Notes : Bukan untuk bocil.
"Panggil aku Daddy, Gadis Manis."
Abercio Sanchez. Andai Lucy tak menikah kontrak dengan pria itu, mungkin ... putrinya Ciara tak akan terjebak dalam kegilaan Abercio yang berstatus ayah sambung dari anak tersebut.
Ciara A. Garnacho. Seorang gadis polos yang kekurangan kasih sayang dari sosok ayah kandungnya. Kelemahan tersebut malah dimanfaatkan oleh Abercio yang menjadi ayah sambung dari gadis tersebut.
Hal apakah yang Abercio lakukan sehingga Ciara menuruti semua kegilaan Abercio saat menjadi ayah sambungnya?
Yuk, subscribe novel ini dan baca kelanjutan kisah Abercio dan Ciara!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trauma Masa Kecil Ciara
..."Daddy ... jangan pukul Mommy. Daddy boleh pukul Ciara aja kayak yang biasa Daddy lakuin ke Ciara." – Ciara A. Garnacho...
"Kamu tidur pakai itu?" tanya Abercio dengan mata yang melirik ke arah Ciara.
Abercio memperhatikan dress berwarna maroon yang gadis itu kenakan untuk makan malam tadi. Ia baru sadar bahwa dress itu terlihat sedikit lusuh. Mungkin karena gadis itu cantik, jadi sorot matanya terfokus pada wajah anak tirinya itu.
"Kan Ciara nggak bawa baju," jawab gadis itu dengan bibir yang melengkung ke bawah.
"Kamu cari aja di sana," Abercio menunjukkan sebuah ruangan yang berada di samping kamar mandi. “Di dalam ruangan itu ada banyak baju. Kamu boleh pilih yang kamu suka.”
"Ciara boleh pake baju, Om?" tanya Ciara sambil melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Abercio.
"Aku sih maunya kamu nggak pakai baju," celetuk Abercio pelan namun tak terdengar oleh Ciara.
"Apa, Om?" Ciara menajamkan pendengarannya.
"Iya. Pakai aja. Tapi ukurannya besar semua, pasti kedodoran sih," jawab Abercio mengalihkan pembicaraan sambil berjalan masuk ke kamar mandi. "Ntar kamu langsung tidur. Aku mau mandi."
Sesaat setelah Abercio masuk ke kamar mandi, Ciara langsung berjingkrak-jingkrak kesenangan menikmati pemandangan rumah mewan tersebut. Ia menginjakkan kakinya ke atas karpet bulu yang ada di kamar Abercio.
"Lembuuuttt," gumam Ciara senang, "kayak lagi nginjak awan."
Puas menginjakkan kakinya ke atas karpet lembut tersebut, Ciara beranjak ke depan meja rias yang mewah berwarna hitam tersebut. Impian setiap gadis untuk memiliki tempat berhias khusus. Selama ini, ia hanya bisa berhias di depan kaca kecil yang tergantung di dinding.
"Mommy beruntung dapetin Daddy Cio yang kaya," gumam Ciara sambil menyentuh meja rias tersebut. "Tapi … kok bisa ya Mommy ketemu sama Daddy Cio?"
Saat Ciara sedang senang seperti itu, matanya tertuju pada sebuah kamera cctv yang ada di sudut atas kamar. Kemudian ia menyeringai tipis.
Ciara menggelengkan kepalanya sambil menepuk-nepuk kedua pipinya. "Ugh ... nggak usah ikut campur urusan orang dewasa! Kalo mau tau langsung tanya Mommy aja!"
Ciara pun melangkahkan kakinya menuju ruang ganti yang ditunjuk oleh Abercio tadi.
"Ruang ganti Om Cio seperti apa y-" belum sempat Ciara melanjutkan ucapannya, ia langsung terbelalak dan terperangah melihat indah dan besarnya ruang ganti milik pria itu.
"Wahhh ... pakaiannya banyak bangetttt!"
Ciara berlari girang masuk ke dalam ruangan tersebut sambil memperhatikan seisi ruangan tersebut dengan girang. Lalu, ia menyentuh satu persatu pakaian Abercio yang tergantung di setiap penjuru ruangan tersebut.
"Ihhh, kemeja putihnya bagus!"
Ciara mengambil sebuah kemeja putih milik Abercio. Lalu ia memeluk kemeja tersebut merasakan lembut dan wanginya aroma kemeja tersebut.
"Beda sama kemeja putih Ciara. Punya Ciara kemejanya lusuh dan wanginya cuma wangi deterjen."
Tak membutuhkan waktu yang lama, gadis itu pun mengenakan kemeja putih milik Abercio. Benar saja, baju tersebut kebesaran untuk ukuran tubuh Ciara. Tangannya tak terlihat karena ditelan lengan panjang yang menjuntai. Sedangkan panjang baju tersebut tepat di atas lutut Ciara.
"Nggak usah pake celana kalo kayak gini, hahahaha," Ciara tertawa sendiri melihat pantulan dirinya mengenakan kemeja over size di kaca besar yang ada di dalam ruang tersebut. Rambut coklatnya yang tergerai itu bergoyang-goyang akibat dirinya yang tak bisa diam.
Ceklek!
Tiba-tiba saja lampu mati. Ruangan tersebut mendadak gelap gulita. Ciara yang saat itu sedang berada di ruang ganti besar sendirian, ia mendadak terjatuh dan terduduk di atas lantai.
"M-Mom-Mommy ...." panggil Ciara dengan suara yang berat. Ia mencoba merangkak ke arah pintu keluar ruang ganti dengan susah payah. Sekujur tubuhnya bergetar dengan hebat dan wajahnya mendadak pucat pasi.
"Hikss ... hikss ... Mommy, Ciara takut."
Blaarrr!!!
Di saat yang sama, tiba-tiba saja hujan turun dengan deras dan bunyi guruh mendadak menggelegar di ruangan tersebut. Suara kilat yang berdentuman tersebut sama persis dengan sebuah suara yang paling ditakutkan oleh Ciara.
Ciara duduk meringkuk sambil memeluk lututnya dengan sangat erat. Sekujur tubuhnya mendadak keringat dingin. Ada ingatan lama yang sempat terlupakan olehnya mendadak hadir akibat kegelapan dan suara petir yang menakutkan tersebut.
"Daddy ...” Ciara mencoba menatap ke kiri ke kanan di ruang yang gelap gulita itu seolah-olah ia sedang mencari sesuatu, “jangan pukul Mommy. Daddy boleh pukul Ciara aja kayak yang biasa Daddy lakuin ke Ciara."
Tak lama kemudian, Ciara langsung meraba-raba tubuhnya. Tiba-tiba saja ia merasa ada sebuah sensasi perih yang menyakiti kulitnya. Rasa perih karena sebuah luka yang sebenarnya sudah lama sembuh. Tapi baginya, luka tersebut masih terasa begitu menyiksa di punggungnya.
"S-sakit ... hikss… hikss... Tubuh Ciara sakit Daddy," isaknya pilu sambil menahan sakit.
Ceklek!
Lampu kembali hidup. Namun, Ciara masih meringkuk di lantai seperti tubuh yang tak bernyawa. Wajahnya begitu menyedihkan dan sorot mata yang kosong membuatnya terlihat tak berdaya.
"Ciara!!!"
Tiba-tiba saja sosok Abercio muncul di depan pintu ruang ganti. Pria bertubuh tinggi dan kekar itu hanya mengenakan handuk sebatas pinggang. Badannya masih basah setelah mandi dan belum dikeringkan dengan sempurna.
Melihat Ciara yang terduduk di lantai dalam keadaan menyedihkan, Abercio langsung berlutut ke lantai tepat di depan Ciara.
“Sakittt,” ringis Ciara. Ia terlihat sedang memeluk tubuhnya sembari kedua tangannya berusaha menggapai punggung.
“Apa yang sakit, Ciara?” tanya Abercio tanpa berani menyentuh gadis itu.
“Punggung … punggung Ciara luka Om Cio,” isak Ciara sambil meringis kesakitan. “Ada banyak darah di punggung Ciara.”
Abercio terbelalak kaget mendengarkan ucapan Ciara. Tanpa berfikir panjang, ia langsung memegang kedua bahu gadis itu dan menarik gadis itu ke pelukannya untuk mencoba melihat ke arah punggung yang Ciara maksud.
“Nggak ada luka, Cia-“
"D-darah!" Ciara langsung mendorong tubuh Abercio saat ia merasakan kedua telapak tangannya basah karena terkena air yang menetes dari tubuh Abercio yang masih basah.
"Darah!!! Ini darah!!!" Ciara langsung berteriak histeris. Ia melihat ke arah kedua telapak tangannya. “Ini darah Mommy, Om Cio! Tolong selamatin, Mommy!”
"Ciara! Sadar! Ini air, bukan darah!" seru Abercio. Ia memegang kedua tangan Ciara untuk meyakinkan gadis itu bahwa itu adalah air, bukan darah.
"Ini darah Mommy, Om Cio! Aku harus telefon ambulance!" seru Ciara sambil berusaha melepaskan kedua tangannya dari tangan Abercio.
Dengan sigap, Abercio menarik Ciara ke pelukannya. Ia memeluk tubuh gadis itu dengan sangat erat. "Itu bukan darah, Sayang. Itu air!"
"Mommy nggak boleh mati, hikss... hiks... Daddy jahat. Kenapa Daddy pukul Mommy dan Ciara? Hikss... hikss..." ucap Ciara tak berdaya saat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh Abercio.
"Apa yang telah kamu lalui sampai-sampai seperti ini, Ciara?" gumam Abercio dalam hati.
"Ciara takut, Om. Hiks... hikss..." isak Ciara sambil membenamkan wajahnya ke dada bidang Abercio.
"It's okay. It's okay. Kamu nggak usah takut. Ada Om Cio di sini," bujuk Abercio menenangkan Ciara. Ia membelai lembut rambut gadis itu. Lalu tangannya juga mengusap pelan punggung Ciara.
"Jangan pegang punggung Ciara, Om... punggung Ciara luka. Ada banyak darah di punggung Ciara. Hikss... hiksss..."
"Nggak ada darah, Sayang," ucap Abercio meyakinkan Ciara.
Namun, tak lama setelah Abercio mengatakan pada Ciara bahwa punggung gadis itu tak ada darah, tiba-tiba saja tubuh gadis itu menjadi tak bertenaga. Pandangannya hitam dan kepalanya mulai berat. Lalu, ia pingsan dipelukan Abercio.
"Ciaraaa!!!" seru Abercio sambil menggoyang-goyangkan tubuh Ciara yang pingsan. "Heiii!!!"
Tanpa berlama-lama, Abercio langsung menggendong tubuh Ciara ke atas ranjang. Lalu, ia segera menelefon dokter untuk datang ke sana.
...❣❣❣...
"Katanya, punggung dia luka dan ada banyak darah. Tapi, pas aku lihat, nggak ada darah sama sekali. Apalagi dia memakai kemeja putih," jelas Abercio pada Revan, sahabatnya.
Revan terdiam sambil berpangku tangan. Ia menatap Ciara yang sedang terbaring di atas ranjang.
"Boleh buka bajunya?" tanya Revan tiba-tiba dengan sorot mata yang tak lepas dari tubuh Ciara.
"Heyyy!!!" Abercio langsung menarik kerah Revan dengan kedua mata yang membulat sempurna karena amarah.
"Slow, Bro," Revan menggerakkan kedua tangannya ke arah Abercio karena terkejut akan tindakan refleks sahabatnya itu.
"Kalo nggak, kamu aja pastiin, ada sesuatu yang aneh nggak di punggung gadis ini? Karena, jawabannya ada di sana," imbuhnya.
Abercio langsung melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah Revan. "Tunggu di luar kamar sampai aku memanggilmu kembali masuk."
Setelah Revan keluar, Abercio langsung duduk di sisi ranjang, tepatnya di sebelah Ciara. Satu persatu kancing kemeja ia lepaskan.
"Ciara, aku ... aku nggak bermaksud apa-apa." Ucap Abercio merasa bersalah. Awalnya ia ingin menikmati tubuh gadis itu. Tapi, karena peristiwa yang tak ia ketahui ini membuat ia mengurungkan niat untuk berbuat jahat pada gadis kecil itu.
Setelah semua kancing terlepas, Abercio memiringkan tubuh Ciara. Lalu, ia menyibak kemeja putih yang menutupi tubuh gadis itu.
"What the fakkk!!!!"
Abercio terbelalak kaget. Matanya sempurna membulat dengan mulut yang sedikit terbuka. Tanpa terasa, mata Abercio mulai memanas dan berkaca-kaca.
"Hal berat apa yang telah kamu lalui, Ciara?"
...❣️❣️❣️...
...BERSAMBUNG......
...❣️❣️❣️❣️❣️...
ini tugas ciara agar bisa meyakinkan cio bahwa pernikahan gak selalu berakhir dg perceraian