Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
...Jika lukamu sedalam lautan, maka ikhlas mu harus setinggi langit....
...>Zella<...
.......
.......
...✨✨✨...
Zella melangkah menuju pintu, dia lalu membukanya secara perlahan. Saat pintu terbuka lebar, hal pertama yang dia rasakan adalah kagum. Rumah mewah yang kini dia tempati bagaikan dunia mimpi yang selama ini selalu dia dambakan, dia tak pernah menduga bahwa dia bisa merasakan menjadi orang kaya tanpa perlu bersusah payah mencari sesuap nasi untuk makan setiap harinya.
"Buset, ini rumah apa istana? Megah banget." Cetus Zella terkagum-kagum.
Gadis itu mendekat ke arah tangga, kini dia sedang berada di lantai dua. Saat dia sedang mengagumi semua benda yang ada di sana, tanpa sengaja netranya menatap siluet Arzen sedang duduk termenung di tepi kolam.
Rasa bersalah tiba-tiba Zella rasakan, meski itu bukan perbuatannya secara langsung tapi tubuh yang kini dia tempati telah menjadi tubuhnya.
"Kasian banget, pasti mental Arzen nggak baik-baik aja. Gimana caranya biar gue bisa dekat sama dia yah?"
Zella merenung sejenak, dia belum sepenuhnya menerima takdir yang kini harus dia hadapi. Sebuah kematian mendadak serta terlemparnya dia ke dalam buku, benar-benar sulit dia terima.
"Jasad gue apa udah di kubur? Kalo belum kasihan banget bisa-bisa jasad gue jadi penunggu selokan."
Tanpa Zella sadari, putranya kini sedang menatap dingin ke arahnya. Sorot matanya penuh akan kebencian dan dendam, kepalan pada kedua tangannya terlihat sangat erat seolah dia ingin meremas dan menghancurkan sosok Zella.
Arzen merasa muak setiap kali melihat wajah Zella, baginya sosok Zella adalah iblis berkedok ibu sambung.
Pemuda itu berdiri dari tepi kolam, dia berjalan memasuki mansionnya lalu menuju kamar miliknya yang kebetulan berada di lantai satu.
Melihat Arzen masuk ke dalam kamar, Zella pun berniat kembali ke dalam kamarnya untuk istirahat. Akan tetapi dia tak tau letak kamarnya berada dimana, hingga di tengah rasa bingung gadis itu melihat satu pelayan yang baru saja keluar dari salah satu kamar dengan membawa ember berisi kain pel.
Tanpa menunggu lama, Zella berlari kecil menghampiri pelayan itu.
"Tunggu sebentar." Ujar Zella begitu tiba di depan pelayannya.
"Ada apa, Nyonya?"
"Bisakah kau mengantarku ke kamar? aku merasa lelah dan sedikit pusing." Ucap Zella berbohong.
Pelayan itu mengangguk patuh, dia mengantar Zella menuju kamarnya yang berada di tengah-tangah dengan dua kamar lain di sampingnya.
"Yang sebelah kanan apa kamar suamiku?" tanya Zella penasaran.
Pelayan itu terkejut mendengar kata suami keluar dari mulut nyonya rumahnya, meski mereka berdua telah menikah namun hubungan mereka terbilang sangat buruk dan hampir mustahil untuk di satukan dalam suatu obrolan.
'Tumben sekali Nyonya tidak marah-marah, ada apa dengannya?' batin pelayan itu keheranan.
"Hei, apa kau tak mendengar pertanyaanku barusan?" tegur Zella.
Pelayan itu tersadar kembali, dia gelagapan dan takut saat melihat sorot mata tajam yang mengarah padanya.
"M-maafkan saya, Nyonya, saya bersalah."
Ucapan pelayan itu membuat Zella mengernyitkan kedua alisnya, dia heran mengapa pelayan itu sampai terlihat gemetaran padahal dia hanya bertanya siapa tau pelayan itu tak mendengar jelas pertanyaan darinya barusan.
"Haa.... Sudahlah lupakan saja, aku ingin segera istirahat." Ujar Zella lelah.
Pelayan itu mengangguk, dia membukakan pintu kamar Zella hingga terbuka lebar. Namun kejutan lain muncul membuat Zella benar-benar frustasi dalam sehari.
Kini di dalam kamarnya, terlihat satu pemuda yang tidak mengenakan pakaian atasnya sedang duduk di atas ranjang sembari tersenyum paksa.
"Siapa dia?" tanya Zella.
Sorot matanya sangat dingin bak bongkahan es, seketika aura tempat mereka berdiri berubah mencekam. Zella kembali bertanya, namun tatapannya tetap lurus pada pemuda yang kini sudah bergetar ketakutan.
"Mengapa dia berada di dalam kamarku?"
"D-dia orang yang akan melayani Nyonya malam ini," sahut pelayan itu ketakutan.
"Melayani? Maksudmu pelayanan malam?" ujar Zella menoleh ke arah pelayannya.
"Benar, Nyonya."
Zella kembali syok, kedua bola matanya melotot dan bibirnya melongo. Dia sejenak lupa, bahwa tubuh yang dia miliki saat ini memiliki kebiasaan sangat buruk, salah satunya adalah memanggil pemuda setiap hari secara acak hanya untuk menyenangkan malamnya dan melampiaskan amarah serta rasa kesal yang dia miliki.
"Sialan!" umpat Zella jengkel.
Zella memasuki kamarnya, saat pelayan akan menutup pintu Zella bergegas mencegahnya.
"Tunggu, kamu bawa pemuda ini dan berikan uang kompensasi padanya! Mulai hari ini jangan panggil orang lagi untuk datang menemaniku." Zella menjeda ucapannya sebentar, lalu kembali melanjutkannya.
"Aku muak! Kamu mengerti maksudku, kan?" imbuh Zella menekankan setiap kalimatnya.
"Baik, Nyonya." Sahut pelayan itu.
Dia masuk dan meraih tangan pemuda tersebut, lalu membawanya keluar dari kamar Zella.
Selepas kepergian mereka, Zella mengambil spray baru dan langsung menggantinya. Dia tak mau bekas perbuatan pemilik tubuh ikut menempel padanya.
"Ck nih tubuh beneran bajingan, kayanya buat membersihkan namanya aja gue perlu waktu yang panjang." Gerutu Zella di tengah-tengah kesibukannya mengganti spray.
Saat dia sibuk tiba-tiba dia teringat sesuatu, Zella menunda pekerjaannya dan bergegas membuka nakas di samping kasur. Dia mengambil pulpen serta buku dari sana.
"Kalo kelakuan tubuh ini udah parah, berarti ini udah masuk bab ke berapa yah? Gue beneran nggak inget apa pun kecuali akhir dan sifat para tokoh novelnya itu pun cuma beberapa doang."
Zella mengetuk-ngetuk pulpennya di kening, berharap dia bisa mengingat sedikit alur novelnya namun harapannya berujung sia-sia, justru yang dia dapat hanya rasa sakit di keningnya karena dia mengetuk pulpennya cukup keras.
"Susah banget sih, apa otak gue ketinggalan di selokan? Makanya gue jadi bego." Cetus Zella asal.
Dia sangat pusing berada di dunia itu, jika bisa memilih dia lebih baik langsung pergi ke alam kematian dari pada harus menyelesaikan dan mengubah takdir orang lain demi bertahan hidup.
Lelah dengan usahanya, Zella mulai menulis list yang ingin dia lakukan ke depannya.
"Pertama, gue harus memperbaiki hubungan gue sama Arzen. Tapi.... Kayanya bakal susah, Arzen kelihatan benci banget sama gue." Gumam Zella merasa sedih.
"Kedua, Gue perlu menyelesaikan masalah yang di buat pemilik tubuh termasuk merubah sikap dan sifatnya secara perlahan, biar nggak ada yang curiga."
"Ketiga, kalau rencana gue berjalan lancar mending gue minta cerai aja dan menghilang dari keluarga ini, tapi sebelum itu maksud bisikan tadi apa? Siapa yang harus gue bikin perhitungan, apa mungkin ada orang yang terlibat dengan berubahnya sifat Zella Allyshon yang asli?"
Zella merebahkan kepalanya di atas meja, pikirannya menerawang jauh pada kehidupannya di masa lalu.
Kuliahnya, beasiswanya, kostnya dan juga latihan karatenya terasa sia-sia. Dia merenungkan usahanya yang sudah dengan susah payah dia bangun, tapi kini semua hanya sebatas masa lalu.
"Kalau tau gue bakal meninggoy lebih awal, mungkin gue nggak bakal sesedih ini meratapi nasib."
Perlahan kedua netranya mulai memberat, tanpa sengaja Zella tertidur di bangku meja riasnya meninggalkan keheningan di dalam kamar bercat hitam dan emas.