah sosok yang tegas menjadi seorang pria, tapi tidak pernah terpikir olehnya jika dia juga bisa bersikap drama seperti di sinetron. Tapi biarlah ia akan menikmatinya, lumayan juga ada tontonan gratis. Setidaknya dia menjadi lebih tenang karena tidak akan ribut dengan ibu mertuanya.

"Nia, aku ingin makan," pinta Alif.

"Baiklah, mau makan sendiri atau aku suapin?" tanyanya.

"Memang kamu masak apa?"

"Kesukaan mu, tumis kangkung, telur dadar sama ikan panggangan,"

"Wah kamu masih ingat masakan favorit ku, aku mau itu saja. Bosan masakan ibu,"

"Memang ibu masak apa?"

"Kare ayam sama sarden ikan tenggiri,"

"Bukannya itu juga masakan favorit mu, Mas?"

"Iya, tapi aku ingin makan masakan istri ku,"

"Baiklah, akan aku siapkan,"

"Ehm... boleh aku minta di suapin, tangan ku masih sakit sekali,"

Rania segera menyiapkan makanan untuk suaminya, ia tahu jika Alif hanya beralasan saja agar menarik perhatiannya. Ia tahu suaminya ingin mendekati dan merayunya lagi, biarlah ia tidak akan membicarakan masalah perceraian sampai Alif sembuh. Bagaimanapun dirinya manusia yang masih memiliki hati dan perasaan, tidak mungkin menutup mata saat ayah dari anak-anaknya terkena musibah.

"Seperti biasa, masakan mu selalu enak," puji Alif.

"Terima kasih, kalau begitu makanlah yang banyak agar cepat sembuh,"

Sejenak mata mereka beradu pandang, namun tidak ada getaran lagi di hati Rania. Sepertinya rasa cinta itu telah benar-benar sirna entah kemana. Yang ada hanya rasa iba sebagai sesama manusia.

☆☆☆

Beberapa hari kemudian.

Hari ini Alif sudah boleh pulang, Rania dan kedua anaknya membantunya berkemas. Ayah dan ibu mertuanya juga datang, namun adik iparnya tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Ia sama sekali tidak menjenguk saat saudara kandungnya terkapar di rumah sakit.

"Aku tinggal mengurus administrasi dulu ya,"

Rania melangkah keluar, namun ayah mertuanya mencegahnya.

"Tidak perlu Nia, biar semua ayah yang bayar,"

"Tapi, Yah..."

"Sudah tidak apa-apa, kamu simpan saja uang mu. Alif juga masih tanggung jawab kita,"

Tentu saja Rania senang tidak jadi mengeluarkan banyak uang, ia bisa menyimpannya untuk membeli surat cerai nanti. Tadinya ia berharap suaminya akan membayarnya sendiri, namun tampaknya pria itu sedang tidak punya uang atau pura-pura2 tidak punya uang.

"Rania, apa tidak sebaiknya kalian tinggal di rumah kami dulu. Kasihan Alif belum sembuh betul," ucap ibu mertuanya.

"Kalau mas Alif mau di sana tidak apa-apa, tapi aku dan anak-anak harus pulang. Kasihan Alisa sudah 2 hari tidak sekolah dan mengaji," tolak Rania.

"Tidak Bu, aku mau pulang ke rumah ku saja," ucap Alif.

Ibunya terlihat cemberut, sepertinya dia tidak senang dengan keputusan putranya itu. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya.

"Memangnya kamu sudah kuat mengendarai motor, Lif?" tanya ayahnya.

"Aku harus mencoba Yah, aku juga harus cepat masuk kerja. Ayah tahu kan aku hanya karyawan harian, jadi aku harus berusaha untuk pulih,"

"Ya baiklah, hati-hati di jalan,"

Rania pulang lebih dulu bersama kedua anaknya, sedangkan suaminya pulang ke rumah orang tuanya dulu untuk mengambil motornya yang sudah di perbaiki oleh orang tuanya.

Rania dan Alif sampai hampir bersamaan, karena Rania mengendarai motornya tidak terlalu kencang. Ternyata di depan rumah mereka sudah ada ibu Susi yang punya kontrakan, sepertinya ia akan meminta uang kontrakan untuk selanjutnya.

"Eh Bu Susi, mari masuk Bu," ucap Rania.

Wanita itu menuruti kata-kata Rania, ia segera duduk di ruang tamu.

"Maaf ya, aku tahu Alif baru saja terkena musibah tapi aku juga butuh uang. Bagaimana dengan uang kontrakan, jika kalian tidak sanggup bayar, aku terpaksa mengontrakkannya kepada orang lain," ucap Bu Susi.

"Tenang Bu, insyaallah 2 hari lagi saya berikan uangnya," balas Alif.

Rania melirik suaminya sekilas, batinnya ragu jika Alif bisa membayar uang kontrakan. Namun Rania diam karena tidak ingin membuat malu suaminya.

"Bagus kalau begitu, aku tunggu 2 hari lagi ya. Tapi jika kalian tidak menepati janji, mohon maaf kalian harus segera mengosongkan rumah ini,"

"Iya Bu, insyaallah kami tepati,"

Setelah bu Susi pergi, Rania segera mendekati Alif.

"Kamu sudah tidak perlu membayar uang kontrakan Mas, toh kamu tidak akan tinggal di sini lagi. Lebih baik uang itu kamu gunakan untuk mengurus perceraian kita,"

Alif menatap Rania dengan sedih, ternyata istrinya masih menginginkan perceraian dengannya. Ia sudah berusaha memperbaiki semuanya, bahkan sikap ibunya kini juga sudah lembut kepada istrinya, tapi mengapa dia masih teguh dengan keputusannya itu.

"Nia, kenapa kamu masih kukuh ingin bercerai? Aku sudah berusaha menjadi suami dan ayah yang baik, bahkan sikap ibu ku juga lembut pada mu, apakah pintu hati mu sudah benar-benar tertutup untuk ku?"

Alif menggenggam tangan Rania dan menatap lembut kedua manik wanita yang telah mendampinginya selama 11 tahun terakhir. Ia sangat berharap bisa merubah keputusannya, ia benar-benar tidak rela jika harus kehilangan dirinya. Selama ini dia telah terbiasa hidup dengannya, susah senang mereka hadapi bersama. Ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa kehadiran Rania.

"Maaf Mas, semua sudah terlambat. Seharusnya kamu lakukan itu dari dulu, sekarang hati ku terlanjur sakit. Ibu mu juga tidak tulus berubah, ia hanya takut dengan ancaman mu untuk bunuh diri. Aku tidak bisa terus hidup bersama mu. Dulu kita bersatu baik-baik jadi aku harap bisa berpisah secara baik juga,"

Rania melepaskan genggaman Alif perlahan, ia tidak bisa membohongi perasaannya lagi. Dulu dia memang begitu mencintai Alif, semua rela ia lakukan untuk tetap bersamanya, ia selalu sabar menghadapi semua cobaan dengan harapan suaminya bisa berubah menjadi lebih baik dan bertanggung jawab. Namun bertahun-tahun ia menunggu dalam keputus asaan, sekarang ia telah menyerah. Ia tidak bisa berjuang lebih lama lagi.

"Begitu tega diri mu pada ku, Nia,"

"Sudahlah Mas, aku tidak ingin bertengkar lagi. Aku ada urusan sebentar, tolong jaga anak-anak,"

Rania segera berlalu, meninggalkan Alif dalam keputus asaan. Pria itu terus memperhatikan istrinya sampai menghilang di balik pintu, ia merasa benar-benar rapuh. Perasaannya terombang ambing oleh harapan semu yang istrinya berikan.

Sementara Rania sudah tidak ingin bersedih lagi, cukup baginya selama bertahun-tahun korban perasaan dan tenaga dalam pernikahannya. Sekarang ia harus kuat untuk menatap masa depan.

"Assalamualaikum," ucap Rania saat tiba di tujuan.

"Waalaikum salam, loh Rania kok kesini? Apa kalian ingin membatalkan untuk lanjut kontrak?" tanya bu Susi.

"Saya kesini mau membayar uang kontrakan Bu, tolong di terima. Tapi ibu jangan bilang siapa-siapa ya, jika nanti Mas Alif juga bayar, ibu ambil saja dan berikan kepada saya,"

1
Deli Waryenti
sidang perceraian adalah kasus perdata Thor, jadi gak ada jaksa. mohon survey dulu sebelum menulis
Deli Waryenti
surat dari Pengadilan agama
Deli Waryenti
tuh kan, makanya Rania kamu jangan lemah
Deli Waryenti
Rania oon...jangan lupa juga tanyain sama Alif masalah uang kontrakan rumah
Deli Waryenti
Rania plin plan
Deli Waryenti
alif lebay
Deli Waryenti
by the way Thor
Deli Waryenti
ternyata oh ternyata
Deli Waryenti
astaga...alif norak
Deli Waryenti
sukurin lu alif
Deli Waryenti
bapaknya alif anggota isti ya
Deli Waryenti
harusnya alif paham siapa ibunya
Deli Waryenti
ceritanya bagus dan bahasanya rapi, tapi kok sepi ya
Deli Waryenti
Luar biasa
Deli Waryenti
kok ada mertua begini
Deli Waryenti
buang saja mertuamu ke laut, Rania
Deli Waryenti
😭😭😭
Deli Waryenti
setujuuuu
Deli Waryenti
kerja apa sih si alif
Deli Waryenti
gak punya uang tapi masih merokok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!