NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5

Pagi itu, udara Jakarta terasa lebih dingin dari biasanya. Awan mendung menyelimuti langit, seakan mengisyaratkan hari yang tak biasa. Monica melangkah ke kantor dengan langkah lebih pelan. Pesan Teddy semalam membuatnya gelisah. Ia tak tahu maksud pesan itu—klarifikasi, peringatan, atau basa-basi? Jantungnya belum tenang sejak saat itu.

Sesampainya di kantor, suasana lantai lima seperti biasa: dingin, rapi, dan profesional. Namun suasana hatinya berbeda. Saat hendak duduk, Bu Mira, sekretaris senior, memanggilnya.

"Monica, Pak Teddy minta kamu datang ke ruangannya sekarang juga," katanya datar.

Monica mengangguk, merapikan blazer, dan menarik napas panjang. Tenang, ini pasti soal pekerjaan. Jangan baper. Jangan geer.

Ia mengetuk pintu ruang Teddy. "Masuk," suara beratnya terdengar.

Monica masuk. Teddy duduk di balik meja, matanya menatap layar laptop. Saat Monica masuk, ia menutup laptop dan menatapnya dengan tatapan serius, tajam, dan—entah kenapa—ada luka di dalamnya.

"Duduk," perintahnya singkat.

Monica duduk, menjaga sikap sopan dan profesional.

"Monica, aku tahu ini tidak biasa… Tapi aku ingin tanya sesuatu, bukan sebagai atasan, tapi sebagai… seorang pria," ucap Teddy tiba-tiba.

Monica mengerutkan dahi, jantungnya berdebar kencang. "Silakan, Pak."

Teddy menatap matanya dalam-dalam. "Kalau seseorang punya masa lalu yang kelam… yang tidak bisa dihapus, kamu masih bisa menghargainya sebagai seseorang yang layak diberi kesempatan?"

Pertanyaan itu membuat Monica terdiam. Ia tahu ini bukan tanya jawab biasa. Ini personal. Sangat personal.

"Setiap orang punya masa lalu, Pak. Dan saya percaya, tidak semua masa lalu itu mencerminkan masa depan. Yang penting adalah bagaimana seseorang berubah, dan niatnya sekarang," jawab Monica pelan, namun yakin.

Teddy menatapnya, dan untuk pertama kalinya, senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang jarang terlihat.

"Jawaban kamu… lebih dari cukup," gumamnya.

Monica hampir bertanya lebih lanjut, tapi Teddy mengalihkan pandangan.

"Oke, kamu bisa kembali ke mejamu. Nanti siang kamu ikut saya ke pertemuan klien—kamu akan gantiin posisi Bu Mira yang sedang cuti. Anggap ini… promosi kecil-kecilan."

Monica terkejut. Ia mengangguk cepat, "Siap, Pak."

Saat keluar ruangan, langkahnya terasa ringan. Bukan karena tugas baru, melainkan karena sesuatu yang tak terjelaskan—semacam benih perasaan yang mulai tumbuh tanpa izin. Dan itu… baru awalnya. Ia merasakan ada sesuatu yang lebih dari sekedar hubungan atasan dan bawahan yang mulai terjalin di antara mereka. Suatu hubungan yang penuh dengan potensi dan juga ketidakpastian. Ia menyadari bahwa hubungan ini akan membawa banyak tantangan dan kemungkinan, baik yang positif maupun yang negatif. Ia harus siap menghadapi segala konsekuensinya. Namun, di tengah-tengah kegugupannya, ada secercah harapan dan kegembiraan yang mulai tumbuh di dalam hatinya. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang istimewa yang sedang terjadi, dan ia ingin melihat ke mana arah hubungan ini akan membawanya.

Monica duduk di kursi penumpang mobil dinas Teddy, merasa aneh, canggung, namun juga mendebarkan. Bukan karena pertemuan klien, melainkan situasi tak biasa ini: berdua saja di mobil yang terasa sempit, dengan kisah masa lalu yang belum selesai.

Teddy menyetir fokus. Sesekali melirik Monica, tapi tak bicara.

"Pak… pertemuannya di mana, ya?" tanya Monica memecah keheningan.

"Di Kemang. Sebuah galeri seni. Klien kita suka ketemu di tempat yang… nyeni," jawab Teddy datar, namun ada senyum kecil.

Monica mengangguk, "Saya siap, Pak."

Mereka tiba di galeri seni mewah namun hangat. Lukisan dan instalasi artistik menggugah rasa penasaran. Monica mengikuti Teddy. Seorang pria paruh baya menyambut mereka. Pertemuan berjalan lancar. Teddy profesional dan tangkas. Monica sigap dan cepat tanggap.

Namun, klien mereka bertanya pada Teddy dengan nada menggoda, "Pak Teddy, ini yang selalu bareng Bapak sekarang ya? Calon baru, nih?"

Monica tersedak air minumnya. Matanya melebar, wajah Teddy berubah serius.

"Dia staf saya. Cerdas, dan saya percaya dengan kemampuannya," jawab Teddy tegas.

Klien itu tertawa, "Ah, saya cuma bercanda. Tapi serius, Pak… kalau saya seganteng Bapak, dan punya anak buah secantik ini, saya nggak bakal betah jomblo."

Teddy hanya tersenyum tipis, lalu melanjutkan pembahasan bisnis. Tapi Monica tahu, suasana hatinya berubah.

Setelah pertemuan, mereka kembali ke mobil. Sepanjang perjalanan, tak ada kata-kata. Saat lampu merah menyala, Teddy tiba-tiba bicara, "Maaf soal tadi. Kamu pasti risih."

Monica tersenyum, "Nggak, Pak. Saya sudah biasa dengar yang begitu. Tapi saya tahu Bapak bisa menanganinya."

Teddy menatapnya, "Kamu tahu, Monica… saya sering dianggap dingin, kaku, terlalu serius. Mungkin karena masa lalu saya. Tapi… kamu bikin saya lupa sebentar tentang semua itu."

Monica tak bisa membalas. Kata-kata Teddy jujur dan nyata. Ia sadar, batas profesional yang dulu tegas kini mulai kabur. Ada yang berubah, dari Teddy dan dirinya sendiri.

Mobil melaju saat lampu hijau menyala, tapi hati Monica berhenti sejenak—terjebak dalam satu pertanyaan: Kalau hatinya benar-benar terbuka… beranikah aku masuk ke dalamnya?

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!