NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Idola sekolah
Popularitas:641
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perdebatan

Mereka sudah berkumpul di lapangan. Panas terik matahari menyinari mereka, membuat keringat mulai bermunculan di dahi. Para siswa mulai melakukan pemanasan, mempersiapkan diri untuk kegiatan olahraga.

Dara bersama kedua temannya berbaris di belakang. Dara masih terlihat mendiamkan kedua temannya dan fokus pada pemanasan.

"Del, Dara marah, ya?" Sella berbisik, suaranya terdengar ragu. Ia telah memperhatikan Dara yang sedari tadi tampak mendiamkan mereka berdua.

Dela juga merasakan hal yang sama. "Em nggak tahu juga, Sell. Nanti kita minta maaf, deh." ujarnya, menunjukkan niatnya untuk meminta maaf kepada Dara.

Sella mengangguk setuju. Mereka berdua merasa tidak nyaman dengan sikap Dara yang mendiamkan mereka. Rasa bersalah mereka semakin besar. Mereka merasa telah melakukan kesalahan kepada Dara.

Pemanasan tidak berlangsung lama. Setelah selesai, mereka mencari tempat berteduh dari terik matahari. Dela dan Sella menghampiri Dara yang telah duduk di bawah pohon rindang.

"Ra, lo kenapa?" Dela bertanya dengan suara lirihnya, mencoba untuk mendekati Dara dengan lembut. Ia ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Dara.

Dara menggelengkan kepala, mencoba untuk menyembunyikan perasaannya. "Gue nggak papa, Del." ujarnya, suaranya terdengar datar. Ia berusaha untuk bersikap tenang. Ia tidak ingin menceritakan masalahnya kepada Dela dan Sella.

"Nggak papa apanya, sih, Ra?! Lo tadi ninggalin kita, terus lo juga diem aja dari tadi. Kalau kita ada salah, ya, lo ngomong, Ra. Jangan diem aja!" Sella sedikit meninggikan suaranya, menunjukkan kekesalannya. Ia merasa tidak nyaman dengan sikap Dara yang mendiamkan mereka.

"Gue nggak papa, Sell." Dara kembali menjawab dengan santai, mencoba untuk tetap tenang. Ia merasa tidak ingin bercerita tentang masalahnya.

Dela menghela napas, kemudian mengusap bahu Sella, mencoba untuk menenangkan temannya. "Ra, kita temen. Kalau salah satu dari kita ada masalah, ya cerita jangan dipendam sendiri." ujarnya, suaranya lembut dan penuh pengertian. Ia ingin Dara merasa nyaman untuk bercerita kepadanya.

"Dan kalau pun lo belum siap buat cerita nggak papa. Tapi jangan kelamaan, Ra. Kita kenal udah lama dan udah lewatin susah senang bareng. Jadi, kalau ada apa-apa dibicarakan Jangan dipendam, ya, Ra." Dela menambahkan, menunjukkan dukungan dan pengertiannya kepada Dara. Ia ingin Dara merasa nyaman dan aman untuk bercerita kepadanya. Ia ingin Dara merasa bahwa ia tidak sendiri.

Dara mengangguk, senyumnya mengembang sedikit. "Iya, tenang, Del. Kalau gue udah siap, gue bakal cerita sama kalian. Soal tadi, gue minta maaf bukannya gue marah sama kalian tapi perut gue mules…" ujarnya, menjelaskan alasan ia mendiamkan mereka. Ia tersenyum, menunjukkan bahwa ia tidak marah kepada mereka.

Sella mengerutkan dahinya, tampak masih ragu dengan penjelasan Dara. "Lo bohong, Ra! Apa jangan-jangan Andra yang udah buat lo kayak gini?" tanyanya, suaranya terdengar curiga. Ia masih merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Dara.

"Nggak, Sell. Nggak ada sangkut pautnya sama Andra." Dara menjawab dengan tegas. Ia ingin meyakinkan Sella bahwa masalahnya tidak ada hubungannya dengan Andra.

Dela menghela napas kasar, kemudian menenangkan Sella. "Udah, dong jangan kayak gini, Sell. Mungkin Dara butuh waktu Kita sebagai teman cuma bisa mendukung bukan malah menyebutkan Dara kayak gini." ujarnya, mencoba untuk meredakan suasana. Ia merasa bahwa Sella telah bertindak terlalu jauh.

"Oke. Gue minta maaf kalau gue seakan-akan menyudutkan lo, Ra. Tapi perlu lo inget, gue kayak gini itu khawatir dan care sama lo. Karena lo sahabat kita, Ra." Sella menjelaskan, suaranya terdengar lebih lembut. Ia menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada Dara.

Dara menghela napas panjang, menunjukkan bahwa ia mengerti. "Hem, gue tahu. Kalau gitu, sepulang sekolah kita ke kafe aja. Nanti gue bakal ceritain semua," ujarnya, mungkin dengan ini hati Dara akan menjadi lebih tenang dan beban dalam pikirannya akan lebih ringan.

"Ke kafe Abang gue?" Dela bertanya, suaranya terdengar sedikit heran. Ia tidak menyangka Dara akan mengajak mereka ke kafe.

Dara menggelengkan kepalanya. "Nggak… ke kafe deket sini aja…" ujarnya, menjelaskan pilihannya. Ia memilih kafe yang lebih dekat dengan sekolah.

Dela masih merasa heran. "Tumben…" ujarnya, menunjukkan rasa terkejutnya. Ia merasa bahwa Dara sedang menyembunyikan sesuatu.

Beberapa saat kemudian, bel istirahat berbunyi. Mereka bertiga berjalan menuju kantin. Andra diam-diam mengikuti mereka dari belakang. Awalnya, Dela dan Sella tidak setuju, namun Andra memaksa, dan Dara juga tidak keberatan.

Dara hampir lupa bahwa ia juga telah mengajak Zian untuk makan siang bersama. Jadinya Zian lah yang menghampiri Dara ke kantin. Jadi sekarang satu meja itu berisikan lima orang. Dua laki-laki dan tiga perempuan.

Suasana begitu canggung diantara mereka. Tatapan tajam antara Zian dan Andra terasa sangat menegangkan, namun ketiga wanita itu tidak memperdulikannya dan melanjutkan obrolan mereka.

"Ngapain lo ke sini?!" Zian bertanya dengan tegas, tatapannya tajam dan tertuju pada Andra. Ia merasa kesal dengan kehadiran Andra.

"Lo kira ke kantin mau ngapain? Masa iya mau nyanyi sambil bawa gelas kosong?" Andra membalas dengan nada yang tidak kalah tajam. Ia juga merasa kesal dengan kehadiran Zian.

Zian menatap Andra dengan sengit. "Heh! Gue itu diajak sama kesayangan gue, Dara!" ujarnya, mencoba untuk menunjukkan bahwa ia memiliki hak untuk berada di sana.

Andra berdecih, menunjukkan rasa tidak sukanya yang begitu kentara. "Terpaksa kali, jangan sombong dulu." ujarnya, nada suaranya terdengar meremehkan.

Dara memejamkan mata sejenak, kemudian menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya. Ketegangan antara Andra dan Zian membuatnya merasa risih dan jengkel.

Ia tidak ingin pertengkaran mereka mengganggu makan siangnya. Dengan suara lirih namun tegas, Dara menghentikan pertengkaran mereka. "Lo berdua kalau mau ribut itu di lapangan! Bukan di sini. Gue mau makan dengan tenang!" ujarnya, nada suaranya menunjukkan kekesalannya. Ia ingin agar mereka berdua berhenti bertengkar dan membiarkannya makan dengan tenang.

Andra dan Zian, yang masih saling menatap tajam, tersentak mendengar teguran Dara. Mereka berdua berhenti bertengkar dan menatap Dara. "Musang itu yang duluan, Ra!" Andra menyindir Zian, menunjukkan bahwa Zian lah yang memulai pertengkaran.

Zian, yang tidak terima dituduh, membalas dengan sengit. "Lo monyet! Lo yang duluan!" ujarnya, menunjukkan bahwa ia juga merasa kesal dengan Andra.

Pertengkaran kecil kembali terjadi di antara mereka berdua. Andra terus menuduh Zian memulai pertengkaran, dan Zian membalas dengan tuduhan yang sama. Sikap mereka berdua membuat Dara semakin geram.

Dara berdecak kesal, kemudian menatap tajam ke arah Andra dan Zian. "Heh! Orang tua kalian cari nama buat kalian itu susah, dan pastinya ada maknanya masing-masing! Jadi nggak usah kayak anak kecil! Bisa, kan?!" ujarnya, suaranya terdengar keras dan tegas. Ia menunjukkan kekesalannya terhadap perilaku kekanakan Andra dan Zian. Ia ingin agar mereka berdua lebih dewasa dalam menyelesaikan masalah.

Dela, yang merasa kasihan kepada Dara, mencoba untuk menenangkan suasana. "Ra udah nggak usah buang tenaga sama orang yang nggak berguna kayak mereka" ujarnya, nada bicaranya terdengar menyindir Zian dan Andra. Ia merasa bahwa Andra dan Zian tidak layak untuk diperdebatkan. Ia ingin agar Dara tidak membuang waktu dan tenaganya untuk berurusan dengan mereka. Ia ingin agar Dara fokus menikmati makan siangnya dan bisa merasakan nyaman.

.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!