Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Wiratmaja
Setelah mengusir keempat pria yang ia sebut "nyamuk pengganggu" dan menghalau Alicia keluar, Zoe kembali terduduk di atas ranjang mewah bernuansa pink itu.
Ruangan itu terlalu manis. Terlalu feminin. Terlalu bukan dirinya.
Zoe mendesah pelan. Pandangannya kosong menatap ke langit-langit, lalu beralih ke sekeliling kamar yang penuh boneka dan perabotan mewah berwarna pastel. Ia mengusap wajahnya dengan satu tangan, lalu berdiri.
Langkahnya perlahan menuju ke arah cermin besar yang menempel di dinding.
Sesampainya di sana, Zoe berhenti. Ia menatap sosok dalam cermin dengan ekspresi datar. Gadis dalam pantulan itu memang dirinya tapi bukan dirinya yang asli.
Rambut panjang berkilau, kulit putih mulus tanpa cacat, dan wajah cantik sempurna dengan tatapan yang dulu sering dilabeli, "arogan dan dingin". Semua masih dirinya, tapi berbeda.
Pelan-pelan, Zoe mengangkat tangan dan menyentuh pipinya sendiri. Jemarinya menelusuri garis rahang, alis, hingga ke bibirnya.
"Bagaimana bisa aku terjebak di sini?" gumamnya pelan.
Matanya menajam. "Jangan-jangan ... karena kutukan Reva?"
Zoe mendengus sinis, lalu menggeleng perlahan. "Enggak mungkin. Itu cuma celetukan iseng, mana bisa kutukan jadi nyata ....”
Ia terdiam sejenak.
Lalu, matanya melirik sekeliling kamar itu lagi. Semua detail terlalu sempurna, terlalu hidup. Bahkan rasa sakit di kepalanya tadi, terlalu nyata untuk hanya sebuah mimpi.
"Ini ... benar-benar konyol," katanya, setengah tidak percaya. "Cerita yang aku kira fiksi, ternyata nyata."
Ia menunduk, wajahnya tetap tanpa ekspresi, tapi matanya menyimpan beban besar. "Dan baru kali ini ... aku nyesel."
Zoe menghela napas berat. "Nyesel karena satu hal, gak baca novel sialan itu."
Ia memejamkan mata sejenak, menahan rasa frustrasi yang mulai mendesak di dadanya.
"Kalau aku tahu jalan ceritanya, mungkin aku bisa menyiasati semuanya. Tapi sekarang? Aku bahkan gak tahu bab berapa, atau karakter siapa saja yang akan muncul."
Tiba-tiba, satu kalimat terngiang di telinganya. Suara Reva.
"Akhirnya dia tewas … di tangan antagonis pria yang tergila-gila pada putri asli."
Zoe membuka matanya perlahan. Tatapannya berubah dari bingung menjadi tajam dan dingin.
"Jadi akhir ceritaku adalah kematian ... dibunuh oleh pria psikopat karena aku menghalangi kisah cinta mereka?"
Ia terkekeh kecil. “Lucu. Gila. Klasik.”
Lalu ia menatap cermin dengan penuh keyakinan."Kalau aku ingin tetap hidup." Zoe menatap pantulan dirinya. "Aku harus mengubah alurnya."
Zoe melangkah mundur dari cermin. Tubuhnya kini tegap, sorot matanya tajam seperti anak panah.
"Cari tahu siapa orang tua kandungku yang sebenarnya."
"Keluar dari bayang-bayang si putri asli."
"Dan jauh-jauh dari jalur kematian."
Ia menoleh ke jendela, memandangi cahaya senja yang perlahan masuk dari sela tirai.
"Ya. Itu harus."
Zoe mengepalkan tangannya.
"Siapa pun penulis novel ini .…"
"Sorry, tapi aku gak bakal ngikutin skripmu."
"Aku masih ingin hidup lebih lama. Dan aku gak akan mati cuma demi bikin akhir cerita kalian lebih dramatis."
Dengan langkah mantap, Zoe berjalan kembali ke meja rias. Ia menarik kursinya dan duduk.
"Permainan dimulai sekarang."
**
Malam itu, ruang makan keluarga Wiratmaja tampak hangat dengan cahaya lampu gantung kristal yang menggantung megah di langit-langit.
Meja makan panjang berhiaskan lilin, porselen mahal, dan aneka hidangan kelas atas. Keenam anggota keluarga telah duduk rapi di kursi masing-masing semua kecuali satu.
Kursi di ujung kanan kosong. Kursi milik Zoe.
Terlihat di kursi kepala keluarga, Joe Wiratmaja dengan wajah datar. Di samping kanannya terlihat sang istri, yaitu Tina Wiratmaja, wanita paruh baya yang masih terlihat anggun dengan rambut tersanggul rapi dan setelan formal mewah, mengerutkan kening saat matanya menangkap kekosongan itu.
Dia meletakkan garpunya perlahan di sisi piring. “Di mana Zoe?” tanyanya datar, tapi jelas terdengar nada tidak senang di balik suaranya. “Bukankah sudah jelas makan malam wajib dihadiri semua anggota keluarga?”
Alicia yang duduk di sebelahnya baru saja membuka mulut untuk menjawab, namun lebih dulu dipotong oleh suara salah satu si kembar.
“Dia lagi sibuk pura-pura amnesia,” ucap Arya, si kembar kanan, sambil menyendok sup dengan malas.
“Iya,” timpal Arvan, si kembar kiri. “Drama barunya hari ini jadi manusia baru, katanya. Katanya dia lupa semua kelakuan dia sebelumnya.”
Tina mendesah pendek dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Hmph ... dia memang selalu cari perhatian,” gumamnya.
Meski Tina membenci Zoe, tapi tetap saja. Dia yang merawatnya dari bayi ketika putri mereka tertukar.
Jesper, anak keempat yang dikenal paling cerewet, meletakkan gelasnya di meja.
“Sampai kapan sih dia bakal pakai alasan amnesia itu? Hari ini tendang Arya, tendang Arvan, terus ngusir kami dari kamarnya. Besok pasti mulai berulah lagi. Tunggu aja.”
Alicia yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara pelan, tapi tegas. “Kak, gak boleh ngomong kayak gitu.” Ia menunduk sopan.
“Bagaimanapun juga, Zoe itu adik kalian juga, sama seperti aku.”
Semua mata melirik ke arah si sulung, Varo, pria berusia awal dua puluhan yang duduk di ujung meja dengan postur tegap dan wajah serius. Ia meletakkan garpu dan pisau makannya, lalu menatap Alicia lurus-lurus.
“Dia bukan adik kita, Alicia.”
Suasana meja makan langsung tegang.
“Kamu satu-satunya adik kandung kami.” lanjut Varo dengan suara dingin. “Zoe itu cuma putri palsu. Seandainya saja kalian tidak tertukar waktu itu, mungkin kita tidak akan pernah mengenal Zoe dan Zoe mengganggu hidup kami.”
Alicia terlihat terkejut, tapi tidak membalas. Tangannya mengepal di pangkuannya.
Arya berseru sambil tertawa kecil, “Akhirnya ada yang ngomong juga.”
Arvan mengangguk setuju, “Iya. Capek juga dengerin orang terus-terusan pura-pura Zoe itu bagian dari kita.”
Jesper menyeringai, “Dia cuma numpang hidup. Bukan darah kita.”
Tina tidak menyela. Ia hanya mengaduk supnya perlahan, lalu berkata pelan, “Aku tidak akan menyalahkan kalian atas apa yang kalian rasa.”
Ia menatap Alicia. “Tapi ingat, Zoe memang bukan darah kita, tapi selama dia masih berada di bawah atap ini dia tetap tanggung jawab keluarga ini.”
Alicia mengangguk kecil, meski wajahnya masih terlihat murung.
Varo meneguk anggurnya, lalu berkata dingin,
“Tapi jangan salahkan kami kalau suatu hari nanti dia mendapat apa yang pantas dia terima.”
Sang kepala keluarga yang hanya diam dari tadi. Namun kali ini, suara beratnya akhirnya terdengar. “Cukup.”
Semua orang langsung menoleh ke arah Joe. Bahkan Varo, si sulung yang biasanya paling disegani, ikut menghentikan gerakannya.
Joe meletakkan sendok garpu di piringnya, lalu menyandarkan tubuh ke kursi.
“Jika dia berulah lagi, maka Daddy sendiri yang akan mengusirnya dari rumah ini.”
Nada suaranya tegas, dingin, tanpa emosi.
Alicia terkejut. “Daddy .…”
Joe melirik sekilas ke arah putrinya yang satu-satunya. “Kita sudah cukup bersabar. Selama ini, kita berikan dia fasilitas terbaik, pendidikan terbaik. Tapi kalau akhirnya dia tetap tidak tahu diri ....”
Dia menatap semua anaknya satu per satu.
“maka dia tidak pantas tinggal di bawah atap keluarga Wiratmaja.”
Jesper langsung tersenyum puas. “Akhirnya! Ini baru keputusan yang rasional, Dad.”
Arvan ikut mengangguk setuju. “Satu masalah hidup kita bakal selesai.”
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭