Novel ini aku tulis berdasarkan kisah nyata dari seseorang, tapi disini aku menambahkan sedikit ceritanya..
Namaku Melati, aku memiliki seorang sahabat , Lani namanya, yang sudah ku anggap seperti saudara sendiri.
Tapi Lani dengan teganya mengkhianati aku. Ia menikah dengan suamiku secara diam diam.
Marah... benci dan kecewa... itu yang aku rasakan ketika aku mengetahui pengkhianatan suami dan sahabatku.
Aku mencoba bertahan dengan menerima Lani sebagai maduku karena ia lagi mengandung anak dari suamiku.
Akankah aku sanggup bertahan selamanya atau aku pergi meninggalkan suami dan sahabatku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga
Lani semakin hari semakin tampak terus mendekati Bagas. Di mana ada Bagas, ia akan ada di sampingnya. Melati juga sudah melupakan rasa sukanya pada Bagas karena ia berpikir Lani dan Bagas telah berpacaran, apalagi mereka berdua berasal dari keluarga berada. Jadi, pasti cocok pikir Melati. Lagi pula Melati memang sudah bertekad tidak akan pacaran sebelum lulus SMU.
Sampai suatu hari, ketika Melati ada di perpustakaan sedang mencari buku referensi buat ikut olimpiade matematika, Bagas menghampirinya yang sedang mencari buku di rak.
"Melati, apa kabar?" sapa Bagas. Lelaki itu sedikit gugup.
"Bagas ... aku kira siapa. Mana Lani? Biasanya kamu bersama Lani, 'kan?"
"La, aku sebenarnya risih Lani selalu mengikuti aku." Bagas berdiri sambil bersandar pada rak buku. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana sekolah, terlihat sangat tampan.
"Maksud kamu apa?" tanya Melati.
"Aku sudah berulang kali menolak cintanya, tapi ia tetap saja mengikuti aku. Katanya, sih biar aku dan dia bisa saling lebih mengenal. Siapa tahu aku bisa suka dengannya," ucap Bagas.
Melati mengambil sebuah buku dari rak tersebut, melihatnya sekilas, lalu meletakkan kembali pada tempatnya. "Memangnya kamu tak ada rasa suka pada Lani?" tanyanya lagi.
"Nggak, La."
"Padahal Lani wanita yang pantas dicintai. Ia cantik dan juga baik. Betul kata Lani. Jika kalian sering bersama, mungkin nanti ada rasa cinta kamu buatnya."
"Tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan cewek lain." Melati langsung menoleh menatap wajah Bagas.
"Oh, ya? Siapa? Aku tak pernah lihat kamu dekat cewek lain."
"Kamu, La. Aku cintanya sama kamu."
"Aku?" Melati menunjuk dirinya sendiri. "Kamu suka padaku?" tanya Melati. Ia sangat kaget. Suaranya sedikit keras sehingga seorang siswa yang kebetulan mencari buku di dekat Melati dan Bagas menegur mereka agar tidak menggangu ketenangan di pustaka tersebut.
"Ya, Mela. Aku sudah menyukaimu dari dulu." Bagas memperbaiki posisi berdirinya menghadap Melati. Tatapan matanya penuh cinta.
"Tapi itu tak mungkin Bagas," kata Melati. Suaranya diperkecilkan.
"Mengapa, La? Apa kamu sudah ada pacar?" Lelaki itu juga berbisik. Wajahnya menjadi murung.
"Bukan begitu Bagas. Kamu tahu, 'kan aku dan Lani bersahabat? Kami bahkan sudah seperti saudara sendiri. Aku tak mungkin bersamamu."
"Tapi, La ... aku benar benar mencintaimu. Apa kamu tak menyukai aku?" Bagas mengulurkan tangan menyentuh tangan gadis pujaannya.
"Bagas, walaupun aku juga menyukaimu, aku tak mungkin menerima cintamu karena aku tak mau menyakiti Lani." Melati melepaskan tangan Bagas. "Orang tua Lani begitu baiknya padaku. Mengapa kamu tidak berusaha buat mencintai Lani, Bagas?"
"Cinta itu tak bisa dipaksakan, La." Bagas kembali meraih tangan Melati, tetapi gadis itu menepis tangannya.
"Tapi, Bagas ... aku benar-benar tak bisa." Aku tak akan mengkhianati persahabatan kami. Aku minta maaf. Aku permisi," ucap Melati, lalu meninggalkan pustaka.
Tanpa Melati dan Bagas ketahui, ternyata ada Lani di sana yang mengikuti Bagas tadi. Dia bersembunyi tepat di depan rak buku yang Melati cari. Walaupun pandangan mereka terhalang oleh buku-buku yang tersusun rapi di atas rak, percakapan mereka tetep terdengar olehnya.
"Jadi, selama ini Bagas mencintai Melati? Pantasan ia tak menerima cintaku. Bagas, akan aku buat Melati tak pernah menerima cintamu, biar kamu juga merasakan bagaimana rasanya cintamu ditolak," batin Lani.
Dia lalu keluar dari perpustakaan mengikuti Melati.
"Mela, tunggu!" teriak Lani.
"Lani, dari mana?"
"Dari kantin. Bagaimana? Sudah dapat bukunya?"
"Ini sudah dapat. Di mana Bagas? Biasanya bersama Bagas."
"Aku sudah tak mau dekat-dekat Bagas lagi."
"Mengapa?"
"Kamu tahu, Mel ... masa Bagas bilang kamu naksir dia? Aku sudah katakan itu tak benar."
"Bagas bisa saja. Lan, aku tak suka dengan Bagas, kamu jangan takut."
"Tapi aku sudah menolaknya karena ia sering menjelekkan kamu."
"Oh, ya?"
"Kamu tak percaya denganku, Mel?"
"Percaya-lah! Masa kamu sahabatku mau membohongi aku?"
"Aku harap kamu jangan tergoda dengan Bagas. Mulutnya manis banget tapi hati busuk. Setiap wanita cantik digombalin. Aku ingatkan kamu, ya, Mel ... jangan pernah percaya kalau Bagas suatu saat bilang cinta."
"Iya, Lan. Terima kasih sudah mengingatkan aku."
"Sebenarnya ... siapa, sih yang benar? Tapi aku rasa Lani tak mungkin membohongi aku. Ia sahabatku, sedangkan aku belum mengenal siapa Bagas sesungguhnya," batin Melati.
#################
Sejak hari itu, Melati melihat Lani mulai menjauh dari Bagas. Setiap ada Bagas, ia pasti menghindar. Ia juga tak membiarkan jika Bagas mendekati mereka.
Sampai pada ujian akhir untuk kelulusan, Melati tak pernah melihat Bagas lagi. Mungkin lelaki itu sudah menyerah mendekati mereka. Ia mendengar dari ibunya jika Lani dan keluarganya akan pindah ke luar kota. Papa Lani diangkat menjadi manajer utama dari suatu perusahaan besar.
"Lan, kata bunda, kamu dan keluarga akan pindah ke luar kota. Apa itu benar?"
"Iya, Mel. Papa menunggu aku tamat dulu. Kamu mau ikut dengan kami, Mel?" Saat itu mereka sedang duduk di dalam kelas menghabiskan sisa waktu istirahat yang tinggal lima belas menit lagi.
"Mana mungkin aku meninggalkan bunda sendirian."
"Bagaimana jika bunda kamu juga ikut kami?" tanya Lani sambil memainkan ujung rambutnya.
"Lan, aku tahu orang tua kamu sangat baik terhadap aku dan bunda. Tapi aku tidak mau selalu merepotkan dan bergantung pada keluarga kamu."
"Aku rasa papa dan mama tidak pernah merasa kamu merepotkan mereka."
"Bunda pasti tak mau meninggalkan kota ini karena disini ada kuburan ayahku. Setiap pagi bunda selalu mendatangi kuburan ayah. Sehari saja tak pergi, bunda sudah sedih."
"Aku sebenarnya berat meninggalkan kamu, Mel. Aku takut tidak bisa mendapatkan sahabat sebaik kamu," kata Lani. Dia memegang tangan Melati erat-erat.
"Aku rasa di mana pun kamu berada, kamu pasti bisa dengan mudah mendapatkan sahabat karena kamu gadis yang baik."
"Mel, jika aku sudah pindah, aku masih boleh ke sini, 'kan menemui kamu?"
"Tentu saja, Lan. Aku juga pasti akan mengunjungimu jika ada waktu dan kesempatan."
"Mel, aku sayang kamu. Aku sangat berat rasanya meninggalkan kamu."
"Aku juga, Lan. Semoga persahabatan kita akan tetap terjaga walau kita tak bisa setiap waktu bertemu lagi. Kamu sahabat yang baik. Aku pasti akan selalu merindukan kamu."
Lani langsung memeluk Melati. Sang sahabat balas memeluknya. Perasaan sedih seketika menyelimuti keduanya. Tak terasa air mata mengalir membasahi pipi mulus mereka.
"Sebelum berpisah, kita harus pergi bersama seharian menghabiskan waktu berdua," ujar Lani setelah melepaskan pelukannya.
Melati mengangguk. "Terserah kamu saja, Lan. Aku ikut saja," katanya sambil menghapus jejak air mata di pipinya dan Lani.
"Tapi ada syaratnya."
"Apa tuh syaratnya?"
"Kamu harus mengajarkan aku kisi kisi soal ujian akhir. Besok kita perginya sehabis ujian, ya."
"Kalau itu, sih aku pasti ajarin kamu." Keduanya tersenyum. Tak lama kemudian, lonceng sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat sudah habis.
#################
Ujian akhir akan dimulai dua hari lagi. Melati dimintai oleh orang tua Lani untuk menginap di rumah mereka. Hal itu agar ia bisa belajar bersama Lani. Gadis itu dengan senang hati menerimanya karena ia juga ingin belajar bersama sahabatnya.
Mereka menghabiskan waktu belajar di dalam ruang pustaka di rumah Lani. Buku-buku koleksi papanya Lani cukup banyak sebagai referensi belajar.
...****************...
ternyata ada ya, kisah nyata yg mirip kisah halu di dunia pernovelan..
ternyata main ku kurang jauh, hehehe..
semua memang telah ditakdirkan dan kita hanya tinggal menjalankan..
tetapi dalam menjalani kehidupan, kita jg diberi kesempatan untuk memilih mana jalan yg akan kita tempuh..
jadi walau semua telah ditakdirkan, tetapi kita jg tetap punya andil dalam memilih jalan yg akan dilalui..
rasanya bener2 gak habis pikir, sekeluarga dipenuhi dg laki2 yg suka mendua bahkan lebih..
semua perbuatan pasti ada balasannya..
dan semua tokoh telah mendapatkan balasannya sesuai dg perbuatan masing2..
semoga kita bisa menjadi pribadi yg selalu bersyukur dg apa yg kita punya dan terhindar dari penyakit hati, salah satunya iri dengki..
manusia memang tempatnya salah dan lupa..
tapi dengan belajar ilmu agama, kita bisa memilih jalan benar untuk ditempuh..
keren banget ceritanya mam..
kadang ikut kesel jg sama mama Elly terutama..
kok ada orang sesombong dan se-egois itu..
maunya menang sendiri dan gak mau disalahkan..
selalu berprasangka buruk dan keinginannya harus selalu dituruti..
oke deh mama, semoga sehat terus yaa..
tetap semangat berkarya dan semoga sukses selalu..
💪🏻🙏🏻😘🥰😍🤩💕💕💕
cuss lanjut novel berikutnya.. 🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️