NovelToon NovelToon
Kez & Dar With Ze

Kez & Dar With Ze

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:356
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Mimpi bukan selesai saat sudah meraihnya, tapi saat maut telah menjemput. Aku tidak meninggalkan teman ataupun orang yang ku sayang begitu saja, melainkan mencetak sebuah kenangan terlebih dahulu. Walaupun akan meninggalkan bekas di situ.

Maaf jika aku pergi, tapi terimakasih atas semua kenangan yang kita cetak bersama. Suara tawamu akan selalu bergema, dan senyumanmu akan selalu menjadi canduku. Rela itu tidak semudah sebuah kata saja. Tapi hati yang benar-benar tulus untuk melepaskannya.
Mengikhlaskan? Harus benar-benar melepaskannya dengan merelakannya setulus mungkin.

Seperti biji-biji dandelion yang berhamburan tertiup angin, setelah usai di suatu tempat. Mereka akan kembali tumbuh di berbagai tempat. Entah kita akan dipertemukan kembali atau tidak, setidaknya aku pernah berbahagia karena dirimu.

Ada sebuah kata-kata yang bertuliskan "Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan," tapi dengan perpisahan bukan berarti aku dapat melupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ayunan kenangan

..."Badan boleh lelah, mata boleh basah, tapi hati jangan pernah menyerah"...

...•...

...•...

Air laut luas terbentang di depan sana. Hembusan angin mengenai daun hingga dedaunannya seakan-akan melambai-lambai dengan runtuhnya daun yang telah layu dan sudah saatnya jatuh mengenai pasir. Cuaca cerah dengan teriknya matahari di atas sana, rindangnya pepohonan dengan ayunan di bawahnya. Sebuah kenangan telah tercipta di sana.

Adara menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya dengan mengayunkan ayunannya dengan kakinya ke atas-bawah. Senyuman tercipta dengan rambut terurai yang tergerai bebas. Seorang laki-laki yang menatapnya juga tersenyum ke arahnya dengan menyandarkan punggungnya ke pohon.

Menatap putri kesayangannya dengan penuh kehangatan serta kasih sayang. Faiz menatap lurus ke depan, melihat gelombang-gelombang dan ombak air laut. Tempat penuh kenangan dengan seorang wanita kesayangannya. Sekarang, hanya tertinggal berlian yang sedang bersenang-senang di depannya.

"Kamu nggak bosan, sayang?" tanya Faiz.

Adara pun menggeleng dengan senyumannya yang seakan tiada luntur-lunturnya. "Nggak ada kata bosan untuk ayunan."

"Kamu pengen makan sesuatu nggak? Biar papa beliin, kamu belum makan sama sekali sejak tadi pagi," tawar Faiz sedikit khawatir.

Adara menghentikan ayunannya dan celingak-celinguk melihat sekitarnya. Ia melihat seorang penjual pentol yang sedang membuatkan pesanan dari seorang anak kecil di depannya. Adara menunjuk penjual tersebut. "Itu aja, Pa."

"Yakin, cuma itu aja?" Adara mengangguk.

Faiz beranjak dan berjalan ke arah penjual pentol tersebut. Tidak membeli terlalu banyak pentol, karena ia tahu kalau Adara mungkin tidak dapat menghabiskan pentol tersebut jika terlalu banyak. Faiz kembali dengan membawa pentol yang Adara inginkan dan meletakkannya di atas tikar piknik dengan minuman yang ia bawa di sampingnya.

Adara turun menghampiri Faiz dan langsung duduk di hadapan Papa dengan tersenyum semringah. Ia mengambil salah satu pentol dengan tusuknya, lalu menyuapkan ke Faiz. Dengan senang hati, Faiz langsung menerima suapan dari putri kesayangannya.

Dari kejauhan, Ara tersenyum menatap kedekatan Adara dan Faiz dengan bahagia. Senyuman Adara memang candu. Walaupun Ara sering melihatnya, tapi senyuman tersebut tidak membuatnya bosan. Begitupun Leon.

Leon sejak tadi berdiri di samping Ara dengan menghentak-hentakkan kakinya karena ada semut yang berjalan di kakinya. Leon kesal dengan tempat yang Ara pilih sebagai tempat persembunyian melihat Adara dari kejauhan untuk memantaunya.

Padahal, mereka hanya ingin mengintip kegiatan Adara saja. Kurang pekerjaan memang. Hanya karena sekolah mereka diliburkan, mereka menjadi bosan di tepi pantai.

Adara yang merasa aneh langsung melihat sekitarnya dengan intens. Sebuah pohon kelapa sejajar dengan pohon kelapa lainnya membuat ia memiringkan kepalanya karena ada sesuatu dari balik pohon tersebut. Topi yang Ara gunakan tiba-tiba terkena angin dan membuat topi tersebut terjatuh dan keluar dari tempat persembunyiannya. Adara tersenyum saat mengetahui topi tersebut, karena topi tersebut bukan asing lagi jika melihat motifnya.

"Ngapain di situ? Sini!" panggil Adara.

Faiz sempat kaget dengan teriakan Adara dan mengambil minumannya. Seorang laki-laki dan perempuan keluar dari balik pohon kelapa menghampirinya dengan cengengesan. Faiz mengenal keduanya, karena sama-sama teman masa kecil Adara.

"Kenapa sembunyi? Padahal bisa join," tanya Adara.

"Biar sedikit ekstrim," jawab Ara.

"Kalian dari mana? Kok Dara tadi teriakin kalian?" tanya Faiz menatap keduanya bergantian.

"Kita tadi jalan-jalan di sekitar sini, terus dipanggil Adara, Om," jawab Leon.

"Ohh.."

Ara sedikit menyikut perut Leon karena kesal dengan jawaban yang dia berikan. "Kita tadi yang liatin Adara, abis gitu dipanggil ke sini."

Sama aja, batin Leon.

"Ohh.. sini duduk, temenin Adara biar ada temennya." Ajakan Faiz membuat Leon dan Ara merasa tidak enak jika menerimanya, tapi mereka juga ingin bersama Adara untuk bermain dan berbagi cerita.

Akhirnya mereka berdua duduk di samping Adara yang berhadapan langsung dengan Faiz. Di sisi lain, Leon sudah tidak merasakan perasaan aneh saat mendapatkan tatapan dari Faiz yang tidak mengenakkan. Ia lega, karena Faiz tidak lagi membatasinya bertemu dengan Adara. Walaupun harus bertemu di depan rumah langsung. Jika tidak, Leon harus bertamu dan langsung masuk kedalam rumah Faiz jika ingin mengajak Adara bermain.

Faiz hanya mengkhawatirkan Adara, tapi ia juga tidak ingin merusak kebahagiaan putrinya dengan teman-temannya. Maka dari itu, ia memperingatkan Adara untuk selalu berhati-hati, karena kejadian yang dulu membuatnya takut dan khawatir jika melepaskan putrinya.

"Makan aja cemilannya, pentolnya juga boleh. Kebanyakan tadi," kata Adara.

Tadinya Faiz hanya membeli 10 ribu, tapi ternyata mendapatkan banyak juga. Ara dengan senang hati mencicipi pentol tersebut karena itu makanan kesukaannya. Sementara itu, Leon kikuk dengan suasananya. Tidak seperti Ara yang sudah terbiasa dengan keluarga Adara.

...••••...

Zevan menaiki tangga untuk ke rooftop dan ingin menikmati rasa kedamaian dengan dirinya sendiri di sana. Namun, saat ia baru sampai dan membuka pintu. Zevan melihat seorang gadis bersandar di pagar pembatas dengan menutup matanya untuk menikmati angin yang menerpa wajahnya.

Zea membuka matanya saat mendengar pintu rooftop dibuka seseorang yang menimbulkan suara, karena pintu tersebut sedikit berat. Ia membulatkan matanya saat manik matanya bertemu dengan Zevan. Bukankah laki-laki itu yang menyuruhnya untuk minggir saat di bus kemarin? Ia langsung menegakkan tubuhnya dan akan berjalan melewati Zevan untuk meninggalkan rooftop.

"Lo adiknya Nathan bukan?" tanya Zevan tiba-tiba.

Langkah kaki Zea berhenti saat mendengar nama Nathan disebut laki-laki tersebut. "Dari mana lo tau?"

Zevan menyodorkan tangannya mengenalkan diri. "Gua Zevan, temen Nathan sejak SMP sama Lino dan Linda."

Zea hanya melirik sekilas tangan tersebut dan menatap mata Zevan. "Zea."

Setelah mengucapkannya, Zea kembali berbalik dan meninggalkan Zevan yang tengah menatapnya.

"Sifatnya nggak jauh beda. Cuman lebih cuek aja. Padahal Nathan dulu asikan orangnya," kata Zevan, saat melihat Zea sudah tidak ada di pandangannya.

Saat bell istirahat berbunyi, seluruh siswa-siswi Alatra berhamburan menuju kelas masing-masing. Zea tengah membaca buku catatannya dengan diam dan ketenangan, padahal kelasnya seperti suasana pasar tengah ramai diskon.

Seorang laki-laki berjalan ke arahnya dengan tatapan sinis menatapnya. Dia ketua kelas, sekaligus orang yang paling pintar sebelumnya, sebelum Zea masuk ke kelasnya. Sejak Zea masuk, dia merasa tersaingi dan tidak menyukai Zea.

"Lo jangan sok pintar di depan gua bisa nggak?" tanya laki-laki tersebut yang memiliki name tag Arlan Baswara.

"Sok pintar? Maksud lo?"

Seluruh kelas menjadi diam saat mereka mendengar ucapan Zea yang bagi mereka berani menentang ketua kelas yang memiliki ego yang besar.

"Lo tuh di sini masih baru, jangan cari muka di depan guru. Apalagi sampai sok deket lagi," tunjuk-tunjuk Arlan.

"Maksud lo apa, sih?" bingung Zea.

"Nggak usah sok nggak tau deh lo. Lain kali kalau ada guru yang ngasih soal atau lagi ujian. Jangan pernah lo duluan yang ngumpulin sebelum gua."

"Kenapa? Orang gua udah selesai, kok. Ngapain nungguin lo duluan?"

Arlan melirik sekitarnya. "Karena gua nggak suka kalau ada orang lain yang membuat gua merasa tersaingi."

"Gua nggak nyaingin elo, dan gua juga nggak minat. Karena kalau gua bisa, yah bisa, kalau enggak, ya udah. Lo duluan atau enggak itu juga tergantung diri lo sendiri bisa atau enggak," balas Zea dengan penuh percaya diri.

Hampir seluruh kelas tersenyum melihat sikap Zea yang menentang ketua kelasnya. Mereka mungkin akan mendukung Zea, karena hanya Zea yang berani menentang Arlan dengan keberanian dan kepintarannya.

Arlan menatap Zea kesal dan ingin memukulnya jika Zea itu laki-laki. Ia menahan amarahnya saat ada orang yang berani menentang omongannya. Di sini hanya Zea yang berani menentangnya. Sisanya tidak, karena jika menentang Arlan, orang yang menentangnya akan tidak tenang saat di sekolah.

Memiliki ego yang tinggi, tidak ada yang boleh berada di depannya, selalu merasa tersaingi, mudah tersulut emosi, dan tatapan sinis sana-sini. Itulah, Arlan si ketua kelas mereka.

Zea membalas tatapan tajam Arlan saat tatapan tersebut tertuju ke arahnya. Ia berani, karena tidak ingin ada orang yang semena-mena di hadapannya. Apalagi yang tidak memiliki sopan santun dan tidak menjaga sikapnya.

Tiba-tiba seorang guru masuk dan membuat mereka semua duduk di bangku masing-masing. Barulah setelah mereka duduk di tempat masing-masing, Arlan sekilas melirik Zea sebelum kembali ke mejanya yang paling depan dan berhadapan langsung dengan papan.

Entah perasaan apa ini, mungkin Zea harus terbiasa tentang suasana dan keadaan yang jauh berbeda dengan sekolahnya sebelumnya. Jam pembelajaran berlanjut terus dengan jam pembelajaran yang sama di kelas Zevan dan Retha yang berjalan lancar.

Hanya karena Zea mengumpulkan bukunya terlebih dahulu, Arlan menatap Zea dengan tatapan sinis dan tidak suka. Setelah mengumpulkan tugas-tugasnya kepada sang guru pengajar. Zea langsung membereskan buku-bukunya karena bell pulang sekolah telah berbunyi.

Seluruh kelas sudah keluar dan hanya menyisakan Zea dan Arlan di dalam kelasnya. Arlan berjalan mendekati Zea dan menatapnya tajam. "Jangan lo menentang omongan gua, kalau lo nggak mau keluar dari sekolah ini hanya dalam jangka waktu sehari."

"Emang gua takut? Kalaupun gua dikeluarin, emang lo punya bukti? Enggak, kan?" balas Zea. "Kalau lo membuat-buat sebuah cerita agar gua di keluarin, tenang aja. Karena gua juga nggak peduli dengan mulut lo yang bau sampah dan merendah-rendahkan orang-orang di sekitar lo."

Arlan terdiam. Zea berjalan melewatinya dengan sengaja menabrak bahunya sangat kencang. Ia tersenyum, ternyata ada orang yang berani dengannya. Baru kali ini. Karena orang yang menentangnya, besoknya langsung patuh kepadanya. Tidak dengan seorang Zea yang pemberani.

...••••...

...Kau memiliki ego, orang lain juga punya. Jangan membuat masalah karena adanya perbedaan pendapat....

...Sebuah pertikaian dan pertengkaran muncul akibat perbedaan yang membuat mereka memperdebatkannya. Padahal, bicara baik-baik dengan kepala dingin juga bisa menyelesaikannya. ...

...Sikap mereka yang gegabah saja yang merusak keadaan dan suasana. Mengakibatkan pertengkaran dan kecanggungan....

...Jangan samakan dirimu dengan orang lain, karena itu jelas-jelas berbeda. Perbedaan pendapat dapat kita bicarakan dan menemukan jalan keluarnya jika kita saling memberikan masukan....

...Kau memiliki hak untuk berpendapat, tapi orang lain juga punya. Jadi jangan memaksa pendapat orang lain untuk kau singkirkan....

...Kita punya beberapa hak dan kewajiban yang sama. Jadi jangan saling merendahkan hanya karena sebuah jabatan atau sesuatu yang membuatmu tidak menyukainya, lalu merendahkannya....

...Sampingkan emosi yang berlebih dan mulai berdiskusi dengan kepala dingin dan juga pendapat masing-masing untuk dibicarakan. Bukan dipertikaian....

...••••...

...TBC....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!