Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jodoh Untuk Alina
Beberapa hari kemudian.......
Alina masih termenung di kamarnya. Sesaat ia tak tahu harus melakukan apa. Bingung. Resah. Masih teringat kata kata ibunya barusan.
"Pokoknya kamu harus segera menikah Lin. Ibu gak mau diomongin orang, gara gara kamu telat jodoh dan dikatain orang sekampung dengan predikat perawan tua"
"Tapi Bu..... " sela Alina
"Gak ada tapi tapi," tegas ibunya.
"Iwan itu anaknya baik. Ibunya satu group pengajian dengan Ibu. Dia juga PNS, hidup kamu terjamin nantinya.
Ibu sudah sampaikan kalau nanti malam dia akan bertemu kamu sebelum resmi melamar. Kamu harus pertimbangkan itu. "
Sedetik tatapan Alina membulat memandang ibunya yang bicara terlalu bersemangat sambil menunjuk nunjuk tangan ke arah wajahnya.
Kemudian ia mengerang...
"Bu, tapi bertemu dulu kan... Aku gak mau kalau kawan ibu itu cowok yang gak bisa nyambung diajak ngobrol."
Berkata demikian Alina memonyongkan mulutnya. Ada nada penolakan di intonasinya. Dia masih trauma dengan Marsudi yang sama sekali gak nyaman diajak ngobrol. Buat Alina standar otak memang nomor satu. Setelah itu wajah. Selebihnya materi bisa dicari bersama. Tapi bahkan tak satupun orang terdekat dengannya paham apa maunya. Termasuk ibunya yang menurut Alina lebih mementingkan pikiran orang daripada kenyamanan anaknya sendiri. Tak sadar Alina pun mendengus.
Ibunya hanya geleng geleng kepala sambil berlalu. "Dasar anak susah diatur! "
Alina pun segera masuk kamar dan membuka diarynya. Selama ini bukan dia tidak menerima kehadiran seorang pria.
Kejadian beberapa tahun lalu yang membuat ia terluka kembali terbayang di pelupuk matanya. Muchsin, lelaki keturunan Arab yang menurutnya sempurna, begitu saja meninggalkannya bahkan setelah melamarnya. Sehingga ia akhirnya mengunci pintu hatinya rapat rapat. Seolah takut kejadian itu akan terulang lagi. Dan saat ini kenapa juga ibu masih saja memaksakan aku segera menikah.... aku sudah nyaman sendiri, gumamnya putus asa.
"Ya Allah aku bukan tidak mau menuruti ibuku. Tapi hatiku masih enggan menerima siapapun.... Tunjukkan jalanMu Ya Allah, berikan yang terbaik untukku." Basah mata Alina mendoa pada Sang Kuasa untuk dirinya sendiri.
Dia sudah selesai sholat magrib saat pintu kamarnya diketuk oleh ibunya.
Perempuan berusia 26 tahun itu melipat mukenanya.
"ya Bu, sebentar. "
"Iwan sudah datang Lin. Kamu segera ke depan sana. Biar ibu yang buatkan minum"
Giliran ada maunya aja, ibu mau susah payah...Alina mendecak kesal.
Malas sekali rasanya bertemu orang yang sama sekali tak diinginkannya.
Sambil menyeret sendal nya Alina menuju ruang tamu.
Dia terkejut sesaat mendapati Iwan, laki laki itu sudah duduk di kursi tamu.
Dasar gak sopan, gumamnya perlahan.
Jangan tanya penampakannya karena Alina malas menatap wajah berkacamata tebal itu. Cupu, batin Alina.
"Assalamualaikum" sapa Iwan ramah
"Waalaikumsalam" meski enggan menjawab Alina tetap memperdengarkan suaranya perlahan
Dia pun duduk di kursi terjauh dari tempat Iwan berada.
Alina pun terdiam sambil terus memainkan gawainya.
Iwan mencoba terus mengajak mengobrol namun Alina hanya menjawab sepatah dua patah kata.
Sama sekali Alina tidak menunjukkan ketertarikan dengan pembicaraan Iwan.
Bahkan Alina menunjukkan gelagat tak suka. Akhirnya Iwan pun berpamitan karena ia sadar meskipun Alina cukup cantik di matanya, namun sikapnya bagai es batu yang nampak tak mungkin mencair. Persis saat ia berdiri ibu Alina datang membawa minuman dingin dan sepiring kue.
"Loh Nak Iwan mau kemana? Ini kuenya belum dicicipi. "
Iwan pun berdusta, "Maaf bu barusan ada panggilan kawan lumayan darurat, saya minta ijin malam ini gak bisa lama lama karena harus segera menolong kawan"
"Ooh begitu" raut wajah ibu Anik nampak kecewa. Sedetik dia melirik Alina yang justru menunjukkan wajah sumringah saat Iwan berpamitan.
Hal itu membuat Bu Anik curiga.
cek profil aku ada cerita terbaru judulnya
THE EVIL TWINS
atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.
terima kasih