NovelToon NovelToon
TERPERANGKAP

TERPERANGKAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / One Night Stand / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Barat
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

Samantha tidak mampu mengingat apa yang terjadi, dia hanya ingat malam itu dia minum segelas anggur, dan dia mulai mengantuk...kantuk yang tidak biasa. Dan saat terbangun dia berada dalam satu ranjang dengan pria yang bahkan tidak ia kenal.

Malam yang kelam itu akhirnya menjadi sebuah petaka untuk Samantha, lelaki asing yang ingin memiliki seutuhnya atas diri Samantha, dan Samantha yang tidak ingin menyerah dengan pernikahannya.

Mampukah Samantha dan Leonard menjadi pasangan abadi? Ataukah hati wanita itu bergeser menyukai pria dari kesalahan kelamnya?

PERINGATAN KONTEN(CONTENT WARNING)
Kisah ini memuat luka, cinta yang kelam, dan batas antar cinta dan kepasrahan. Tidak disarankan untuk pembaca dibawah usia 18 tahun kebawah atau yang rentan terhadap konten tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27 : Malam Panjang Clara dan Axton

Malam itu, suasana di apartemen Samantha terasa berbeda. Cahaya lembut dari lampu gantung menari-nari di atas meja makan, menciptakan bayangan halus di sekelilingnya. Ruangan yang biasanya dipenuhi oleh kesibukan dan perasaan tegang kini terasa hangat dan damai. Hanya ada mereka berdua, duduk berhadapan di meja makan, menikmati hidangan yang penuh rasa dan tawa kecil yang mengalir tanpa henti.

Samantha menatap piringnya sejenak, sebelum mengangkat garpu dan melanjutkan suapan berikutnya. Leonard, yang tampaknya sudah terbiasa dengan ketenangan ini, sesekali melemparkan senyum simpul, menikmati kedamaian yang mereka ciptakan bersama.

Namun, di tengah keheningan yang damai itu, Leonard akhirnya membuka topik yang telah lama ingin dia bicarakan. Ia meletakkan garpunya, kemudian menyandarkan tangan di meja, matanya fokus pada Samantha.

"Hei, aku membaca beberapa artikel minggu lalu," kata Leonard, suaranya datar namun jelas.

Samantha yang tengah menyuap makanannya berhenti sejenak, lalu menatapnya dengan tatapan curiga. "Artikel? Tentang apa?"

Leonard tersenyum tipis, seolah sudah tahu arah pembicaraannya. "Tentang kamu dan Nathaniel," lanjutnya, matanya tidak lepas dari wajah Samantha yang tiba-tiba berubah kaku.

Samantha menahan napas, hati terasa mencekam. Tak disangka, Leonard ternyata mengetahui rumor-rumor yang beredar di luar sana, meski dia sibuk dengan pekerjaannya. Tetapi Samantha berusaha untuk tidak tampak cemas, berusaha terlihat tenang. “Oh? Jadi kamu tahu semua itu?” tanyanya, suaranya datar meski sedikit terkesan santai.

Leonard mengangguk, melemparkan senyum kecil. "Tentu saja. Tidak mungkin aku tidak mendengarnya, bahkan di tengah kesibukanku. Semuanya sangat jelas, bukan? Artikel-artikel itu hanya memperbesar masalah yang tidak ada."

Samantha memiringkan kepalanya sedikit, matanya berbinar dengan kilatan usil. "Lalu... kamu tidak cemburu?" tanyanya dengan ekspresi genit, bermain-main dengan kata-kata. Senyumnya hampir terlihat menggoda, tetapi di balik senyumnya, ada pertanyaan yang benar-benar ingin ia tahu jawabannya.

Leonard tertawa renyah, suaranya hangat dan meyakinkan. "Tentu saja cemburu," jawabnya dengan santai. "Jika lelaki itu bukan Nathaniel."

Samantha terdiam sejenak, kemudian tersenyum tipis. "Kamu aneh," katanya sambil memutar mata, tetapi di dalam hatinya, ia merasa sedikit lega mendengar jawaban Leonard yang jujur. Namun, meskipun ia menunjukkan tampaknya santai dan tak terganggu, rasa cemas tetap merayapi setiap sudut pikirannya. Siapa yang akan mempercayai bahwa ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik segala hal yang mereka hadapi?

Namun, apa yang tidak ia sadari adalah, bahaya sedang mengintai dari jauh. Di balik bayangan, di tempat yang tak terlihat, ada seseorang yang sedang menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan kedamaian ini. Seseorang yang telah merencanakan sesuatu yang lebih kelam, lebih jahat, dan rencana itu sedang bergerak, mendekat dengan langkah-langkah diam-diam. Clara, dengan rencana gelapnya, tidak akan berhenti sampai semuanya hancur.

Di ruang yang hening itu, tak ada yang tahu betapa bahaya itu semakin dekat, menunggu untuk mengguncang kehidupan mereka yang sempurna.

...****************...

Kamar hotel itu terletak di lantai tertinggi sebuah bangunan tua yang nyaris dilupakan waktu. Tak ada suara selain dengung AC yang menua dan sesekali derit angin yang menyusup dari celah jendela. Lampu gantung menggantung muram, temaramnya menorehkan bayangan panjang di dinding, seolah memperpanjang dosa yang tak ingin diucapkan dengan lantang.

Clara duduk di tepi ranjang, punggungnya tegang, kedua tangannya mengepal di atas pahanya. Gaun hitam ketat yang tadi ia kenakan untuk memikat, kini terasa seperti penjara. Wajahnya yang cantik terlihat jauh lebih dewasa di bawah lapisan makeup tebal, bukan karena usia, tapi karena luka-luka yang tak pernah benar-benar sembuh. Dia menunduk, mendengarkan langkah Axton yang berputar di dalam ruangan seperti pemangsa yang belum memutuskan akan mulai darimana.

Axton masih seperti dulu: angkuh, tenang, dan mematikan. Setelan kasualnya tampak biasa, tapi bahaya memancar dari sorot matanya yang tajam dan suaranya yang rendah seperti bisikan racun. Dia mematikan rokoknya di asbak logam dan mengambil amplop coklat yang tadi Clara sodorkan. Dibukanya pelan, lalu ditumpahkannya isi uang itu ke meja dengan senyum sinis.

"Ini lucu, Clara," katanya sambil memainkan selembar uang, "kau pikir luka-luka lama bisa dibayar dengan lembaran ini?"

Clara menatapnya tajam, menyembunyikan ketakutannya. "Kau hanya perlu menculiknya. Mengambil fotonya. Menjatuhkannya di depan publik. Kau bisa melakukannya. Seperti dulu, kau tahu bagaimana caranya."

Axton tertawa, tawa yang penuh kenangan buruk. "Seperti dulu?" gumamnya, melangkah mendekat. "Seperti saat kau tinggalkan aku demi seorang pria kaya yang menjanjikan posisi manajerial dan apartemen mewah?"

Clara memalingkan wajah, rahangnya mengeras.

"Tapi lihat kau sekarang," lanjut Axton, duduk di sebelahnya, jari-jarinya menelusuri lengan Clara dengan santai tapi mengancam, "kembali padaku. Bukan untuk cinta. Tapi untuk kebencian."

Clara merinding, bukan karena dingin. Tapi karena ia tahu, Axton bukan pria yang bisa dia kendalikan. Tapi ia juga tahu, satu-satunya jalan untuk menang melawan Samantha...adalah melalui pria ini.

"Axton… kumohon. Lakukan ini untukku. Kau akan dapat lebih dari ini. Aku akan...."

"Berikan tubuhmu," potong Axton tajam. "Itu harga yang pantas. Untuk kesenangan. Untuk balas dendammu. Untuk permainan yang kita mulai lagi malam ini."

Clara menutup mata, napasnya goyah. "Kau memang bajingan," gumamnya.

Axton tersenyum, lalu meraih dagu Clara, memaksanya menatap. "Tapi aku bajingan yang tahu caranya menghancurkan seseorang... dan kau tahu itu.”

Clara tak bicara lagi. Ia hanya diam, membiarkan waktu mengunyah sisa-sisa harga dirinya. Di dadanya, dendam pada Samantha membara, membungkam rasa malu, menelan sisa ketakutan yang masih tersisa. Malam itu, ia menyerahkan dirinya, bukan karena cinta, tapi karena kehancuran yang ingin ia lihat terjadi pada seseorang yang telah menyinari dunia yang sudah lama ia anggap gelap.

Dan Axton... pria itu menerima semuanya dengan senyum keji. Karena baginya, balas dendam yang dibayar dengan tubuh wanita yang dulu menolaknya, adalah kemenangan paling manis.

...****************...

Pagi hari setelah malam yang suram itu, Axton berdiri di balkon kamar hotel, mengenakan kaus abu dan celana jeans gelap. Secangkir kopi hitam mengepul di tangan kirinya, sementara mata tajamnya mengawasi lalu lintas kota yang sibuk di kejauhan. Dalam benaknya, roda-roda rencana mulai bergerak, terstruktur, metodis, dan berbahaya.

Dia bukan pria yang bermain setengah hati. Jika sebuah misi telah diterima, maka ia akan menuntaskannya...dengan cara paling efisien dan mematikan.

Di meja kayu lusuh di kamar itu, berserakan sketsa, foto-foto, dan catatan. Wajah Samantha terpampang di tengah, tersenyum di depan kantor, memasuki mobilnya, berdiri berdampingan dengan Leonard dalam sebuah acara formal, dan, foto yang diambil secara diam-diam, saat dia berjalan sendiri pulang malam dari sebuah restoran, wajahnya tampak lelah, langkahnya lengah.

"Dia terlalu percaya bahwa kekuatannya melindunginya," gumam Axton pada dirinya sendiri.

Tangannya yang kekar mulai mengatur jadwal, menandai kemungkinan titik sergap, parkiran bawah tanah kantornya, lorong sempit dekat apartemennya, bahkan rute alternatif yang terkadang Samantha ambil jika ingin menghindari kemacetan.

Ia menyalakan ponsel burner dan menghubungi dua orang lamanya, mantan anak didik dari masa kelamnya, pria-pria bayaran yang tak akan bertanya banyak asal bayarannya cukup.

"Targetnya satu. Wanita. Tidak ada darah. Tidak ada saksi. Aku ingin dia hidu... tapi tidak utuh secara mental,” suara Axton dingin dan tenang.

Di akhir kalimat itu, dia menekan satu foto terakhir ke meja, foto Samantha yang sedang tertawa lepas bersama Leonard dalam sebuah pesta kecil. Jemarinya menekan wajah wanita itu. "Kita lihat...seberapa kuat dia setelah dunia yang ia bangun mulai retak satu per satu."

Sore itu, Axton menghilang dari hotel, menyamar dengan topi lusuh dan hoodie gelap. Dia menyusuri beberapa lokasi dengan teliti, kamera CCTV, pola patroli keamanan, dan titik-titik buta dalam sistem keamanan. Dia seperti bayangan, bergerak cepat, mencatat dan menghitung waktu dengan presisi militer.

Di malam ketiga, semua sudah siap.

Dia mengirim pesan pada Clara:

"Tinggal menunggu saat yang tepat. Tidak akan lama lagi. Siap lihat dia jatuh?"

Clara membalas hanya dengan satu kata:

"Hancurkan."

Axton menatap layar ponselnya dan tersenyum. Malam itu ia menyiapkan mobil van hitam, pelat palsu, dan perlengkapan yang dibutuhkan: penutup mata, suntikan penenang, tali pengikat. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Tidak ada ruang untuk belas kasihan.

Bagi Axton, ini bukan hanya sekadar tugas berbayar. Ini adalah penebusan harga diri. Dan bagi Clara, ini adalah panggung akhir dari kebencian yang tak pernah reda.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!