Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BANGUN AYAH
Udara malam terasa makin dingin. Ara yang berada di teras, terus memantai ponsel di tangan, berharap ayahnya telepon balik, atau paling tidak, membalas pesannya. Ia semakin cemas saat ponsel yang beberapa saat yang lalu masih aktif, sekarang sudah tidak aktif lagi. Apa mungkin ponsel ayahnya kehabisan baterai? Terus berdoa, semoga tak terjadi sesuatu yang buruk pada ayahnya.
Kumandang adzan Isyak, membuat Ara masuk ke dalam rumah. Hendak menunaikan kewajiban untuk menenangkan hati yang gundah gulana. Baru saja mengambil air wudhu, ia mendengar suara teriakan abangnya.
"Ra, Ara!" teriak Ridho sambil berjalan cepat menuju rumah Ara. Raut wajahnya tampak cemas. Tanganya yang sedang memegang ponsel, terlihat gemetar. "Ara!" membuka pintu rumah ayahnya dengan agak kasar, sambil berteriak.
"Ada apa sih Bang teriak-teriak?" Ara mengurungkan niatnya untuk wudhu, berjalan cepat ke depan untuk menemui Ridho.
"Ayo buruan ikut Abang," Ridho menarik lengan Ara ke arah pintu.
"Ada apa sih, Bang?" perasaan Ara makin tidak enak. Tidak biasanya abangnya seperti ini. Alih-alih mengajaknya jalan-jalan, datang ke rumah ini saja sudah jarang semenjak menikah dan punya anak. "Mau kemana?" mau tak mau ia mengikuti Ridho agar lengannya tak sakit ditarik-tarik.
"Ayah Ra, Ayah," Ridho menghentikan langkah di depan pintu, melepas lengan Ara, menatap wajah sang adik. "Ayah kecelakaan."
"Innalillahi," Ara reflek menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan. "Ke, kecelakaan?" tubuhnya seketika lunglai, tangannya berpegangan pada tembok, karena lutut yang terasa tak mampu menopang berat tubuh.
Beberapa saat yang lalu, Ridho dihubungi polisi, mengabarkan jika Ayahnya mengalami kecelakaan, dan sekarang ada di rumah sakit.
"Kita harus segera ke rumah sakit sekarang," ujar Ridho cemas.
Keduanya lalu menuju rumah sakit menggunakan motor. Sepanjang jalan, Ara mengalami tremor. Jantungnya berdebar kencang, takut sesuatu yang buruk terjadi pada ayahnya.
Sesampainya di rumah sakit, Ridho bertanya pada bagian informasi, dan mereka langsung diarahkan menuju IGD. Terlihat dua orang polisi disana yang menunggu keluarga korban.
Keduanya dipersilakan masuk IGD, namun bukan ayah mereka yang mereka lihat, melainkan jasad yang sudah terbujur kaku, tertutup kain seluruh tubuh.
Air mata Ridho mengalir saat menyingkap kain yang menutupi wajah ayahnya. Terlihat beberapa luka di wajah sang ayah. Ayah yang tadi pagi masih sehat, malam ini tak lagi bernafas. Ayah yang biasanya saat pulang ngojek datang ke rumah, membawakan makanan untuk cucunya, malam ini tak lagi pulang. Dan malam-malam berikutnya, wajah teduh itu, tak bisa lagi ia lihat.
Setelah terdiam cukup lama, Ara menyentuh wajah sang ayah yang terlihat pucat dengan tangan gemetaran. Mata yang terpejam itu, tak akan pernah terbuka lagi. Dadanya sesak, karena air mata yang tak mau keluar sama sekali.
"Ayah... " gumam Ara dengan suara bergetar. "Bangun, Yah. Jangan tinggalin Ara. Ara hanya punya ayah," ucapanya dengan suara tersengal karena sesak. Rasanya, ia hampir tak bisa bernafas. "Ayah bilang mau beliin Ara seblak, Ara pengen seblak, Yah," Air mata Ara, perlahan mulai menetes. "Malam ini kita mau main truth or dare, kenapa ayah malah tidur. Bangun, Yah," tangannya sedikit mengguncang bahu sang ayah. "Ayo kita main truth or dare. Ayo, Yah!" tangis Ara terdengar menyayat hati, suster yang berada tak jauh darinya, sampai ikut meneteskan air mata dan akhirnya memilih keluar karena gak kuat.
"Ara akan pilih truth, Ara akan akan jujur sejujur-jujurnya sama ayah, tapi ayah bangun. Jangan tinggalin Ara. Bangun, Yah! Bangun!" air mata Ara makin tumpah ruah.
"Ayah udah gak ada, Ra," Ridho meraih tubuh Ara, memeluk dan mengusap kepalanya.
"Ini semua salah Ara, Bang. Ayah meninggal gara-gara Ara," tangis Ara makin kencang.
"Kamu ngomong apa, Ayah meninggal karena memang sudah saatnya. Ini takdir Ra, bukan salah kamu. Jangan menangis," Ridho melepas pelukannya, menyeka air mata Ara meski setelah diseka, kembali turun. "Tidak baik menangis sampai berlebihan di depan jenazah. Kita doakan saja, semoga Ayah husnul khatimah."
Ara berusaha berhenti menangis, menggenggam tangan Ayahnya sambil memejamkan mata. "Maafkan Ara Ayah," ucapnya dalam hati. "Ara telah mengecewakan Ayah. Ara hamil. Ara telah menghancurkan semua kepercayaan dan impian Ayah. Ara janji, akan menjadi orang yang sukses dan membuat Ayah yang berada di atas sana, bangga melihat Ara."
nenjadi satu keluarga yg saling menghargai...
thor...
masih ngikut..
ngakak jgaa gara2 rujak .
masih ngikut..
eh akhirnya senyum2..
teeerharu...
bisa diambil pelajarannya
berat deh klau punya ipar kyak imel
semeru.....
semangat terus thor...
aq berusaha mbaca maraton ini cerita?