Basmara, dalam bahasa sansekerta yang berarti cinta dan tertarik. Seperti Irma Nurairini di mata Gervasius Andara Germanota, sebagai siswa anak kelas 11 yang terkenal Playboy menjadi sebuah keajaiban dimana ia bisa tertarik dan penuh kecintaan.
Namun apalah daya, untuk pertama kalinya Andra kalah dalam mendapatkan hati seseorang, Irma sudah ada kekasih, Andrew, seorang ketua OSIS yang terkenal sempurna, pintar, kaya, dan berbakat dalam non akademi.
Saat terpuruk, Andra mendapat fakta, bahwa Irma menjalani hubungan itu tanpa kemauannya sendiri. Andra bangkit dan memerjuangkan Irma agar sang kakak kelas dapat bahagia kembali.
Apakah Andra berhasil memerjuangkan Irma atau malah perjuangan ini sia-sia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3: apa yang dilakukan
Kini diambang pintu kelas, dua insan berbeda jenis kelamin, sorot mata sang lelaki tampak sedih. "Maaf ya Irma, aku nggak bisa nganter jemput atau pulang selama beberapa hari," ucap Andrew. "Aku ada acara keluarga di luar negeri."
"Gak apa-apa kok, aku bisa naik taksi atau nebeng yang lain," ucap Irma, walaupun sebenarnya ia tak rela harus ldr beberapa hari.
Andrew terdiam. "Gak usah, aku nggak usah ikut aja deh," Andrew mengeluarkan ponselnya.
"Loh? Kenapa?" bingung Irma.
"Bahaya buat kamu, gimana nanti di jalan ada yang mau ngapa-ngapain kamu? Kan kalo ada aku, aku bisa ngelindungin kamu," ucap Andrew.
"Nggak apa-apa kok, lagian kalo ada apa-apa, aku bisa minta bantuan sahabat-sahabat aku atau temen-temen kamu," ucap Irma barusaha meyakinkan sang kekasih.
Andrew tersenyum kecil, ia mengelus rambut halus Irma. "Yaudah, hati-hati kalo lagi sendiri, dan jangan ngeluh kalo kangen."
Irma mengembungkan pipinya. "Bukannya kamu yang gampang kangen?"
"Iya deh," Andrew terkekeh. "Aku ke kelas ya, jam istirahat mau habis."
"Iyaa, belajar yang bener," ucap Irma sembari melambaikan tangannya.
"Iyaa," balas Andrew, Irma berbalik badan dan masuk ke dalam kelasnya.
Andrew pun bergegas menuju kelasnya. "Lu nggak mau berubah?" Andrew menghentikan langkahnya.
Andrew menoleh ke samping, sumber suara, Bagas, siswa dengan wajah dan kulit khas Eropa itu menyandar pada dinding dan menatapnya dingin.
Sepertinya ia mendengar semua percakapan Andrew dengan Irma, tapi mereka tidak menyadarinya karena Bagas bersembunyi dibelakang pilar.
Andrew tersenyum, yang kalau di lihat orang biasa menyeramkan, tapi tidak untuk Bagas. "Maksud lu?"
Bagas memutar bola matanya malas. "Gak usah sok polos," Bagas menatap tajam. "Gua saranin lu berhenti melewati batas, Irma cuman pacar lu, bukan istri atau apapun."
"Kalo gua gak berhenti, lu bisa apa? Gua punya kekuasaan, kalo lu?" ucap Andrew dengan tenang.
"Gak usah terlalu sombong, kita liat aja nanti," Bagas berjalan meninggalkan Andrew.
Tatapan Andrew menajam, ia mengepalkan tangannya. "Mau sampai kapanpun Irma nggak akan bisa lepas dari gua," lirihnya.
..........
Andra, siswa itu tertidur lelap di sofa kulit sobek-sobek, di temani dengan embusan angin sore dan teriakan sahabat-sahabatnya yang bermain game.
Kini mereka berada di rooftop sekolah. "Weh udah pada pulang," ucap Indra sembari mengantongi ponselnya, mereka telah selesai bermain.
"Yaudah ayo pulang," ajak Farel ketika melihat ke bawah, memang para siswa sudah berbondong-bondong keluar sekolah.
"Eh tunggu dulu we, sahabat kita ini masih tidur," ucap Debrong menunjuk ke arah Andra yang terlihat masih tenang di alam mimpi.
"Bener juga, tapi gimana cara bangunin nya?" tangan indra menopang dagunya, terlihat sedang berpikir.
"Teriakin aja, bilang kak Irma minta dianterin pulang," usul Mora.
Mereka berlima menarik napasnya bersamaan, memang kalau begini. "ANDRA! BANGUN, KAK IRMA MINTA DIANTERIN PULANG!"
Andra terperanjat kaget. "Hah! Mana! Mana!" ucapnya sembari melihat ke kanan kiri.
Wajahnya yang tampak bersemangat berubah menjadi dongkol ketika melihat sahabat-sahabatnya tertawa lepas habis mengerjainya.
"Bangsat lu pada!" umpat Andra.
Farel menutup mulutnya berusaha menghentikan tawanya. "Lagian elu, kebo banget, kita bolos dari istirahat pertama dan lu tidur sampe pulang."
"Kau ini gimana rel? Kau tau sahabat kau ini lagi galau, wajarlah dia jadi lembu," ucap Debrong.
Indra menepuk pundak Andra. "Makanya, jangan kebo!"
"Bacot lu!" kesal Andra, ia beranjak dari sofa dan mengambil tasnya, yang memang mereka bawa dari awal.
"Gas, lu mau ke kelas Eca dulu nggak?" tanya Indra, karena memang, setiap pulang sekolah, Bagas pasti ke kelas Eca terlebih dulu bersama yang lain
Bagas melirik Andra yang masih nampak murung. "Gak usah, ntar gua chat dia aja."
Bagas menghampiri Andra yang menunduk ketika yang lain sudah turun. "Dra, Andrew ada acara keluarga, jadinya nggak ada yang anter pulang Irma, ini saatnya."
Andra mendongak, menatap Bagas dengan raut wajah bingung dan kaget. "Lu ngedukung gua jadi pelakor?"
Bagas menghela napasnya. "Lebih lu jadi pelakor tapi si Irma bahagia, daripada lu relain dia, tapi Irma nggak bahagia sama Andrew."
Andra hanya diam menatap Bagas ragu-ragu.
"Sebenarnya Irma suka sama lu," ucap Bagas yang tidak bisa di dengar berbohong atau tidak karena nadanya begitu tenang. "Tapi dia nggak mau nerima lu, takut sifat buaya lu kambuh."
"Sumpah?" Andra tak percaya. "Terus kenapa keliatan bahagia banget sama bang Andrew?"
"Yaelah Dra, suami istri aja yang luarnya keliatan bahagia tapi kenyataan nya nggak, apa lagi yang pacaran," ucap Bagas yang memang terdengar masuk akal.
"Andrew ada acara keluarga jadinya dia nggak bisa anterin Irma ini kesempatan lu buat anter dia," Bagas meninggalkan Andra yang masih tak percaya.
............
"Baik anak-anak itu saja penjelasan dari ibu, silahkan kerjakan soal pada halaman 38, dan besok dikumpulkan, ketua kelas pimpin doa, setelah itu boleh pulang," ucap Bu Melinda, guru matematika itu keluar dari kelas, membuat para siswa bernapas lega atas kepergian guru killer itu.
"Weh lu pada ngerti nggak apa yang di jelasin bukil?" tanya Leona pada teman-temannya yang memang duduk berdekatan.
Leona menggaruk kepalanya ketika melihat yang lain menganggukkan kepala. "Bangke, gua kok nggak ngerti ya?"
"Karena lu tolol!" maki Lea sembari memasukkan buku ke dalam tasnya.
"Sialan lu."
"Eh Ma, jadinya lu dianter sama siapa?" tanya Eca.
"Kalo nggak naik taksi ya ..." Irma menggantungkan ucapannya ketika ketiga sahabatnya terlihat merasa bersalah.
"Sorry ya Ma, gua nggak bisa nganter lu, gua sama Bagas mau jalan-jalan, dan dia bawa mobil yang cuman cukup dua orang," ucap Eca.
Lea menatap Irma, merasa bersalah. "Gua juga gak bisa Ma, maaf ya, nyokap minta di temenin shopping, dia udah nunggu di mall."
"Gua juga Ma," sahut Leona. "Lu kan tau ekonomi gua, gua harus hemat-hemat bensin."
Irma membalas ketiga tatapan bersalah itu dengan senyuman. "Nggak apa-apa kok, gua naik taksi aja.
...........
Kini Andra berada di dalam mobil yang masih terparkir di parkiran, sorot matanya terlihat sedang menimbang-nimbang. "Bodo lah! Kalo gua masih di tolak, berarti si Bagas cuman bohong."
Andra menjalankan mobilnya, dan tepat saat keluar dari gerbang, terlihatlah Irma, siswi yang kini mengenakan jepitan rambut bunga itu terdiam di trotoar sembari melihat ponselnya.
Andra langsung memberhentikan mobilnya tepat didepan Irma. "Eh ada kak Irma, kenapa disini?"
"Lagi nunggu taksi," jawab Irma singkat
"Pacar atau temen kakak mana?"
"Andrew ada acara keluarga, dan yang lain ada urusan," jawab Irma dengan sorot mata malas.
Andra mengeluarkan kepalanya dan melihat ke langit, terlihat akan hujan. "Bakal lama yang nerima, mau ujan, para driver pasti ngehindarin itu."
Memang sih, sudah setengah jam lebih Irma menunggu dan tidak ada satu pun driver yang menerima.
"Mending sama aku aja," tawar Andra dengan senyuman.
Irma tampak berpikir sejenak. "Boleh deh," Irma berjalan ke pintu penumpang dan langsung duduk.
Mungkin kalian berpikir, Andra menerima tawaran Bagas untuk menjadi pelakor, namun ia melakukan hanya untuk dekat dengan Irma, tidak lebih, toh mengingat bahwa Irma suka dengannya saja itu tidak mungkin.
"Loh? Nggak minta izin sama pacar kakak?" tanya Andra.
"Nggak, karena dia pasti nggak ngizinin, dia mah orangnya protektif banget, jajan di pinggir jalan aja nggak boleh, apalagi dianterin lu," cerocos Irma.
Andra tersenyum, ini pertama kali Irma bisa bawel seperti sekarang, biasanya ia hanya berbicara dingin padanya.
Irma yang duduk disamping Andra langsung menepuk bahunya. "Ayo jalan, nanti keburu ujan."
Andra hanya diam, ia mendekatkan tubuhnya, membuat aroma maskulin tercium kuat.
"Tunggu! Lu mau nga-"
"Diem!"
To be continue