"Cinta bukan hanya tentang rindu dan sentuhan. Tapi juga tentang luka yang diwariskan, dan rahasia yang dikuburkan."
Kael Julian Dreyson.
Satu pria, dua identitas.
Ia datang ke dalam hidup Elika Pierce bukan untuk mencintai ... tapi untuk menghancurkan.
Namun siapa sangka, justru ia sendiri yang hancur—oleh gadis yang berhasil membuatnya kehilangan kendali.
Elika hanya punya dua pilihan :
🌹 Menikmati rasa sakit yang manis
atau
🌑 Tersiksa dalam rindu yang tak kunjung padam.
“Kau berhasil membuatku kehilangan kendali, Mr Dreyson.” — Elika Pierce
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin Dekat, Semakin Tertipu
...❤︎...
..."Kepercayaannya tumbuh ... tanpa tahu bahwa benih itu ditanam oleh tangan yang penuh dendam."...
...❤︎...
Suara ketukan pintu terdengar.
Elika tau siapa itu. Ia sudah duduk sejak tadi, menghafal kosa kata yang akan ia setor saat Julian tiba.
"Morgen, Elika!" sapa Julian sambil tersenyum. (Selamat pagi, Elika.)
Julian menutup pintu kamar, dan berjalan mendekat ke arah Elika. Dari punggung gadis itu, Julian tahu, bahwa gadis itu sedang gugup. Ia duduk di samping Elika dan menatap wajah gadis itu dengan seksama. Sesaat ia menyeringai tipis.
Elika sedang memejamkan mata, sambil kedua tangannya sibuk menghitung kosa kata. Bibir merah mudanya yang mungil terlihat bergerak dengan suara yang nyaris tak terdengar.
"Morgen, Julian!" sapa Elika dengan wajah yang berseri-seri. Binar di matanya terlihat saat menatap sosok Julian yang duduk dengan tenang di sampingnya.
"Aku sudah hafal!" imbuh Elika antusias. Ia menghadap Julian dan bersiap sedia untuk menyetor hafalannya."
"Baiklah. Aku siap mendengarkan."
Elika menarik nafas pelan. Kemudian menghembuskannya. Kedua tangannya sudah bersiap sedia menghitung kosa kata yang nantinya akan ia sebutkan satu per satu.
"Hallo, Halo. Guten Morgen, selamat pagi. Guten Tag, selamat siang. Guten Abend, selamat sore. Gute Nacht, selamat malam. Tschüss, sampai jumpa. Danke, terima kasih. Bitte, tolong atau sama-sama. Entschuldigung, maaf ...."
Elika tak berhenti sampai menyelesaikan semua hafalannya sebanyak 25 kosa kata. Sementara Julian, ia duduk diam mendengarkan sambil mengangguk pelan. Setiap anggukannya diiringi dengan senyuman yang manis dan tatapan yang hangat.
Setelah menyelesaikan setoran 25 kosa kata, Elika menghela nafas lega. Ia bersorak girang karena berhasil. "I did it!"
Julian mengacak pelan poni Elika. "Yes, you did it."
Wajah Elika mendadak memerah. Padahal, ini kedua kalinya poninya di acak-acak oleh Julian. Ia langsung duduk menghadap buku catatan yang sudah terbuka di depannya. Kemudian, ekspresi wajahnya terlihat canggung dan malu.
"Maaf. Aku terbiasa mengacak poni adikku," ucap Julian penuh rasa bersalah. "Aku tak seharusnya—"
"Aku tidak masalah," potong Elika dengan wajah memerah. Namun ia tak berani menatap tutornya.
Julian kembali menyeringai. Tatapan hangat itu berubah menjadi mengerikan sesaat. Namun, tak bertahan lama, ia bergegas memberikan materi lanjutan pada Elika.
Julian sengaja mengajar sambil sesekali lengan, siku, atau kakinya bersentuhan dengan Elika. Sentuhan sengaja untuk memancing detak jantung gadis itu. Melalui sentuhan-sentuhan tipis itu ia dapat menangkap ekspresi malu dan canggung dari Elika. Bukan ekspresi canggung yang tak nyaman, tapi ekspresi di mana hati seseorang sedang gelisah duduk di samping seorang pria yang tampan.
Ya. Julian tahu kelebihannya. Tampan. Salah satu senjata yang ia gunakan untuk membuat Elika bertekuk lutut.
Tak terasa waktu sudah berjalan selama 3 jam. Saatnya untuk Julian pulang.
"Bagaimana kalau kau makan siang dulu?" Elika mengatakannya dengan ragu.
Julian menatap penuh sesal ke arah Elika. "Maaf. Tapi setengah jam lagi aku masih harus mengajar di tempat lain."
Julian kembali mengacak pelan poni Elika. "Besok ya. Besok kita pergi ke toko buku dan makan siang bersama."
Elika mengangguk pelan. Tak sabar menanti hari esok tiba.
...❤︎...
Hari ini, Julian kembali datang ke kediaman Pierce. Dia menerima setoran hafalan kosa kata Elika dan mengajar seperti biasa. Sentuhan tipis yang sengaja seperti sebelumnya, hanya untuk mengacak-acak perasaan gadis muda itu.
Elika yang tidak berfikiran buruk, ia menganggap senggolan tak sengaja Julian hanyalah sebatas senggolan. Malah jantungnya dibuat berdebar karena sentuhan tak sengaja itu. Bahkan tak jarang wajahnya memerah.
"Gut gemacht!" ucap Julian mengakhiri proses les private hari itu.
"Gut gemacht?" tanya Elika yang tak mengerti arti dari ucapan Julian.
Julian mencubit pelan hidung Elika. "Bagus sekali."
"Itu artinya," imbuh Julian sambil tertawa pelan. Kemudian ia lanjut menyimpan buku-bukunya ke dalam tas. Membiarkan Elika yang sedang tersipu malu karena tingkah spontannya yang terkesan agresif tadi.
"Ayo?" Julian bangkit dari duduknya. Bersiap-siap menemani Elika pergi ke toko buku dan makan siang bersama.
"Sepuluh menit? Ya? Aku harus mengganti baju," pinta Elika dengan mimik wajah manja. Ia mulai nyaman berekspresi di hadapan Julian.
"Okay." Julian beranjak ke pintu. Namun langkahnya terhenti sebelum ia membuka pintu kamar. Ia menoleh ke belakang. "Tak perlu dandan. Kau sudah cantik walau tanpa makeup."
Kali ini, ucapan yang keluar dari bibir Julian adalah ucapan yang jujur tanpa sedikitpun kebohongan. Kejujuran itu menancap langsung ke dada Elika.
Jantung gadis itu semakin tak berarturan hanya karena sebuah kalimat yang keluar dari sosok tampan di balik kacamata itu.
Julian kembali menoleh ke depan, dan ekspresi wajahnya berubah datar serta dingin. Berbeda dengan ekspresi yang ia tunjukkan pada Elika sebelumnya.
...❤︎...
Sepuluh menit kemudian.
Elika keluar dari kamarnya. Ia mengenakan kaos putih lengan panjang yang mengetat di badan, dipadukan celana jeans. Dengan gaya rambut tergerai dan sedikit sentuhan lipstik di bibir, ia keluar dari kamar dengan percaya diri.
"Julian," ucap Elika sambil mendekat ke arah Julian yang sedang duduk di sofa ruang tamu. "Ayo?"
Julian menatap Elika dengan tatapan hangat dan penuh kelembutan. Lagi-lagi semua itu tidak ada ketulusan sedikitpun, selain kebohongan yang bertebaran di mana-mana.
Saat keduanya berada di depan sedan tua milik Julian, pria itu sengaja berhenti sejenak. "Apa kita naik taksi saja?"
"Kenapa?" tanya Elika tak mengerti. "Bukankah kau memiliki mobil?"
Julian sedikit menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Tapi ... apa kau tak malu menaiki sedan tua ini?"
Elika terkekeh pelan. Kemudian ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. "Walaupun sedan tua, dia tetap bisa membawa kita kemana-mana, 'kan?"
Julian melongo. Tak menyangka gadis itu akan menjawab santai ucapannya. Ia pun memiringkan kepalanya sesaat, kemudian bergegas masuk ke dalam mobil.
...❤︎...
Di sebuah toko buku yang ada di Kota Houston.
Elika sibuk melihat-lihat buku yang ada di rak. Buku-buku yang ia lihat bukanlah buku untuk pelajaran bahasa Jerman. Melainkan novel. Saat ia sibuk membaca sinopsis novel, kepalanya sedikit tertunduk. Membuat rambutnya yang tergerai berjatuhan ke sisi kiri dan kanan. Menutup kedua telinga dan pipinya.
Julian menangkap sebuah kesempatan. Ia mendekati Elika, dan dengan spontan membawa rambut Elika yang berjatuhan ke belakang telinga.
Elika mendongak ke arah Julian.
Mata mereka bertemu dengan jarak wajah yang hanya berkisar kurang dari 10 sentimeter.
Wajah Elika memerah saat nafas hangat Julian menyentuh wajahnya.
"Cantik," puji Julian dengan sangat dalam. Bahkan suara beratnya terdengar sangat menggoda di telinga Elika.
Elika membuang wajahnya yang sudah sangat memerah.
"Teruslah tersipu seperti ini, agar permainan ini semakin menyenangkan," batin Julian bersorak riang.
Elika berniat pergi ke rak buku sebelah. Namun Julian menahan tangan gadis itu.
"Mau ke mana? Buku pelajaran bahasa Jerman ada di sebelah sana," ucap Julian sambil menunjuk ke arah yang berbeda.
...❤︎❤︎❤︎...
...To be continued .......
But love can also be a disaster due to the hatred and resentment that lingers....
Lagian ku merasa hidup lu ga pantas utk bersanding dengan Kael bukan..
ditambah finansial orangtua lu udh ga menunjang utk hidup hadon, pergi jauh-jauh..
support dr anak satu-satunya akan lebih dibutuhkan untuk orangtuamu..
Dan tinggalkan Kael dengan seribu penyesalan terdalam karena terlalu sibuk dengan mendendam.
Indeed Love and hate have equal emotional intensity, but opposite directions, and one can swiftly turn into the other with betrayal or heartbreak