NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Terpaksa Menikahi Suami Cacat
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Alizar

"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Di sudut kamar yang remang-remang, cahaya lampu malam yang redup memantulkan bayang-bayang suram di dinding, menambah kesan muram yang sudah menyelimuti ruangan. Maudy duduk termangu di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bergetar bukan karena dingin yang menusuk, tetapi karena gelombang ketakutan dan pengkhianatan yang melanda hatinya.

Air matanya mulai mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat. Kenangan tentang malam sebelumnya terus berputar di kepalanya, saat dia berusaha meyakinkan Arman bahwa dia ingin meninggalkan dunia kelam sebagai wanita panggilan. Namun, Arman hanya menatapnya dengan tatapan yang dingin dan mengancam, menghancurkan harapan dan keberanian yang sudah susah payah dia kumpulkan.

Sekarang, di tengah keheningan malam yang hanya diisi oleh suara desahan angin di luar jendela, Maudy merasa begitu sendiri dan terluka. Hatinya terasa remuk, rasanya seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum kekecewaan. Arman, yang seharusnya menjadi pelindung dan kekasih hati, kini berubah menjadi sumber ketakutan terbesarnya.

Maudy menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kekuatan yang tersisa di dalam dirinya. Dia tahu dia harus membuat keputusan, meskipun berat, untuk melangkah keluar dari bayang-bayang Arman dan memulai hidup baru, jauh dari ancaman dan ketakutan yang selama ini menghantui setiap langkahnya.

"Aku ingin berhenti, tapi aku mencintai nya, " Gumam Maudy seorang diri

Tok!

Tok!

Tok!

"Kak, ini aku. Buka pintunya, dari siang sampe malam kau belum makan apapun kak, jadi bukalah pintunya. Ibu sudah masak makanan kesukaan mu, " Melody mengetuk pintu namun tak kunjung ada jawaban dari Maudy membuat Melody kian khawatir

"Kak, buka pintunya. " Pinta Melody mengetuk semakin keras membuat Maudy menutup kedua telinganya. Hanya isakan tangis yang keluar dari mulut Maudy sendiri

"Kenapa masih berdiri didepan pintu? "Salamah datang membuat Melody terkejut

Salamah menatap piring yang masih penuh makanan itu. " Apa kakakmu tidak mau makan? "Tanya Salamah

" Huft! Jangankan makan bu, dia saja tidak mau membuka pintunya. "Keluh Melody pada ibunya itu

Malam itu, Salamah mencoba beberapa kali mengetuk pintu kamar Maudy, tetapi tidak ada sahutan. "Maudy, sayang, bukalah pintu. Ibu hanya ingin tahu kamu baik-baik saja," ujar Salamah dengan suara yang getir, namun pintu tetap terkunci dari dalam. Di ruang makan, Melody hanya bisa menghela napas, menatap piring makanan yang dingin dan tak tersentuh. Wajahnya murung, matanya berkaca-kaca menahan kekhawatiran

"Lihat bu, bahkan ketika ibu bicara pun dia juga nggak mau buka pintu nya. " Ucao Melody yang mulai jengah dengan Maudy yang menurutnya terlalu kekanak-kanakan

"Biarkan saja dia kelaparan. Jangan pikirkan dia, " Tiba tiba saja suara Busi terdengar membuat kwdua wanita yang berbeda usia itu menoleh

Salamah menatap suaminya dengan mata melotot. "Kenapa kau berbicara seperti itu? Apa kau mau membuat anakmu mati kelaparan di dalam sana? " Ucap Salamah marah

Budi menghela nafasnya. "Aku tidak berniat untuk membuatnya mati di dalam sana, memangnya aku ayah yang seperti apa? Maksud ku adalah, biarkan saja anakmu itu di sana, kalau dia benar benar lapar, dia bisa keluar dari kamar terus bongkar tudung saji seperti kucing. " Ucap Budi panjang lebar sambil mengambil piring yang berada ditangan Melody

Salamah melotot tak Terima melihat suaminya yang pergi dengan membawa piring dan memakan nya sambil berjalan. Ingin memanggilnya, namun Melody menghentikan aksinya itu. "Apa yang dikatakan ayah benar bu, kalau kak Maudy lapar, kak Maudy bisa mengambilnya sendiri. Ibu tak usah khawatir. "

"Tapi nak, "

"Bu, percaya lah. Ibu kaya nggak tau gimana sifatnya aja, " Ucap Melody memegang kedua bahu ibunya

Salamah memandang pintu kamar Maudy sejenak, kemudian menghela nafas. "Baiklah." Mereka berdua pun segera menjauh dari sana dan pergi menuju kamar masing masing.

***

Di ruang bawah tanah yang lembab dan gelap, Arkan berdiri menghadap seorang pria yang terikat erat di kursi kayu tua. Pria itu menggigil ketakutan, matanya membesar memandang pisau yang dipegang Arkan. Cahaya lampu gantung yang redup semakin menambah suasana mencekam.

Arkan menghela napas dalam-dalam, matanya menyala dengan amarah yang tak terbendung. Dengan gerakan yang terkontrol, dia mengayunkan pisau tajamnya, bermain dengan ketakutan yang terpancar dari wajah korban.

"Pernah kudengar kamu suka main angka di belakangku?" suara Arkan menggema dingin di ruangan itu. Pria di kursi itu mencoba berbicara, bibirnya gemetar, "To-tolong... saya..."

Pria itu benar benar tidak menyangka ternyata Arkan memiliki sisi kejam. Selama ini yang ia lihat hanya pria lemah yang hanya kemana mana bisa menggunakan kursi roda.

Namun, lihatlah sekarang. Setelah Arkan sembuh dan bisa kembali berjalan dengan kedua kakinya ia terlihat lebih kuat dan aura kejamnya benar benar mengintimidasi.

Tanpa mendengarkan lebih lanjut, Arkan memotongnya, "Tidak ada tolong bagimu." Pisau itu kini menggores lengan pria tersebut, darah segar mulai mengalir membasahi lantai beton.

"Setiap tetes darah ini adalah harga dari pengkhianatanmu," ucap Arkan, setiap kata keluar dengan penuh penekanan. Dengan kejam, ia terus menggoreskan pisau ke seluruh tubuh pria itu, membiarkan rintihan dan jeritan memenuhi ruangan.

Setelah puas, Arkan melempar pisau itu ke samping, membiarkan pria itu terkulai lemah dengan tubuh penuh luka. "Jadilah pelajaran bagi siapa saja yang berani mengkhianati," katanya sambil berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan korban dalam keheningan yang menyesakkan.

Arkan melangkah keluar dari ruang eksekusi dengan langkah yang berat, membawa beban psikis yang tak terlihat. Matanya yang tajam seolah masih terpaku pada apa yang baru saja terjadi di dalam sana. Fajar, asistennya yang setia, mengikutinya sambil membawa beberapa barang.

"Tolong berikan obat luka dan pesangon kepada dia," perintah Arkan tanpa menoleh. Suaranya rendah namun jelas, menyimpan perasaan bersalah yang mendalam. Fajar mengangguk, paham dengan tugas yang harus dilakukan.

Setelah memberikan instruksi itu, Arkan berjalan menuju sebuah kamar di dalam ruangan itu. Dia membutuhkan waktu untuk membersihkan diri, mencoba menghapus jejak fisik dari kekerasan yang baru saja terjadi. Air mengalir di tubuhnya, tapi tak mampu membersihkan semua yang dia rasakan.

Dengan rambut masih basah dan pikiran yang melayang, Arkan mengambil handphonenya. Dia tahu dia belum mengabari Melody, istrinya, sejak tiba di tempat itu. Dengan hati yang berdebar, dia menekan tombol panggilan video. Wajah cantik Melody muncul di layar, menyinari ruangan dengan senyumnya.

"Hai, Sayang. Maaf, baru bisa kabarin sekarang," ucap Arkan, mencoba menyembunyikan kelelahan dan ketegangan di wajahnya.

Melody, yang merasakan ada yang berbeda dari suara suaminya, mengerutkan keningnya. "Kamu baik-baik saja, Kan? Ada apa? Kamu terlihat lelah," tanyanya dengan penuh kekhawatiran.

Arkan tersenyum pahit, "Iya, aku baik-baik saja, Mel. Hanya sedikit lelah saja. Jangan khawatir."

"Eum, baguslah. Apa kamu sudah makan, mas? " Tanya Melody

"Belum, sebentar lagi. Aku masih menunggu Fajar, " Jawab Arkan dan Melody mengangguk tak lama kemudian, wajahnya kembali cemberut membuat arkan terheran

"Ada apa? Kenapa tiba tiba wajahmu seperti itu? " Tanya Arkan dengan wajah serius

Melody menjawab dengan ketus dan wajah yang masih terlihat cemberut. "Ya lagian mas sih, baru ngabarin sekarang. Memangnya sesibuk itu sampa sampai ponsel saja tidak aktif dan baru mengabariku sekarang. " Rajuknya cemberut

Arkan terkekeh merasa gemas dengan istrinya itu. Ingin mencubit nya namun posisi mereka sedang berjauhan saat ini. Andai tangan kekar miliknya bisa menembus layar ponsel itu, mungkin sudah ia lakukan sejak tadi.

"Maaf sayang. Masalah yang terjadi disini cukup rumit. Maaf karena baru sempat mengabarimu sekarang. " Mohonnya dan Melody memutar mata dengan jengah

"Hmm, yayayaya. " Balas Melody

"Lalu, kamu sekarang dimana? Kenapa latar belakang kamar nya berbeda dengan yang dirumah? Kamu nggak selingkuhkan. " Ucap Arkan dengan mata yang memicing menatap curiga Melody

Melody yang posisi nya tengah berbaring langsung duduk dan memutar kamera menjadi belakang. "Selingkuh? Enak aja ya kamu. Lihat ini. Ini tuh kamar aku, semenjak kamu berangkat aku nginep di rumah ibu. Habisnya nomor kamu nggak aktif sih, jadi aku izin ke mama aja. Nggak papa kan, mas? " Cerocos nya panjang lebar namun kecil pada nada di akhir

Melihat raut wajah Melody seperti itu membuat Arkan semakin tertawa. "Iya nggak papa. Dari pada kamu dirumah, sendirian mending sama ibu. Nanti kalau mas udah pulang, baru kamu pulang juga oke. " Jelasnya

"Oke mas, terima kasih. " Ucapnya tulus

"Iya, sama sama. Sayang, "

Pembicaraan itu berlangsung singkat, namun penuh dengan emosi yang tersirat. Setelah menutup panggilan, Arkan duduk termenung, memikirkan betapa jauhnya dia dari kehidupan yang diinginkan bersama Melody. Kehidupan yang penuh kekerasan dan tuntutan itu semakin membuatnya merindukan pelukan hangat dari sang istri.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!