Dinda ayu pratista adalah seorang gadis cantik,yang harus menelan kekecewaan saat tahu jika dirinya sedang berbadan dua.
Hidupnya berubah setelah laki-laki yang menjadi temannya, tanpa sadar merenggut kesuciannya.
Saat mengetahui jika temannya itu akan menikah,dinda pun memutuskan untuk pergi menjauh dari kehidupannya sekarang.
Dia pun berharap dapat melupakan kejadian malam itu dan memulai hidup baru.
Kini dinda pun di karuniai seorang putra tampan yang memiliki wajah sama persis dengan teman laki-lakinya itu.
Sampai di suatu saat,takdir pun mempertemukan mereka kembali dengan keadaan yang sedikit berbeda.
Akankah dinda jujur pada temannya itu, jika sudah dia memiliki anak darinya?
Dan apakah dinda akan memberitahu putranya,jika temannya itu adalah ayah biologisnya?
Ikuti kisah selanjutnya sampai selesai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAMM 03
Tubuh dinda mematung, setelah mendengar pertanyaan dari raffael. jantungnya berdegup kencang, merasa seakan dirinya sedang di hakimi.
Raffael dan roy saling tatap, saat melihat dinda hampir lama hanya terdiam.
"Woi... din! Kenapa lo bengong?" tegur roy, keras.
Dinda tersentak dan seketika dia pun sadar, jika sedang berbicara bersama kedua temannya.
"Eh, ma-maaf. Tadi kamu bicara apa, raf?" Dinda terlihat gugup, saat raffael menatapnya tajam.
"Gue cuma nanya, apa semalam lo datang ke club?" tanya raffael,dingin.
Dinda pun berusaha tersenyum, untuk menutupi kegugupannya. "Iya aku kesana. Karena semalam roy nelpon aku. Jadi aku kesana buat bantu dia, mengurus kamu yang sedang mabuk berat." ucap dinda, tenang.
"Semalam, lo pulang jam berapa, din?" sela roy, menatap Dinda.
"Tidak lama setelah kamu pulang, aku juga langsung pulang, roy. Memangnya ada apa sih?"
Roy mengangkat bahu acuh. "Enggak tahu, tapi tu anak penasaran banget, sama kejadian semalam. Tahu tuh, kenapa?" gerutu roy, menatap raffael.
Dinda pun memberanikan diri, untuk menatap raffael. meskipun hatinya merasa enggan, namun sebisa mungkin dia bersikap seperti biasanya.
"Raf, apa sudah terjadi sesuatu pada kamu semalam?" tanya Dinda, lembut.
"Tidak.Gue hanya mau memastikan, jika semalam tidak ada orang selain lo berdua di kamar, gue." Raffael terlihat kecewa karena tidak mendapatkan jawaban yang sesuai harapannya.
Drrrt...Drrrt...
Tiba-tiba saja ponsel raffael berdering, semua orang yang berada di sana menatap kearahnya. Seakan meminta agar dirinya, segera menerima panggilan itu.
"Siapa raf?" tanya dinda, penasaran.
"Palingan itu nyokap nya." celetuk roy, pertanyaan Dinda.
Dinda hanya mengangguk, dan tidak lagi berkata. dia dapat melihat, jika Raffael terlihat sedang kesal.
"Gue pulang dulu." ucap raffael, beranjak dari duduknya dan menatap dinda.
Dinda pun mengangguk. "Ya udah. Hati-hati." sahut dinda pelan.
Raffael menatap dinda sekilas, dan tersenyum tipis setelah itu di pun pergi dari sana.
Setelah memastikan kedua temannya pulang, dinda pun segera masuk ke dalam kosannya.
Tubuh dinda tiba-tiba saja merosot kebawah, seketika tangisannya pecah.
Jujur ingin sekali dinda bilang pada raffael, jika mereka sudah melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Namun dinda tahu, jika raffael sebentar lagi akan menikah. itulah sebabnya, dinda memilih untuk diam saja.
"Maafkan aku, raf. Aku tidak bisa jujur pada mu. Aku takut mengecewakan tante liana dan om jeremy. Maafkan aku, raf.... " lirih dinda di sela tangisnya.
...****************...
Di rumah raffael, Jeremy tampak marah setelah melihat kepulangan anak semata wayangnya itu.
Dia yang sudah emosi sejak tadi pun, menyambut kedatangan raffael dengan sebuah tamparan keras di pipinya.
"Pah...!" pekik Liana, yang terkejut saat tiba-tiba jeremy menampar raffael.
Jeremy menatap tajam raffael, yang memegang pipinya." Itu hukuman buat kamu raffael. Dengar...sebulan lagi, kamu dan Monica akan segera menikah. Jadi papah harap, kamu tidak membuat ulah lagi!"ucap Jeremy penuh amarah.
Raffael tidak menyahuti perkataan Jeremy. dia memutuskan untuk pergi dari sana, dengan hati yang memang dalam keadaan marah juga.
Di kamar raffael membaringkan tubuhnya, di ranjang king sizenya. tatapan matanya menatap langit-langit kamar, seakan menggambarkan, jika kini dirinya sedang bimbang.
...****************...
Sebulan kemudian....
Setelah kejadian malam itu di club, dinda merasakan ada yang berbeda dengannya saat ini.
Bahkan pagi ini saat bangun tidur, dia tiba-tiba merasakan mual. dinda terlihat memegangi perutnya, yang terus saja bergejolak.
Dapat dia lihat, jika kini wajahnya terlihat pucat pasi.
"Aku kenapa, ya?" gumam dinda lemas.
Dinda berjalan menghampiri tempat tidurnya, tanpa sengaja dia melihat kalender yang menempel di dinding.
Mata dinda membulat, saat menyadari sesuatu. " Bulan ini, aku belum haid. Bahkan aku sudah telat, tiga minggu."gumam dinda khawatir.
Dinda pun seketika menangis, takut jika hal yang selama ini dia khawatirkan terjadi.
Hari ini pun dinda akan membeli alat tes kehamilan, untuk memastikan jika hal buruk itu tidak benar.
***
Di pabrik dinda terlihat lemas, bahkan temannya mita pun ikut memperhatikan gerak geriknya.
"Din, kamu baik-baik saja?" tanya mita khawatir.
Dinda tersenyum. "Aku baik-baik saja, mit. Hanya saja kepala ku pusing dan agak mual." jawabnya pelan.
"Kamu itu sakit, din. Sebaiknya kamu pulang saja. Atau, mau aku antar ke dokter?"
Dinda dengan cepat menggelengkan kepala, mendengar kata dokter dia menjadi khawatir. dia ingin memastikan semuanya sendiri, tanpa harus pergi ke dokter.
"Aku cuma masuk angin saja, mit. Sebentar lagi sembuh, kok." ucap dinda meyakinkan.
Mita menghela nafas, dia tahu pasti dinda akan menolak usulnya itu. namun tetap saja, sebagai teman, dia tidak tega jika melihat keadaan dinda seperti itu.
"Ya sudah. Tapi kalau kamu enggak kuat, bilang saja pada ku ya, din?" tanya mita, menatap dinda.
Dinda pun mengangguk, dan tersenyum tipis sebagai jawaban.
Sepulang kerja dari pabrik, dinda memutuskan untuk mampir dulu ke sebuah apotek.
Dengan perasaan tak menentu, dinda pun memberanikan untuk membeli alat tes kehamilan.
"Ada yang bisa saya bantu?" ucap pegawai apotek, ramah.
Dinda pun tersenyum. "Saya mau beli, alat tes kehamilan, mbak." jawabnya pelan.
Tiba-tiba saja pegawai itu pun menatap sinis, pada dinda yang terlihat malu, saat menyebutkan nama benda yang akan dia beli.
"Anak zaman sekarang, memang pada nakal. Enggak bisa jaga, diri!" cibir pegawai apotek ketus.
Dinda hanya terdiam, hatinya sakit saat mendengar cibiran dari orang, yang tidak mengetahui kejadian sebenarnya.
Setelah selesai membeli alat itu, dinda pun segera pulang ke kosan.
Dia sudah tidak sabar, ingin segera mengecek apa yang mengganggu pikiran dia selama ini.
Dengan jantung berdebar, dinda pun memasukkan alat itu pada wadah kecil berisi air seninya.
Dinda menutup mata, berharap saat membuka mata alat itu membuktikan, jika dugaannya selama ini salah.
Perlahan dinda membuka matanya, dan seketika dia menangis saat melihat alat itu menunjukkan dua garis merah, yang membuktikan jika dirinya benar-benar sedang hamil.
Tubuh dinda lemas, bahkan lututnya pun tak sanggup menahan beban badannya. hingga dia pun, terduduk di lantai kamar mandi.
Dinda menangis, meratapi hidupnya yang seketika hancur karena kesalahan satu malam bersama raffael.
Haruskah dia memberitahu raffael tentang hal ini. Tidak, dinda tidak mau merusak pernikahan raffael, yang sebentar lagi akan di gelar.
Dinda memilih bungkam, meskipun dia juga belum tahu bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya.
Hari ini dinda memutuskan untuk bekerja, seperti biasanya. walaupun masih syok, tak membuat semangat dinda menurun.
Namun saat akan berangkat, dinda di kejutkan dengan kedatangan raffael di kosannya.
"Raffael...! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya dinda terkejut.
Raffael menatap tajam dinda, yang juga menatapnya. "Gue ke sini, karena ada hal yang ingin gue bicarakan sama lo." jawabnya dingin.
Seketika dinda merasa khawatir, apakah raffael tahu keadaannya sekarang? Atau apakah raffael, sudah mengingat hal yang di lakukannya, pada dinda saat malam itu?