"Apa yang kamu bicarakan Lin Yi? A-aku sudah kotor sejak kecil haha, dan kamu, dan kalian kenapa masih tertarik pada perempuan sepertiku? Sepertinya kalian kurang berbaur ya, diluar sana masih banyak loh gadis yang lebih dariku dari segi fisik dan mental, so, kerjasama kita bertiga harus profesional ya!" Sebenarnya Safma hanya mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, walaupun Safma sendiri tidak terlalu paham dengan maksud dari kalimatnya secara mendalam. Tidak ada airmata dari wajah Safma, wajahnya benar-benar pintar menyembunyikan emosinya.
"Safma!" Sudah habis kesabaran Lin Yi, kemudian menarik tangan Safma pelan juga tiba-tiba namun dapat membuat gadis itu terhuyung karena tidak seimbang. "Jangan bicarakan hal itu lagi, hatiku sangat sakit mendengarnya. Kamu terlalu berharga untukku, Please biarkan aku terus mencintaimu!" Lirih Lin Yi dibarengi air mata yang mulai berjatuhan tanpa seijinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sazzzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cute momen
Safma perlahan membuka matanya, lalu mengerjapkan mata beberapa kali mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netra nya. Tak ia sangka matanya menatap Lin Yi yang sedang tidur didekatnya, tidur dengan tangan dilipat juga kepalanya yang disangga oleh kedua tangan sambil duduk. Terlihat pegal jika tidur seperti itu kan?
Siapa sangka, saat Safma tertidur tadi, si Lin Yi juga ikut tertidur. Padahal Safma pikir, Lin Yi tadi sudah kembali ke kamarnya, ternyata ia salah kira. Safma mengatur nafasnya agar stabil, karena ia tidak biasa tidur dekat dengan orang asing. Ngomong-ngomong, ini sudah melewatkan makan siang dan makan malam kan? Ya, Safma baru menyadari saat melihat jam didinding menunjukkan pukul 9 malam.
Tiba-tiba saja Lin Yi mengusap lembut dahi Safma yang mengernyit, "Jangan terlalu banyak berfikir." Teguran dengan suara khas milik Lin Yi.
Ngelag bentar, "Kamu sudah bangun?"
Mengangguk mengiyakan dengan tersenyum manis, Lin Yi masih setia mengusap lembut dahi Safma sayang. "Sudah."
"Kamu dan River sudah belum makan siang dan makan malam?" Kepo Safma.
"Sudah, dan River juga izin pergi ke rumah salah satu karyawan kamu tadi. Namanya kalau tidak salah ... Bambang, iya, katanya mereka akan ada rapat bersama tentang TOSERBA sesuai perintah kamu." Tahu Lin Yi.
Kemudian Safma mengangguk paham, karena memang dirinya tadi malam sebelum kejadian yang menimpanya saat ini, meminta Bambang sebagai seorang manager toko miliknya untuk membahas soal tokonya. Ingin menambah barang dan ide lainnya.
"Kamu mau bubur atau soup?" Tanya dari Lin Yi dengan penuh perhatian.
Safma berfikir sejenak, "Yang menurut kamu mudah saja."
"Kamu meragukan kemampuan memasakku? Masakan River saja tidak ada apa-apanya dengan masakan ku, asal kamu tahu itu." Ah menyebalkan sekali rasanya cemburu.
Memegang jari kelingking Lin Yi yang besar menurut Safma, tunggu, kenapa Safma merasa seperti bayi yang memegang jemari ayahnya? "Apa yang kamu katakan? Huh, baiklah, aku mau bubur saja." Putus Safma.
Tersenyum senang, "Tunggu ya, karena ini bukan bubur instan."
Ikut tersenyum walaupun tipis, "Ya."
Woah, ternyata benar apa yang dikatakan oleh Lin Yi, pria muda itu pandai memasak. Benar-benar type pria idaman wanita sekaligus mertua, kaya, tampan dan bakat ada, visual ada, hah ... Sempurna juga ya dia. Aku iri padanya, pikir Safma yang berakhir membuatnya insecure. Dari jauh dan membelakangi Safma saja, aura CEO dan alphanya kuat sekali.
Tapi, terlepas dari itu, punggung lebar milik Lin Yi sangat sandarable sekali, uh, andai saja Safma tidak memiliki masa lalu yang kelam, mungkin pernyataan cinta dari Lin Yi ataupun River akan ia terima. Tapi apalah daya takdir Safma tidak seperti yang ia harapkan, yasudah lah, Safma bisa apa. Sungguh, Safma sadar diri kok untuk memberikan peluang bagi kaumnya yang lebih membutuhkan sosok mereka.
Tak berselang lama, Lin Yi datang dengan wajah tersenyum manis membawa nampan dan bubur juga susu hangat. Dan yah, untung saja perkakas dapur Safma di bunker mudah dilihat, jadi tidak perlu bertanya. Good boy deh.
"Aku suapi ya?" Pinta Lin Yi setelah duduk di bangku, kemudian membantu Safma untuk duduk.
"Terimakasih. Tapi aku bisa sendiri," Safma menolak halus.
"Biarkan aku membantu," Kekeuh Lin Yi dengan tulus.
Ck, keras kepala sekali, "Okay." Pasrah Safma.
Akhirnya Safma disuapi, penuh ketelatenan dari Lin Yi, "Habiskan ya!"
Lihatlah, Lin Yi kenapa jadi seperti ini, sangat perhatian, entah kenapa Safma merasa tertegun dan sebenarnya sedikit geli karena ia tidak pernah seperti ini sebelumnya, ya, Safma tidak pernah bermanja seperti ini. Jadi agak aneh dirasanya saat ada yang memanjakan dirinya.
Sibuk membereskan makanan bekas Safma, tak sengaja matanya menangkap riak wajah yang ... "Kenapa dengan wajahmu? Ada yang sakit?" Khawatir Lin Yi saat melihat wajah Safma yang memasang raut wajah aneh menurut Lin Yi.
"Kamu tahu? Ini adalah pertama kalinya saat aku sakit ada yang perhatian padaku, kecuali jika aku kerumah sakit sih. Jadi aku merasa agak aneh." Jujur Safma meringis.
Tertegun sejenak, "Sekarang dan seterusnya tidak akan begitu, nah, makanya ayo kita menikah. Aku akan mengurusmu, jika setelah menikah nanti kamu mau bekerja, maka kita akan bekerja sama karena sepertinya kamu masih ingin bekerja setelah menikah right? Dan aku akan lebih banyak menanam saham di perusahaan startup mulai sekarang. Lalu pekerjaan rumah, aku yang akan mengerjakan itu semua. Lalu kamu, kamu hanya mengurus hal-hal seperti anak dan aku, juga kamu yang akan mengatur uangnya. Bagaimana?" Jelas Lin Yi. "Atau, mungkin kamu mau revisi dan punya pertanyaan seputar hubungan kita setelah menikah nanti?" Lanjut Lin Yi.
Tak bisa berkata-kata, itu yang Safma rasakan sekarang, ini kenapa malah dirinya langsung dilamar sih. Kan jadi trigger sendiri, "Lin Yi, aku merasa masih terlalu muda untuk menikah, umurku juga sekarang masih 21 tahun." Menjelaskan dengan hati-hati.
Terkekeh kecil, "Safma, mau kamu menikah di umur berapapun itu, selagi kamu mau menikah denganku, aku akan menantikannya. Karena kamu adalah tujuanku Safma, aku mungkin seperti seorang penipu yang merayu anak gadis, tapi itu adalah kamu, dan kamu orang pertama juga satu-satunya yang bisa membuatku tahu arti hidup itu apa. Jadi aku mohon, biarkan aku berjuang mengambil hatimu."
"Lin Yi, kita memiliki tembok yang tinggi," Safma berusaha menyadarkan Lin Yi, oh ayolah, mereka beda agama.
Tersenyum manis, "Aku sudah mualaf sebelum ke Indonesia."
Kaget dong Safma, "Mualaf?"
Mengangguk mengiyakan, "Iya." Dan Lin Yi melihat raut bertanya dari Safma, "Sebenarnya sebelum bertemu denganmu, aku sudah sering belajar agama Islam, karena rata-rata klienku dari Timur Tengah. Dan setelah bertemu denganmu, lalu tahu sepak terjang kamu dan tahu agama kamu. Aku memutuskan untuk mualaf, sungguh, awalnya aku suka sekali mendengar adzan dan aku merasa nyaman mendengar suara kamu membaca Alquran di masjid. Jadi tidak ada alasan bagi kamu untuk menolak lagi selain umur kamu kan?"
Baiklah, ucapan Lin Yi memang benar, "Aku perlu waktu memikirkan hal itu, apakah kamu mau menungguku?" Putus Safma, entah kenapa ia mengatakan demikian.
Puas? Tentu saja, "Ya, aku harap jawabanmu adalah berita baik." Senyum Lin Yi, "Ayo minum obatnya, ini!" Lin Yi menyerahkan beberapa butir obat untuk Safma, "Aku akan mencucinya dulu." Kemudian membawa nampan berisi mangkuk kotor ke kitchen set.
"Hm."
Namun tiba-tiba saja Safma mendengar suara? Lalu terkekeh geli, itu suara perut Lin Yi? Apakah pria muda itu sedang menahan lapar dari tadi? Atau bisa saja Lin Yi terlambat makan karena menunggunya bangun? Ah, Safma menjadi merasa bersalah.
Badannya sudah terasa mendingan, jadi untuk melakukannya sudah bisa kan? Baiklah, Safma mulai bangun dari tempat duduknya dan berjalan perlahan menghampiri Lin Yi yang sibuk mencuci bekas wadah makanannya.
Berdiri di samping Lin Yi, menoleh sebentar dan menghela nafasnya, miris saat sadar selisih tinggi badan mereka. Kira-kira Safma waktu pembagian tinggi badan ngapain ya sampai bisa dapatkan stok 150 cm saja. Dibilang tidak bersyukur dengan tinggi badan, tentu jawabannya netral, karena ya kadang itu Safma insecure kadang juga merasa bersyukur.
Baiklah, Safma akan membuat bubur juga untuk Lin Yi, iya versi buatan Safma. Kini tangan Safma sibuk membuat makanan untuk Lin Yi, kasihan juga jika si Lin Yi ini menahan lapar karena Safma.
"Safma?" Kaget Lin Yi malah mematung.
"Hm?" Balas Safma dengan deheman karena sibuk dengan urusannya.
"Kamu istirahat saja," Khawatir Lin Yi.
"Tubuhku sudah mendingan, jangan khawatir, aku sudah biasa begini." Tersenyum tipis.
"Kamu membuat ku khawatir." Gumam Lin Yi.
Akhirnya bubur Safma pun sudah selesai dibuat, lalu Safma membawanya ke meja makan dan setelahnya kembali menghampiri Lin Yi dan menarik pergelangan tangan pria muda itu untuk menghampiri meja makannya.
"Duduklah!" Pintanya.
Patuh, Lin Yi menurut saat diperintahkan untuk duduk oleh Safma. "Aku tidak lapar Safma." Tahu Lin Yi.
Tapi tiba-tiba saja ...
Krrruk krrukkk
Wajah Lin Yi langsung memerah, namun berusaha pria muda itu sembunyikan dari Safma dengan menunduk dan menangkup wajahnya sendiri dengan kedua tangan.
Safma menghampiri Lin Yi dan memendekkan tubuhnya dan menatap perut Lin Yi, dari luar saja terlihat sehat apalagi didalam ya, pasti eight pack. Eh? Apa yang Safma pikirkan huuu ...
Pandangan Safma dari perut Lin Yi lalu pindah ke wajahnya, "Kamu lapar Lin Yi." Ujar Safma seolah mengintimidasi.
Meneguk salivanya, "Iya." Jujur Lin Yi.
"Hem, makanlah, aku yang membuatnya khusus untuk mu, terimakasih sudah merawat ku." Setelah mengatakan hal itu, Safma mengambil tempat duduk di sisi ranjang karena meja makan miliknya hanya untuk satu orang.
Mengangguk mengiyakan, "Aku juga berterimakasih padamu." Lalu melanjutkan acara makan malam yang double karena makan siang yang tidak sempat.
Sebentar, sepertinya Safma melupakan sesuatu, tapi apa ya itu? Oh, Safma belum mengganti pembalut kainnya. Sepertinya Safma harus mengganti itu, ah Safma akan mandi sekalian setelah ini.
"Safma, maaf aku tadi memakai tempat ibadahmu, aku tidak sempat keluar untuk ke masjid soalnya. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa." Lirih Lin Yi dengan ekspresi menunggu jawaban dari gadis yang sedang duduk manis di sisi ranjangnya.
"Gapapa, aku juga ikut mendapatkan pahala bukan? Selagi itu hal positif it's okay."
"Menikah dan memproduksi anak juga tindakan menuju tanda positif." Jokes Lin Yi.
"Simpan saja itu dalam pikiran kamu, kenapa kamu terlalu sering membahasnya sih." Risih Safma.
"Maaf telah membuatmu tak nyaman." Lin Yi tersenyum tipis.
Agak nyeri ya?
"Lin Yi, aku sedang datang bulan, jadi tolong maafkan aku, juga jika ucapan ku menyakitimu." Jujur Safma.
"Aku paham calon istri." Goda Lin Yi full senyum.
Eh, apakah Safma baru saja dikerjai? Oleh Lin Yi? Yang benar saja hey, pria muda itu terlalu berani mengobrak-abrik hati Safma sekarang. Bagaimana ini, Safma khawatir akan mulai tertarik secara perlahan pada Lin Yi.
Dan untuk River.
Andai bisa Harem seperti di novel yang pernah Safma baca ketika asyik sendiri, pasti River dan Lin Yi akan ia jadikan partner hidup untuk bisnisnya. Terdengar jahat, tapi ini adalah Safma loh. Lalu untuk anak, bisa di install lewat aplikasi bukan?
Tak lama terlintas ide dibenak Safma, "Oh ya, boleh aku minta tolong?"
"Boleh, hal apa?"
"Nanti saat si River datang dan menanyakan keadaanku, tolong jawab aku baik-baik saja."
"Okay."