XL (Extra Love)

Kenan dan Hanin sedang menonton berita dari benda elektronik berbentuk persegi sebesar 46 inch.

“Sayang, mau lagi dong apelnya,” ucap Kenan pada sang istri yang tengah mengupas buah itu dan memotongnya menjadi kecil-kecil.

“Nih, By.” Hanin memberikan potongan buah itu pada Kenan.

“Aaa ... suapin.”

Hanin tertawa. “Dasar manja. Bentar lagi mau punya mantu loh. Jangan seperti ini! malu.”

Kenan pun ikut tertawa dan mengangguk. “iya.”

“Tenang, setelah Kevin menikah, Mama Papa ga akan ada yang ganggu.” Tiba-tiba terdengar suara Kevin yang baru saja menuruni tangga.

Sontak arah mata Hanin dan Kenan tertuju pada putranya.

“Loh, memang kalian tidak tinggal di sini?” tanya Hanin.

Kevin berjalan menuju dispenser dan menunggu gelasnya terisi penuh. “Ngga lah. Kevin juga ingin privasi dong.”

“Setuju, Kev. Pengantin baru memang tidak boleh ada yang ganggu. Papa saja dulu sampai tidak memiliki IRT karena selalu ingin berdua sama Mama mu.”

Hanin memukul lengan suaminya sembari tertawa. “By.”

“Iya, bener kan? Bi Lastri sengaja aku suruh ke apartemen seminggu sekali supaya tidak ada yang ganggu kita.”

“Oh, gitu?” tanya Hanin yang baru tahu hal ini. padahal dulu, Kenan hanya berdalih kasihan pada Lastri yang mondar mandir sedangkan Hanin di apartemen merasa kebosanan sendirian.

Kevin tersenyum dan berjalan ke arah orang tuanya sambil membawa gelas yang terisi air mineral. Lalu, ia ikut duduk di samping ibunya.

“Kev, bagaimana? Apa semua administrasi untuk pernikahanmu sudah selesai?” tanya Kenan.

Kevin mengangguk. “Sudah, Pa.”

“Oh ya, Oma dan Keanu bagaimana? Apa mereka bisa hadir?” tanya Kevin.

“Nah itu dia, Kev. Oma di sana sedang kurang sehat. Sepertinya setelah acaramu selesai, Mama dan Papa akan jenguk Oma ke sana,” jawab Hanin.

“Terus Keanu? Dia kemana? Tidak menjaga Oma?” Tanya Kevin pada ibunya tentang sang adik yang masih saja inginnya bersenang dan menyalurkan hobbi membalapnya.

“Keanu masih di Itali, Kev. Dia sedang fokus kejuaraan musim.” Jawab Kenan.

Kevin menarik nafasnya. “Kenapa sih, Papa tidak larang dia balapan dan fokus pada perusahaan.”

“Kan di perusahaan sudah ada kamu,” jawab Kenan. “Setiap anak punya bakat berbeda, Kev. Kamu ahli dibidang ini, belum tentu adikmu dan sebaliknya.”

Kevin terdiam, karena perkataan sang ayah memang benar. Sejak sekolah, ia sangat menyukai bisnis. Sedangkan Keanu lebih ke otomatif.

Adik Kevinitu malah pernah ikut dalam balapan liar, hingga akhirnya Kenan memfasilitasi putranya dan saat ini masuk ke dalam jajaran pembalap motoGP bersama negara-negara besar lainnya.

Satu kebanggaan bagi Kenan ketika melihat kedua putranya berprestasi walau dengan bidang berbeda.

"Papa bangga dia bisa membawa bendera negara kita ke kancah internasional," ucap Kenan lagi. "Papa juga bangga padamu. Papa bersyukur memiliki kalian berdua."

Kevin tersenyum.

Hanin ikut tersenyum dan memeluk Kevin dari samping. "Pokoknya kedua anak Mama hebat. Mama saaayaaang banget sama kalian."

"Kevin juga sayang banget sama Mama."

"Udah jangan lama pelukannya! Kamu nanti peluk Ayesha saja."

Lalu, Kevin cemberut dan melepaskan pelukannya pada sang ibu. "Apaan sih, Pa. Posesif banget."

Hanin tertawa dan mengambil potongan buah apel itu, kemudian memberikannya pada Kevin. “Aaa ...”

“Apa sih, Ma. Kevin udah besar, ga perlu disuapin.”

Hanin hanya ingin bermanja-manja pada putranya. Seperti waktu Kevin kecil yang sering bermanja-manja padanya.

“Iya, Ma. Kevin sudah besar, Maunya disuapin Ayesha dan sebentar lagi kita menimang cucu,” sahut Kenan.

Seketika Kevin mematung. Ah, ini yang ia takutnya. Menimang cucu. Ternyata masalah tidak selesai hanya dengan menyanggupi perjodohan ini. Setelahnya pasti akan ada tuntutan lain dari orang tuanya. Cucu.

“Pa, Ma. Kevin selalu menuruti keinginan Papa sama Mama. Kevin setuju dengan perjodohan ini. Papa sudah bisa mencalonkan diri dan Kevin akan menggantikan Papa di perusahaan. Jadi setelah ini, Kevin mohon untuk tidak menuntut apa-apa lagi.”

Kenan dan Hanin mengernyitkan dahinya. Mereka tercengang ketika sang putra mengeluarkan isi hatinya.

Kevin duduk diam sambil menggigit buah apel yang diberikan sang ibu.

Hanin pun menggeserkan tubuhnya untuk mendekati sang putra. “Sayang, kamu tidak terpaksa dengan perjodohan ini kan?”

Kevin melirik ke arah Hanin. “Tidak Mama, tapi Kevin hanya tidak ingin nantinya dibebankan dengan pertanyaan itu. Jangan tuntut kami dengan mendapatkan cucu cepat! Karena kami harus beradaptasi dulu.”

Hanin memganggukkan kepalanya, tanda setuju. Sementara Kenan malah tersenyum.

“Kamu pasti menyukai Ayesha, Kev. Dia pintar, baik, cantik. Walau orang bilang tubuhnya tidak seperti model, tapi malah Papa menyukai bodi semok seperti itu. seperti mamamu.”

Kenan tersenyum ke arah Hanin yang memang semakin hari semakin montok. Justru Kenan menyukai Hanin ketika hamil, karena bagian tubuh Hanin yang berisi membuatnya semakin bergairah.

“Itu kan, Papa.” Kevin bangkit dari duduknya dan meluyur pergi.

“Selera kita sama, Son,” teriak Kenan dengan arah mata tertuju pada Kevin yang hendak kembali menaiki tangga menuju kamarnya.

“By, kamu godain anaknya terus.”

Kenan tertawa. Putra sulungnya ini memang sangat mirip dengannya. Sedangkan putra keduanya, entah mirip dengan siapa?

“Sayang, besok sore jangan lupa ke butik langganan Mama. Mama dan Tante Rea menunggu kalian di sana,” teriak Hanin pada Kevin yang sudah menaiki tangga hingga ke atas.

Kevin mengangguk. “Iya. Kevin ga lupa.”

Hanin menghelakan nafasnya. Entah mengapa ia ingin sekali putranya bersanding dengan Ayesha. Sejak anak perempuan Vicky itu masih kecil, Hanin memang dekat dengan anak itu. Dan, perasaan Hanin mengatakan bahwa putranya akan bahagia bersama Ayesha. Semoga.