"May, kalau nanti kita dewasa, terus aku gak bisa menjadi wanita sempurna. Apa yang bakal kamu lakukan?"
"Hila, dali masih dalam pelut Bunda, kita sudah saling belbagi makanan dan kasih sayang. Jadi ketika nanti kita udah besal, gak ada alasan untuk gak saling belbagi. Aku akan menjadi pelengkap kekulanganmu, Mahila," dengan aksen yang masih cadel, Maysarah menjawab pertanyaan yang diajukan Mahira. Matanya memandang penuh kasih adik kembarnya itu.
Percakapan dua anak kembar yang masih berumur 7 tahun itu benar-benar menjadi kenyataan sekaligus ujian bagi ikatan persaudaraan mereka.
Cobaan kehidupan datang menghampiri salah satu dari mereka, menjadikan dirinya egois layaknya pemeran Antagonis. Lantaran perlakuan manis orang-orang di sekitarnya.
Demi menutupi Luka hatinya yang kian menganga. Maysarah melakukan pengorbanan besar, ia bertekad untuk menepati serta melunasi janji masa kecilnya.
Ayo, ikuti kisahnya...💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LapCuk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RP bab 3
...----------------...
Muntaz langsung menghampiri Mahira yang duduk di seberang sofanya. laki-laki bertubuh jangkung tersebut menekuk kedua kakinya, ia berlutut sembari menggenggam kedua tangan halus wanitanya. Matanya memandang sendu wajah kekasih hatinya.
"Sayang, Tolong katakan padaku. Kali ini kesalahan apalagi yang tidak sengaja aku lakukan, sehingga dirimu kembali meminta cerai?"
Ruangan yang semula hangat penuh obrolan santai, kini berubah menjadi canggung dan sunyi. Semua mata fokus memandang dua sejoli itu, terlebih mereka menunggu jawaban Mahira. Semula semua mengira kalau Hira tidak serius dengan ucapannya, karena sebelumnya sudah lebih dari 20 kali wanita labil itu meminta cerai.
"Muntaz kamu nggak punya salah, apalagi kekurangan. Aku yang salah, sebagai seorang istri terlalu banyak kurang ku. Bahkan hanya untuk melakukan hal remeh aku juga nggak bisa." Mahira mendongakkan wajahnya ke atas guna menghalau buliran air mata yang sudah menggenang.
"Maaf atas segala sifat jelekku, ketidakpatuhan diriku kepadamu." Di rangkumnya wajah rupawan sang suami. Perasaannya kian kacau saat melihat Muntaz tak bisa membendung laju air matanya.
"Tidak sayang. sebagai seorang istri, kamu sudah sangat sempurna, tidak memiliki kekurangan yang berarti." Ujar Muntaz seraya mengecup lembut kening Mahira.
"Tapi kenyataannya aku cacat, Muntaz. Seumur hidupku akan tetap menjadi seorang wanita yang tidak sempurna!"
"Nggak Sayang, kamu...,"
Hstt, Hira meletakkan jari telunjuknya ke bibir sang suami. Semakin banyak Muntaz berbicara, maka akan semakin lemah pendiriannya.
"Tolong! kali ini saja kamu jangan mendebat ku. Biarkan aku bebas Muntaz, dan aku juga ingin membebaskan mu. Supaya dirimu bisa menikah lagi dengan wanita yang sempurna. Bukan seperti aku seorang perempuan Mandul. Sampai kapanpun tidak bisa memberikanmu keturunan." Mahira mengecup pipi lelaki hebatnya.
"Ma, Pa, Tante, Mbah...eh, Paman. Maafkan Hira, maaf sudah membuat kalian kecewa." Hira memandang kedua orang tuanya dan tantenya. Lalu matanya bersirobok pandang dengan seseorang yang dulu ia panggil Mbah Kung. Hampir saja tadi ia kelepasan memanggil suami dari tantenya itu dengan nama panggilan yang dulu sangat ia sukai.
"Muntaz duduklah di sebelah istrimu!" Kepala keluarga Rahardian menyuruh Muntaz untuk segera bangkit dari posisinya yang seperti seseorang meminta belas kasih.
"Tidak Ayah. Sampai kapanpun saya tidak akan melepaskan Hira." Muntaz semakin membenamkan wajahnya dalam pangkuan Hira. Dia sangat takut berpisah dari wanita yang sangat dicintainya itu.
"Muntaz, apa dirimu sudah kehilangan urat malu? sehingga tidak lagi memperdulikan harga diri serta wibawamu? dan kau Hira, sepertinya dirimu sangat menikmati diperlakukan bak Ratu?" sindiran halus itu begitu mengena di hati seseorang.
"Jangan ikut campur urusan keluargaku, Maysarah!" bentak Muntaz seraya memandang lekat wajah May yang menatapnya tanpa gentar.
"Jangan membentak Kakakku!" hardik seorang remaja tanggung. Ia tidak terima sang kakak dibentak.
"Diam Sat! gak ada yang menyuruh dirimu untuk bersuara!" sela Mahira.
"Sat Sat Sat, namaku Satriyo, bukan bangsat!" Betapa kesalnya dia saat ada orang yang hanya memanggilnya dengan sebutan Sat.
"Kenapa kak May senyum-senyum gak jelas gitu? senang ya? kalau adik ganteng mu ini dipanggil Sat?" hilang sudah suara garangnya tadi, berganti dengan wajah cemberut yang tengah merajuk. Satriyo atau yang sering di panggil Riyo itu menghempaskan tubuhnya kembali ke sofa.
May menghela nafas, lalu ia melihat raut lelah di wajah ibunya yang tak lagi berusia muda. Kemudian saat melihat Muntaz sudah duduk di samping Hira, merangkul erat pundak sang adik. Maysarah berdiri guna menyampaikan hal yang akan membuat keluarga mereka tidak lagi sering bergejolak.
"Kamu benar Muntaz, aku memang nggak berhak ikut campur kehidupan rumah tanggamu dengan Hira. Tapi satu hal yang harus kamu ingat! aku adalah kakak kandung dari istrimu, dan saat ini kalian tengah berada di kediaman keluargaku, bukan di kawasan pribadimu. Jadi, aku memiliki wewenang untuk bersuara ataupun mengambil sikap!" suara tegas Maysarah mampu membungkam sebuah protes yang hendak dilayangkan oleh Muntaz.
"Mahira, umurmu bukan lagi belasan tahun, tetapi sudah 23 tahun. Seharusnya dirimu bisa bersikap serta bertindak lebih dewasa lagi. Kalau keinginanmu sudah bulat ingin bercerai, langsung aja lakukan. Udah menyewa jasa pengacara, kan? udah sejauh itu, lalu apalagi yang membuatmu meragu? cerai ya tinggal cerai. Gak perlu harus mencari perhatian orang sekawasan rumah danau." May merentangkan kedua tangan, lalu mengangkat telapak tangannya. Agar tidak ada yang menyela ucapannya.
"Apa kau ingin viral? masuk berita infotainment dengan judul; Salah satu anak konglomerat pasangan dari Sagara Rahardian dan Senja Anjani, kedapatan memasuki gedung pengadilan agama Jakarta Selatan. Lalu, dirimu, aku, Ayah, Bunda, Tante, Paman, bahkan tukang kebun kita di kejar-kejar para pemburu berita, guna mencari fakta di balik kandasnya rumah tanggamu, itu yang kau mau, iya?"
"May, nggak gitu!" Hira juga ikut berdiri ingin menyanggah pendapat Maysarah.
"Bisa tolong diam dulu, Hira? kalau boleh jujur aku muak! setiap kali mendengar mu merengek meminta cerai. 24 kali Hira! Aku menghitung permintaan ceraimu sudah lebih banyak daripada angka usiamu!"
"Dulu kau menikah dengan Muntaz atas keinginanmu sendiri. Bahkan kau mengancam akan bunuh diri kalau sampai gak direstui. Padahal waktu itu umurmu baru genap 18 tahun, dengan mudahnya kau menginginkan sebuah pernikahan agar terhindar dari pelajaran masa perkuliahan. Lalu, sekarang kau memaksa ingin bercerai. Suamimu itu bukan barang Hira! jangan pernah kau keluar dari kodratmu sebagai seorang wanita apalagi seorang istri, Hira!" May menatap tajam wajah kembarannya yang sudah bersimbah air mata.
"Aku gak peduli, sekarang keputusanku udah bulat ingin bercerai. Kau ataupun yang lainnya gak bisa menghalangi lagi seperti sebelumnya!" Tangan Hira mengepal erat.
"Apa alasan utamamu keukeh ingin mengakhiri biduk rumah tanggamu, Hira? jangan bilang kau ingin melebarkan sayapmu agar lebih terkenal lagi menjadi seorang model!" Tuding May sambil menelisik raut wajah Hira, mencari kebenaran dibalik tudingannya tadi.
"Buka-an," jawab Hira gugup.
"Kenapa jawabanmu gak menyakinkan, Hira? dan ada apa dengan nada bicaramu gugup itu?" Selidik May sembari tersenyum sinis.
"Satu-satunya penyebab keinginanku untuk bercerai hanya satu. Aku mandul, sampai kapanpun gak bakal bisa memberikan bayi untuk Muntaz. Sedangkan Muntaz anak tunggal. Aku gak ingin memutus garis keturunan keluarga Abraham! puas kamu, May!?" Tatapan Hira tak kalah tajam dari May. Entah mengapa saat seperti ini timbul benci di hatinya kepada kakak satu rahimnya itu.
"Yakin hanya itu?"
"Iya!"
"Jika alasanmu hanya tentang gak bisa memberikan keturunan. Kau tidak perlu ngotot meminta cerai, Hira." May dapat melihat raut bingung di wajah para keluarganya yang sedari tadi hanya menjadi penonton.
"Aku yang akan memberikan dan menghadirkan seorang bayi untuk kalian. Seorang Anak, asli keturunan Abraham...,"
~Bersambung~
ketika seorang ayah yang menampar anak gadis luka hatinya lebih mendalam, itu yang dialami maysarah 😢