Dikhianati pacar, siapa yang tidak sakit hati? Apalagi mau menikah dua hari lagi, tapi malah menemukan sebuah fakta jika pacarnya telah berkhianat.
Alexia yang buntu, dengan bodohnya meminta tukang kurir untuk menikah dengannya. Bagaimana jalan ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
"Eh Al, sebentar lagi istirahat. Kamu mau ikut kita gak? Makan di restoran depan."
Alexia memeriksa ponselnya. Tidak ada notifikasi apapun. Lalu Ia tersenyum. "Boleh. Saya ikut."
"Kamu jangan formal-formal begitu. Kita kan sekarang rekan."
"Oke deh." Jawabnya sambil nyengir.
Drrt! Drrt!
Tiba-tiba ponselnya berdering.
"Sebentar ya!"
Lili mengangguk memberikan ruang untuk Alexia.
"Assalamu'alaikum."
......
"Alhamdulillah, untuk saat ini aku nyaman, Mas."
......
"Em, aku sudah terlanjur mengiyakan ajakan teman baruku, Mas. Kalau mau menolak tidak enak, aku kan baru masuk kerja hari ini. Nanti dikira aku tidak mau berteman dengan mereka." Jawabnya sedikit berbisik, Ia melirik kesamping memastikan jika Lili tidak mendengar ucapannya.
......
"Terima kasih, Mas. Mas Alex juga ya. Jangan lupa kewajibannya juga."
......
"Love u more."
Tut!
Panggilan berakhir. Alexia menghela nafas.
"Siapa? Pacar ya?" Ledek Lili.
Alexia menggeleng. "Aku tidak punya pacar. Mau berangkat sekarang?"
"Iya, ayo gays."
Mereka berlima pun pergi bersama.
Setibanya di restoran, mereka memilih tempat duduk dan memesan makanan.
"Kalian tadi liat tatapan Bu Sandra, gak?" Sita memulai obrolan.
"Aku sih bodo amat." Jawab Joko sibuk dengan ponselnya.
"Tapi, tumben tadi dia ramah sama Al, iya gak sih?" Heran Lili.
"Iya, padahal sama yang lain aja dia seperti nenek lampir."
"Mungkin karena Al masih baru kali. Jadi dia belum membuka topengnya." Edo yang sejak tadi diam saja, ikut memberi pendapat.
Alexia bingung bercampur heran dengan pembicaraan mereka.
"Kalian sebenarnya membicarakan apa sih?" Akhirnya dia bertanya juga setelah merasa penasaran.
"Itu, Bu Sandra yang mengantar kamu tadi."
"Memangnya ada apa dengan dirinya?"
"Dia itu sombong, sok paling berkuasa, merasa perusahaan miliknya sendiri. Tidak tahu saja itu Pak Bos kalau pekerjaannya kadang kami yang mengerjakannya."
Lili menjentikkan jari. "Bener banget. Kalau bukan karena masih butuh pekerjaan, aku sudah ngajuin resign sejak dia diangkat menjadi manajer."
"Parahnya lagi, dia sempat mengaku jika dirinya dan CEO mempunyai hubungan spesial. Dia pernah mengancam kita menggunakan status itu." Imbuh Lili.
Alexia menaikkan alisnya sebelah. "Segitunya?"
Mereka mengangguk dengan kompak.
Obrolan mereka terpotong ketika pesanan mereka datang.
Mereka berlima menikmati makanan mereka dengan diselingi obrolan receh.
Tak sengaja mata Sita menangkap Alex di sana.
"Sst sst. Pak CEO ada di seberang tuh." Bisiknya.
Seketika Alexia, Lili, Edo, dan Joko menoleh. Menatap keberadaan Alex yang sedang makan siang bersama Kevin dan Luna.
"Eh, aku tidak salah lihat kan? Itu Pak CEO menatap kearah kita ya?"
Mereka semua langsung membuang muka kecuali Alexia. Ia tersenyum kearah Alex dan Alex pun membalas senyuman Alexia.
Namun kejadian tersebut ditangkap oleh Sita karena arah duduknya menghadap dimana Alex berada.
"Alamak, kamu lihat Pak CEO senyum tidak? Manis banget sumpah."
Puk!
"Kecilkan suaramu itu." Tegur Edo pada Sita.
"Al, gimana menurutmu CEO kita itu?"
Seketika Alexia langsung menoleh kearah Sita.
"Ha? Gimana?"
"Cie, sepertinya ada yang terhipnotis dengan Pak CEO." Ledek Lili.
Alexia tersenyum. "Kalau wanita yang duduk dengan Pak CEO itu siapa?"
"Dia sekretarisnya. Dia lebih semena-mena dari nenek lampir Sandra itu. Siapa yang berani menatap Pak CEO langsung diberi pelajaran terus dipecat tanpa diberi pesangon."
Haaaa??? Bagaimana seorang sekretaris memiliki kuasa seperti itu? Pikir Alexia.
"Aku sarankan jangan sampai kamu ada niat buat mengejar maupun mendekatinya. Bisa-bisa kamu jadi tumbal berikutnya."
"Iya, yang dikatakan Lili memang benar. Jangan sampai. Apalagi kamu masih anak baru." Sambung Sita.
Alexia hanya manggut-manggut. Sebenarnya kurang paham dengan apa yang mereka maksud. Nanti dirinya akan menanyakan langsung kepada suaminya.
"Kalau mau naksir mending naksir aku saja, Al. Aku juga tidak kalah tampan kok sama Pak CEO. Hanya kalah kaya saja." Joko mencoba menghangatkan suasana dengan sedikit candaan recehnya.
Alexia terkekeh, sementara Sita dan Lili kompak memberikan ekspresi mual.
"Jadi laki-laki ganjen nya minta ampun." Gerutu Edo. Edo gedek dengan kepercayaan diri Joko.
"Kamu bilang apa? Komat-kamit seperti Mbah dukun saja. Jangan-jangan kamu lagi ngeledekin aku ya?" Tanya Joko yang merasa Edo sedang berbicara.
Edo langsung menggeleng.
Alexia mencoba menoleh kembali kearah dimana suaminya berada. Namun, ternyata suaminya sudah tidak ada.
'Cepat sekali dia pergi!' Batin Alexia.
Edo memanggil waiters ingin membayar makanan mereka. Waiters datang membawa bill dan Ia serahkan kepada Edo.
"Loh, sudah dibayar? Apa ini tidak salah? Kita sama sekali belum mengeluarkan uang loh."
"Kenapa, Do?"
"Ini, makanan kita sudah dibayar."
"Tidak salah kok, Mas, Mbak. Makanannya sudah dibayar oleh Bapak Alex."
Hah?? Terkejut? Pasti. Mereka saling pandang satu sama lain.
Tidak mau membuat waiters berdiri terlalu lama, Edo pun mengucapkan terimakasih dan mengajak teman-temannya beranjak pergi dari restoran tersebut.
"Eh, sumpah demi apa itu Pak CEO bayarin makanan kita?" Lagi-lagi Sita masih kurang yakin dengan apa yang dibilang oleh waiters tadi.
"Kata pelayannya tadi begitu. Ya berarti benar. Mana mungkin kan pelayan tadi hanya ngeprank kita. Yang ada rugi di dia dong. Lagian di bill memang tertulis sudah sudah lunas."
"Lunas, memangnya angsuran? Lagian kalau memang sudah dibayar kenapa pelayan tadi harus menyerahkan bill kita. Kan tinggal bilang kalau makanan sudah dibayar."
Baik Edo maupun Joko hanya mengedikkan bahu mereka.
"Sampai saat ini aku masih tidak percaya loh. Kira-kira kerasukan apa ya Pak CEO sampai bayarin makanan kita?"
"Kerasukan jin pencabut iblis."
Puk! Puk!
Joko menepuk mulut Sita dan Lili secara bergantian.
"Itu mulut, bisa dijaga sedikit tidak? Nanti kalau Pak Alex dengar bisa habis kita." Tegur Joko.
"Yeee, kan ini itu fenomena langka. Kapan lagi kita bisa dibayarin sama Pak Alex lagi? Hayooo!"
"Iya, lagian tangan kamu itu bau terasi. Main tepuk-tepuk aja."
"Bodo amat."
Keempat orang tersebut kini sibuk dengan pikiran mereka sendiri-sendiri. Sedang Alexia hanya tersenyum mendengar perdebatan mereka.
"Kalian naik duluan saja, aku mau mampir ke mushola dulu. Sebelum waktu istirahat habis."
"Wah, kamu mau shalat, Al. Aku ikut. Sudah lama aku tidak melakukannya. Mumpung ada temannya, aku mau ikut denganmu." Ucap Sita.
"Iya, kalau begitu kita semua ikut. Nambah-nambah pahala. Mumpung ada yang menyadarkan nih."
Alexia tersenyum mendengarnya. Akhirnya mereka berlima pergi bersama ke mushola.
*****
Sukma saat ini sedang kedatangan tamu. Namun, Sukma sama sekali tidak senang dengan tamunya. Bahkan memberi suguhan untuk tamunya saja tidak. Kalau bisa Sukma ingin menjadikan tamunya itu tempe geprek. Di bejek-bejek biar tamunya itu tahu rasa.
"Ada apa sih kamu datang kemari? Lupa kamu kalau kamu sama suami kamu itu nyuruh aku buat tidak menemui kalian ataupun mencari kalian lagi? Terus, kenapa sekarang kamu malah datang kemari?" Sukma sama sekali tidak menatap tamunya. Ia masih sangat sakit hati dengannya, apalagi dengan penghianatan yang dilakukan oleh mereka.
"Jangan besar kepala dulu kamu. Aku sebenarnya kesini ingin menemui Alexia bukan menemuimu."
Mendengar itu mau tidak mau Sukma menoleh menatap Amanda.
Ya, tamu yang datang adalah Amanda.
"Ngapain kamu nemuin dia?"
"Aris sekarang dipenjara. Dia kemarin ditangkap sama anak buahnya suaminya Alexia. Dan kini dia sekarang berada di Kantor Polisi."
Sukma mengerutkan keningnya. 'Jadi, apa yang dibilang Alexia kemarin benar. Hmm, sepertinya suaminya itu benar-benar bukan orang biasa. Lebih baik aku urungkan niatku, aku tidak akan menuruti Mama, mengganggunya sama saja mencari ma-ti.' Batin Sukma. Dia memilih jalan aman daripada nanti terjadi yang tidak diinginkannya terjadi. Ia tidak mau menyesal untuk yang kesekian kalinya.
"Dia pantas mendapatkannya. Laki-laki penghianat dan pembohong seperti Aris memang harus diberi pelajaran. Apalagi kamu, heh, sama saja. Kalian berdua itu cocok."
Amanda menjadi kesal. Tangannya mengepal kuat. "Heh, kamu sendiri seharusnya ngaca. Kamu sendiri tidak lebih baik dari kita. Dasar sampah."
"Apa kamu bilang? Sampah?" Sukma tertawa. "Kalau aku sampah, kamu apa? Mending kamu sekarang pergi, karena Alexia tidak ada. Aku sudah sangat eneg lihat wajahmu itu. Jangan pernah lagi kamu menginjakkan kaki di rumah ini."
"Tanpa kamu suruh pun aku sudah mau pulang. Dasar ja-lang tidak tahu diri. Jadi benalu saja bangga."
Sukma yang sejak tadi sudah muak langsung beranjak dari tempat duduknya.
Plak!
Ia melayangkan sebuah tamparan untuk Amanda.
"Jaga mulutmu itu."
Amanda memegangi pipinya yang terasa kebas dan panas. Ia menatap Sukma penuh amarah.
"Kenapa? Apa yang aku katakan benar kan? Kamu dan Ibumu itu hanya benalu. Kalian itu bukan siapa-siapa disini. Kalau aku jadi Alexia, pasti sudah mengusir kalian dari sini. Dasar tidak tahu diri. Manusia seperti kalian itu wajib dibasmi."
Sukma mendidih, emosinya memuncak. Ia langsung menjambak rambut Amanda dan menariknya dengan kuat.
"Heeehhh, lepaskan bo-doh. Ini sakit. Kamu bisa membuat rambutku rontok. Dasar ja-lang."
Bukannya mendengarkan Amanda, Sukma semakin kencang menariknya, membuat Amanda meringis kesakitan.
Sukma menyeret Amanda keluar lalu Ia hempaskan sama seperti Aris memperlakukannya kemarin.
"Pergi kamu dari sini. Sebelum aku membu-nuhmu."
"Dasar gila." Amanda langsung melangkah pergi. Ia tidak mau menjadi korban kegilaan Sukma. Karena untuk melawan Sukma jelas Ia pasti kalah.
Beruntung Ambar tidak ada di rumah dan mendengar perkataan Amanda. Bukan hanya meringis pasti Ia akan habis babak belur diani-yiyi.