"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16 Kehilangan Rosok
Usai mendapat nasehat dari haji
Maliki kemarin, kini Alvin lebih teliti
lagi dalam memilah sampah, uang
sebanyak 20 ribu hasil mulung kemarin
sudah cukup banyak bagi Alvin. Tapi,
jika dengan memilah rosok yang baik, bisa
menghasilkan uang lebih banyak tentu
akan Alvin lakukan.
la pun semakin bersemangat saat
mengambil sampah di setiap rumah
warga. Kinerjanya dianggap baik oleh para
warga di kampung Delima, tak jarang
Alvin juga mendapat tips, saat
membantu warga membuat ranting
pohon, bahkan kadang juga diminta untuk
memangkas kan pohonnya.
Semua Alvin lakukan dengan senang hati, selama dirinya masih berguna
untuk hal yang baik, tentu akan Alvin
lakukan.
"Mas Alvin, bisa saya minta tolong?"
tanya seorang ibu ibu.
"Iya Bu, ada apa ya?" tanya Alvin.
"Itu loh, tolong bantu saya angkutin
barang-barang yang udah gak kepake,
kemarin saya bersih-bersih rumah,
banyak mainan dan perlengkapan rumah
yang rusak, udah gak kepake soalnya"
jawab ibu tersebut.
"Oh iya Bu" ucap Alvin.
Ibu tersebut pun masuk, diikuti oleh
Alvin dibelakangnya. Terlihat sebuah
kardus yang cukup besar, berisi banyak
sekali mainan usang dan perlengkapan
dapur yang telah rusak.
Alvin pun membantu membawa
kardus tersebut untuk keluar rumah.
"Tolong dibuang ya mas" pinta ibu
tersebut seraya memberi selembar uang
10ribuan.
"Eh, gak usah bu. Ini kenapa gak
dirosokkan aja, lumayan loh ini bisa jadi
uang" jawab Alvin seraya menolak tips
yang diberikan ibu tersebut.
"Gak usah, saya emang niat buang itu
kok, kalau mas Alvin mau rosokkan
silahkan" ujar ibu tersebut.
"Wah terimakasih kalau begitu Bu"
jawab Alvin sambil menatap kardus
besar tersebut dengan berbinar seolah
menemukan emas.
"Ini loh upah buat kamu mas, makasih
ya udah bantuin saya" paksa ibu tersebut pada Alvin agar mau menerima uang pemberiannya.
"Gak usah Bu, saya diberi ini saja
sudah senang" jawab Alvin seraya
tersenyum dan mulai mengangkat kardus
besar tersebut pada gerobak sampahnya.
Kardus yang cukup besar itu
memakan tempat, setengah dari besar
gerobak sampah Alvin. Membuat
gerobaknya terlihat sangat penuh dan
tinggi, sehingga letak untuk sampah yang
seharusnya masih senggang jadi tinggal
sedikit.
Beruntung sisa beberapa rumah lagi
yang perlu Alvin datangi untuk diambil
sampahnya, sehingga meskipun gerobak
tersebut sudah tampak penuh, tapi masih
bisa menampung sampah lagi.
Seperti biasa, Alvin selalu langsung
membuang sampah tersebut ke TPA, dan
mulai mnemilahnya disana, semua rosok
yang ia dapat segera dibawanya pulang.
tentu saja setelah mengisi perutnya di
warung Mak Na.
Setelah sampai di rumah, barulah
Alvin pilih dan pilah lagi rosok yang
telah dibawanya pulang, sudah ada
beberapa karung yang ia letakkan di
samping rumahnya, Alvin mulai
mengklasifikasikan rosokan yang telah ia
bawa.
"Terus aja, jadikan rumah ini sebagai
tempat rosokan. Udah rumah kecil, jadi
keliatan makin kumuh sejak ada gerobak
sampah dan sekarang kamu mulai
mengumpulkan sampah sampah itu
disini!" omel Bu Elanor dengan bersedekap.
"Kan 3 hari sekali Alvin setorkan
rosok ini Bu" jawab Alvin membela diri.
"Kalau gitu, mana uangnya?! Tak
perhatian kamu udah sering setor tapi kok
gak pernah ngasih ibuk uangnya" tagih Bu
Elanor, seolah uang tersebut haknya dan
kewajiban Alvin untuk memberikan
padanya.
"Ibu kan udah ambil gaji saya buk,
uang hasil ini Alvin pakai untuk
kebutuhan sekolah buk, Alvin gak
pernah minta ke ibuk kan" jawab Alvin.
"Udah berani membantah ya kamu
sekarang!" teriak Bu Elanor.
Alvin pun hanya menghela nafas.
"Maaf buk" ucap Alvin sembari
terus memilah rosoknya.
"Maaf maaf, liat aja biar tak adukan ke
bapak sikapmu itu, makin besar makin
Kurang ajar" ujar Bu Elanor kemudian berlalu.
"Dasar anak pungut!" gumam Bu elanor,
masih samar bisa didengar oleh Alvin.
Alvin hanya bisa menggeleng
mendengar umpatan Bu Elanor, sedih
rasanya jika mengingat dirinya bukanlah
siapa siapa, selain orang yang numpang di
rumah itu.
Keinginannya untuk segera keluar
dari rumah tersebut mulai muncul
kembali, semakin kuat dan kini ia
bertekad bahwa setelah gajian nanti, ia
akan segera pindah dari rumah tersebut.
Keesokan harinya Alvin sekolah
seperti biasa.
"Ming, aku mau tanya" ucap Alvin
pada Mingyu sebelum pulang sekolah.
"Halah vin, anak pinter kayak kamu
mau tanya apa sih, gitu aja bilang dulu,
biasanya juga langsung nanya" jawab Mingyu.
"Aku pingin ngekos Ming, ada info
kosan yang murah gak?" tanya Alvin
pada akhirnya.
Bukan tanpa sebab ia bertanya
demikian pada Mingyu, sebab setahu
Alvin, Mingyu cukup paham soal kos
kosan, mengingat usaha orang tuanya
sebelumnya adalah pemilik kos.
"Sek, selk. Ini seriusan? Berati yang
waktu itu kamu sempet bilang itu
beneran?" respon Mingyu.
Alvin pun mengangguk
mengiyakan.
"Kamu udah yakin? Wes manteb?"
tanya Mingyu memastikan.
"Iyah Ming, kamu tahu sendiri ibuku
yak gitu, akupun juga bukan siapa-siapa dirumah itu" curhat Alvin.
"Tapi kan bapakmu baik banget sama
kamu vin" sahut Mingyu.
"Tapi keberadaanku lebih sering jadi
alasan pertengkaran mereka Ming, aku
gak enalk. Apalagi... Ibu yang selalu
menganggap uang yang aku hasilkan
harus diberikan padanya, sejujurnya kini
aku sedikit keberatan, makanya pingin
pindah aja" ujar Alvin membuat Mingyu
mengerti.
"Yawes aku setuju sama keputusanmu,
aku ada beberapa kenalan kos yang murah
sih vin, tapi nanti aku tanyakan dulu
deh, besok pulang sekolah kita liat-liat,
gimana?" tanya Mingyu.
"Hmmm lusa aja ya, besok aku mau
ambil gaji dulu soalnya, takut keduluan
buk, eh.." ujar Alvin seraya menutup mulut karena keceplosan.
"Keduluan ibuk? Maksudmu ibukmu
yang mengambil gajimu lebih dulu?" tanya
Mingyu.
Dengan berat hati, Alvin pun
mengangguk.
"Iya tapi itu udah 2 bulan yang lalu sih,
waktu gajian pertama. Sekarang udah
gajian ketiga, makanya aku ngerasa udah
siap kalau mau ngekos" jawab Alvin.
"Oke, aku setuju dengan
keputusannmu ini, emang lebih baik
ngekos aja kalau gini kasusnya vin" ujar
Mingyu.
"Eh tapi, apa gak sebaiknya kamu beli
ponsel aja dulu vin, biar gak ketinggalan
info, lagian bulan depan kita tugasnya
lebih banyak via website loh ujar Mingyu mengingatkan.
"Soal itu, liat besok deh Ming, kalau
uangku masih cukup ya kita beli ponsel
sekalian. Mau kan kamu nganterin" pinta
Alvin.
"Gampang itu, udah ah yukk pulang
dulu. Mumpung besok libur, kamu gajian
besok. Sekalian besok aja kita nyari
kosannya, gak usah nunggu lusa. Keburu
uangmu direbut ibukmu nanti" ujar
Mingyu khawatir.
"Hmm ya udah wes, ketemu dimana
kita besok?" tanya Alvin.
"Jam 8 tak jemput dirumahmu" jawab
Mingyu.
Mingyu meskipun sama-sama murid
beasiswa, setidaknya ia memiliki keluarga
yang utuh dan fasilitas lengkap, hanya
karena usaha yang sedang merosot dan sifat orang tua yang cukup pelit, membuatnya bersekolah dengan beasiswa.
Sepulang sekolah, Alvin segera
melanjutkan aktivitas bekerjanya seperti
biasa. Begitu pulang, dengan membawa
sekarung sak berisi rosok yang akan ia
pilah lagi, untuk digabung dengan rosok
yang kemarin.
Dan betapa terkejutnya Alvin saat
melihat samping rumahnya, tak ada ada
satupun karung yang didalamnya sudah
ada rosok yang ia klasifikasikan sejak 2
hari yang lalu. la pun mengernyit heran.
"Pak, sepatu api balu loh, tadi sole ibu
belikan di depan gang" pamer Rafi pad
sang bapak saraya menghentakkan
kakinya.
Alvin yang melihat hal tersebut dari
depan pintupun tersenyum miris.
"Ibu menjual rosok yang Alvin kumpulkan?" tanya Alvin langsung pada
sang ibu yang masih tersenyum melihat
tingkah Rafi.
"Buk?" tanya Alvin membuat Bu
Elanor menoleh sambil melotot pada
Alvin.
"Berisik!" Hardik Bu Elanor.
"Jawab Alvin buk, ibuk jual rosok
Alvin?" Tanya Alvin lagi.