Sepuluh tahun pernikahan, Chiko merasa sudah tidak ada lagi cinta dengan Humaira.
Chiko mengungkapkan keinginannya untuk bercerai, agar bisa menjalin hubungan yang baru dengan Dinda. Sekertaris baru yang sudah menjadi kekasih Chiko selama beberapa bulan terakhir.
Satu bulan memenuhi keinginan terakhir Humairah sebelum bercerai, membuat Chiko merasa bahwa cintanya kepada sang istri masih sama besarnya seperti dulu.
Akankah Chiko memutuskan kekasihnya? atau tetap pada pendiriannya untuk bercerai dengan sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idaa_nafishaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Egois
Dinda, sejak kapan kamu ada di sini?" tanya Chiko.
"Dalam sebuah hubungan, pria sejati tidak akan membuat pasangannya cemburu kepada orang lain, pria sejati akan membuat orang lain cemburu kepada pasangannya."
"Apa maksud perkataan kamu?"
"Chiko, Aku tahu kamu sedang dalam masa menjalani permintaan terakhir dari istri kamu. Tapi tidak seharusnya kamu berkata-kata mesra saat aku berada di dekat kamu."
"Dinda, Kamu ini kenapa sih bukankan wajar, ketika aku berbicara dengan Istriku yang sedang jauh di sana, Aku menggunakan kata-kata lembut yang romantis. Tidak mungkin kan aku akan melakukan panggilan bersama dengan istri dan juga kedua anakku dengan adanya kasar seolah-olah Aku sedang marah kepada mereka."
Dinda terdiam.
"Aku tahu cemburu adalah salah satu bentuk cinta. Tapi cemburu terus menerus bukanlah cinta. Karena cinta butuh rasa percaya. Cinta itu kebebasan, bukan untuk saling mengekang. Cinta itu kepercayaan, bukan cemburu tanpa alasan."
"Maafkan aku, hanya karena seseorang cemburu, bukan berarti dia tak mempercayaimu. Dia hanya takut kehilangan dirimu."
"Rasa cemburu kamu sangat tidak mendasar, Dinda."
Dinda yang merasa berguna dan bicara jika sudah berubah dalam mode kekesalan, segera berjalan dan memeluk Chiko.
"Maafkan aku, beberapa hari tidak menghabiskan waktu bersama kamu membuat aku selalu berpikiran sesuatu yang tidak seharusnya aku pikirkan."
"Kecemburuan adalah perasaan cinta dan benci pada saat yang bersamaan. Seharusnya kamu tahu, bahwa kecemburuan akan selalu ada dalam ikatan. Karena itu,jangan buat aku cemburu, buatlah orang lain cemburu saat melihatku."
Chiko terdiam, katanya masih tetap dalam posisi yang sama dan tidak membalas pelukan dari Dinda.
"Chiko. Ayo peluk aku jika kamu memaafkan aku, aku berjanji tidak akan mengulanginya kesalahannya seperti tadi."
Dinda akhirnya menarik tangan Chiko untuk memeluknya, walaupun sebenarnya Chiko tidak mau melakukan itu.
Dinda semakin mempererat pelukannya seolah-olah dia ingin menunjukkan bahwa dia sudah sangat merindukan kekasihnya.
"Dinda, ini kenapa?" Chiko yang saat itu hendak menyandarkan kepalanya di leher tidak sengaja melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
Chiko menyibak rambut Dinda dan terlihatlah sebuah tanda merah di belakang leher Dinda dan jumlahnya juga ada beberapa.
"Ada apa?" tanya Dinda.
"Kenapa ada beberapa tanda bekas kecupan di sini?"
Deg !!
"Ini...."
Dinda terlihat kelagapan untuk mencari alasan yang tepat.
"Aku..."
"Kamu sakit?" tanya Chiko.
"Ya, sakit. Aku sakit.." Dinda akhirnya hanya bisa tersenyum sambil terus memegangi lehernya yang terdapat tanda merah.
"Tapi kenapa lukanya tidak seperti luka karena sakit?" tanya Chiko.
"Aku alergi makanan dan kata dokter ini terjadi di beberapa bagian kulit saja."
"Apa iya seperti itu?"
"Chiko, Bagaimana jika aku mengantarkan kamu membelikan hadiah untuk istri kamu." Dinda berusaha mengalihkan pembicaraan Chiko agar tidak membahas hal itu lagi.
"Kenapa?"
"Ya, Bukankah waktu kamu bersama dengan istri dan juga kedua anakmu hanya tinggal dua minggu lagi. Bukankah harusnya kamu lebih sering memberikan mereka hadiah agar kebahagiaan mereka terus bertambah di setiap harinya."
"Hmm, kamu benar. aku juga merasakan kebahagiaan yang begitu besar ketika melihat senyuman dari mereka." Chiko tiba-tiba tersenyum saat dia mengingat moment di mana Humaira dan kedua anaknya mengucapkan terima kasih dan memeluknya atas ungkapan bahagia karena dia memberikan hadiah.
Chiko, kenapa aku merasa bahwa kamu mulai kembali mencintai istri kamu. Tidak, aku harus melakukan sesuatu agar kamu tetap menikahi aku dan rencana pernikahan kita tetap berjalan sesuai dengan rencana awal.
Untuk saat ini sebaiknya aku mengalihkan perhatian Chiko, sebelum dia kembali membahas tentang tanda yang ada di tubuhku ini.
Sial !!
Kenapa harus ada tanda seperti ini saat aku ingin melepaskan hasrat yang begitu menggebu-gebu kepada Chiko.
"Menurutmu, hadiah apa yang seharusnya aku berikan kepada istriku dan juga kedua anakku?"
Tunggu, apa? Chiko baru saja menyebut Humaira dengan kata istriku? apa jangan-jangan ciku benar-benar sudah termakan rayuan dari wanita itu? tidak, tidak. Aku tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Aku harus memastikan bahwa dalam hati Chiko masih ada diriku.
Dinda kemudian tersenyum dan mengajak siku untuk pergi ke mall dan membelikan hadiah berupa perhiasan untuk Humaira.
"Cantik, Aku tahu aku bisa mengandalkanmu untuk membeli barang-barang istimewa seperti ini," ucap Chiko sambil tersenyum kepada Dinda.
"Chiko, apa kamu hanya akan membelikan perhiasan itu satu dan diberikan kepada istri kamu? tidakkah kamu ingin membelikannya yang sama untukku?" tanya Dinda.
"Dinda, Bukankah kamu sudah banyak memiliki koleksi perhiasan dan juga barang-barang mewah. Tidak ada salahnya kan jika hari ini kamu berhenti membeli barang-barang mewah dan membiarkan aku membelanjakan semua yang biasa kamu beli untuk istriku?"
Dinda terlihat menghela nafas panjang sebelum akhirnya dia menahan diri untuk tidak marah dan protes.
"Baiklah."
Chiko tersenyum kemudian mengajak Dinda untuk berkeliling mencari hadiah istimewa bagi Almira dan Aisyah.
"Chiko, kenapa aku merasa bahwa kamu terlalu bersemangat untuk memberikan hadiah?"
"Loh? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan kepadaku jika aku harus sering-sering memberikan hadiah dan menciptakan kebahagiaan untuk istri dan juga anakku?" tanya Chiko.
"Iya, hanya saja aku merasa bahwa kamu terlalu berlebihan."
"Tidak, semua ini pantas mereka dapatkan."
"Bagaimana dengan ku?"
"Dinda, jangan egois."
"Baiklah."
...----------------...
Humaira yang baru saja mengantar kepergian Aisyah dan Almira dengan nenek dan kakeknya, tidak terkejut saat melihat mobil Dinda memasuki halaman rumahnya dan terparkir sempurna tepat di depan rumah nya.
"Jika kemarin wanita itu datang ke sini dengan nada yang sombong, apalagi yang akan dia lakukan di kedatangannya yang sekarang?" lirih Humaira.
"Hei sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa kamu membuat perubahan terhadap Chiko?"
"Sebagai seorang muslim yang baik seharusnya kata pertama yang diucapkan ketika berkunjung ke rumah seseorang adalah mengucapkan salam."
"Assalamualaikum," ketus Dinda.
"Walaikumsalam, mari masuk dulu."
"Humaira, sudah cukup basa-basinya, aku datang ke sini bukan untuk berbasa-basi dengan kamu."
"Kalau begitu cepat katakan apa yang membuat kamu datang kemari?"
"Aku ingin tahu apa yang sudah kamu lakukan kepada Ciko sehingga dia berubah dan lebih memperioritaskan kamu dan juga anak-anak kamu?"
"Kenapa? Bukankah sudah seharusnya seorang suami memprioritaskan istri dan juga anak-anaknya?"
"Apa sekarang kamu takut jika impian kamu menjadi Nyonya Chiko tidak akan pernah terwujud?"
Deg !!
Lagi-lagi, Dinda kalah jika harus berhadapan dengan Humaira dalam kondisi dirinya yang menahan amarah dan emosi.
"Dengar, Aku hanya ingin memperingatkan kepada kamu bahwa Jangan pernah coba-coba untuk meracuni pikiran Chiko, karena sampai kapanpun, Chiko adalah milikku."
"Berhentilah menjadi orang egois dan cobalah untuk melihat kenyataan yang ada."
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
jadi gak nyambung bacanya
saya baca maraton 👍👍👍❤️❤️