Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 ~ Memberantas Benalu
"Lucy, siapa saja yang tinggal di rumah ini?" tanya Alice sembari melirik kesana kemari, merasa suasana mansion sangat sepi. Hanya ada beberapa pelayan yang berlalu lalang.
"Anda disini tinggal bersama tuan, nyonya dan nona Bailey. Mereka adalah paman, bibi dan sepupu Nona," jelas Lucy seraya menunjukkan beberapa foto pada Alice.
"Kemana mereka sekarang?"
"Jam segini tuan Ronald masih bekerja, kalau nyonya Vallen pergi arisan, sedangkan nona Melysa pasti sedang bersenang-senang dengan teman-temannya."
Alice pun mengangguk, dari ingatannya Alice selalu ditinggal kerja oleh orang tuanya sejak kecil. Hanya pelayan saja yang menemani, itupun orang tuanya selalu mengatur jarak di antara mereka. Mereka tidak ingin putrinya memiliki hubungan yang erat dengan seorang pelayan.
Hal itulah yang membuat kepribadian Alice menjadi tertutup. Melihat perilaku anaknya yang menjadi pendiam akhirnya orang tuanya meminta sang bibi sekeluarga untuk menemani Alice.
Saat itu Alice sangat senang, akhirnya ia memiliki teman seperti Melysa yang hampir sebayanya. Awalnya memang semuanya bersikap sangat manis, menyayangi Alice dengan setulus hati.
Namun semakin lama, wajah aslinya semakin terlihat. Mereka tidak segan untuk menyuruh-nyuruh Alice, jika Alice tidak mau maka ia mengancam akan pergi dari sana dan Alice tidak akan punya teman lagi.
Alice yang masih kecil dan naif hanya bisa menuruti semuanya. Ia tidak ingin sendirian lagi di mansion besar ini.
Hingga saat beranjak dewasa pun, Alice masih terbiasa menerima semua perlakuan buruk dan menjadi pesuruh mereka. Pernah sekali teman-teman Melysa datang ke mansion. Dan Melysa dengan angkuhnya meminta Alice untuk menyajikan minuman.
Saat Alice menyajikan minuman dan makanan, salah satu teman Melysa bertanya apakah Alice adalah sepupu Melysa.
Alice pun tersenyum senang, berharap Melysa mengenalkannya pada teman-temannya sehingga ia akan memiliki kenalan baru. Namun jawaban Melysa membuat hati Alice mencelos.
"Hahaha, Alice itu pembantuku. Dia pesuruhku bukan sepupuku," jawabnya saat itu sembari terkekeh.
Mengingat semua itu membuat Alice mengepalkan kedua tangannya. 'Maafkan aku karena pernah menjadi salah satu haters yang selalu mengutuk mu, Alice.'
.
.
.
Hari berlalu, Ayla telah memutuskan untuk menerima takdirnya sebagai Alice. Ia akan menikmati hidupnya sebagai nona besar sekarang. Tidak perlu bekerja keras, namun semua kebutuhan dan keinginan sangat mudah didapat.
Tidak apa menjadi antagonis, toh yang sekarang menjalani kehidupan sebagai Alice adalah dia. Ia tidak akan mengambil jalur yang salah seperti Alice asli. Jadi dia tidak akan berakhir gila dan melakukan bunuh diri.
"Alice itu selalu menempel pada Aldric, jadi aku cukup menjauhi Aldric. Selain itu ada Olivia, aku harus menjauhinya juga karena jika aku dekat dengannya, bisa-bisa aku difitnah lagi," gumamnya sendiri mencoba mengingat-ingat bagaimana alur novel Belenggu Cinta.
Namun diingat bagaimanapun, ia tidak bisa mengingat akhir cerita novel ini. "Sepertinya aku terlalu puas dengan akhir cerita Alice yang mati bunuh diri, sampai-sampai tidak membaca novel ini sampai tamat. Ah, seharusnya ku tamatkan," gumamnya sembari mengetuk-ngetuk kepalanya kesal.
Tok. Tok. Tok.
"Nona ... ."
"Ada apa Lucy? Masuklah!"
"Engg, Nona. Nyonya Vallen meminta Nona untuk menyiapkan sarapan," ujar Lucy dengan suara kecil, merasa tidak enak.
"Katakan pada mereka aku baru sadar dari kritis dan aku butuh istirahat saat ini."
"Eh? Ba-baik, Nona." Lucy nampak bersemangat, ini adalah pertama kalinya sang nona menolak permintaan bibi dan sepupunya itu.
Sedangkan Alice tidak sedikitpun beranjak dari rebahannya, tangannya memegang dan memainkan sebuah ponsel dengan santai. Ia sudah bisa mengendalikan ingatannya sekarang.
Dan ia ingat betul keluarga bibinya ini adalah keluarga benalu yang numpang di rumah nya, namun bertingkah seperti sang tuan rumah. 'Jika Alice akan menuruti kalian, maka jangan harap aku juga akan sebodoh itu.'
.
.
.
"Berani sekali dia menolak permintaan ku," pekik Vallen menatap tajam pada Lucy.
"Ma-maaf, Nyonya. Nona Alice memang masih lemah dan butuh waktu untuk istirahat. Bagaimana jika saya yang menyiapkan makanan untuk Nyonya dan Nona," usul Lucy tidak ingin ibu dan anak itu kembali mengganggu nonanya.
"Baguslah, setidaknya pelayan pribadinya masih tahu diri. Sana buatlah makanan yang enak untuk kami." Kali ini Melysa yang bersuara, ia juga tak kalah geramnya dengan sang ibu.
"Bu, kita tidak bisa tinggal diam. Anak itu semakin lama semakin ngelunjak."
"Kau benar sayang. Kita harus beri pelajaran pada upik abu berlagak putri itu," balas sang ibu menggebu membuat Melysa menganggukkan kepalanya.
"Kalian ini, ingatlah kita hanya numpang di rumah ini. Jangan berlagak seperti tuan rumah pada tuan rumah yang asli. Bagaimana jika kita di usir?" Ronald yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara. Selama ini ia pun merasa tidak enak dengan perlakuan istri dan anaknya terhadap Alice.
"Hahaha." Ibu dan anak itu tergelak seakan tak percaya dengan ucapan bijak Ronald.
"Bagaimana mungkin gadis bodoh itu berani mengusir kita? Dia itu terlalu takut jika kita pergi maka tidak ada lagi yang akan menemaninya di mansion besar ini," ujar Vallen masih terkekeh.
"Ayah itu hanya terlalu banyak pikiran, Bu. Mana bisa upik abu itu hidup tanpa kita," balas Melysa ikut tertawa kecil.
Melihat istri dan anaknya yang terlalu percaya diri. Ronald hanya bisa menggeleng, sepertinya ia harus menyiapkan sebuah rumah kecil jika mereka akhirnya sungguh terusir dari sini.
Makanan yang ditunggu pun tiba, keluarga itu kemudian menikmati sarapan tanpa Alice. Sedangkan Alice yang masih berada di dalam kamar juga sedang makan, Lucy yang membawakannya makanan. Ia bahkan memaksa Lucy untuk menemaninya makan bersama.
"Maaf Nona, saya sudah makan tadi," elak Lucy merasa tidak sopan.
"Bohong. Kamu pasti belum makan, ayo makan bersamaku. Aku kesepian jika tidak ada yang menemani."
"Kalau begitu saya akan menemani Nona sampai Nona selesai sarapan."
"Mana bisa seperti itu? Memangnya kamu pajangan, aku tidak mau tahu. Kamu harus menurutiku, ayo makan bersama!"
"Ta-tapi Nona ... ." Ucapan Lucy terhenti ketika Alice menariknya untuk duduk bersamanya.
"Ayo makan," ujar Alice sembari mengambil beberapa lauk ke piring Lucy.
"Eh, No-nona. Saya bisa ambil sendiri," ucap Lucy sungguh merasa tidak enak hati. Seharusnya ia yang melayani sang nona tapi sekarang malah nonanya yang mengambilkannya makanan.
Keduanya pun makan dengan diselingi canda tawa dari Alice, awalnya Lucy masih kaku namun dengan pancingan Alice dan Lucy yang memang aslinya ceria akhirnya bisa membalas candaan Alice.
"Nona, kembalilah beristirahat. Biar saya yang membereskan semua ini," ujar Lucy setelah mereka selesai sarapan. Alice pun mengangguk, saat ini ia sedang duduk bersandar di sofa kamarnya.
Brakkk ...
Vallen dan Melysa muncul dari balik pintu kamar yang terbuka. "Oh, enak ya kamu. Makan aja sampai diantar ke kamar," pekik Vallen berjalan cepat ke arah Alice.
"Bibi mau apa? Eh ... ." Alice ditarik paksa oleh Vallen dari sofa itu untuk keluar kamar, lalu didorong hingga tersungkur.
"Nona," pekik Lucy membantu sang nona untuk bangkit.
"Sekarang kamu bantu para pelayan untuk membersihkan mansion ini!" titah Vallen berkacak pinggang, sementara Melysa hanya tersenyum mengejek di belakang sang ibu.
"Aku tidak mau," ujar Alice cuek, dia bahkan berniat untuk kembali ke dalam kamar.
"Hey, kau sudah berani melawanku sekarang? Apa kau tidak takut kami pergi dari sini dan meninggalkan mu seorang diri lagi."
"Kalau Bibi dan sepupu sangat ingin pergi. Maka silakan angkat kaki dari sini!" balas Alice dengan tatapan mata yang tajam.
"Eh, ka-kau berani mengusir kami? Aku akan mengatakan ini pada mommy mu, lihat saja. Dia pasti akan marah besar padamu."
Setelah berkata seperti itu, Vallen segera menghubungi adiknya. Mengatakan bahwa putri adiknya selalu memperlakukan mereka semena-mena bahkan sekarang berani mengusirnya.
Namun jawaban sang adik sungguh diluar perkiraan. Evelyn, mommy nya Alice pun tak segan mengusirnya dari mansion. Bahkan suaranya seperti tengah menahan amarah.
Sementara Alice hanya tersenyum mengejek, sebelumnya ia sudah mengirimkan rekaman CCTV semua perlakuan buruk Vallen dan Melysa pada kedua orangtuanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
tembak tembak tembak
🤣🤣🤣