Aira, seorang wanita yang lembut namun kuat, mulai merasakan kelelahan emosional dalam hubungannya dengan Delon. Hubungan yang dulu penuh harapan kini berubah menjadi toxic, penuh pertengkaran dan manipulasi. Merasa terjebak dalam lingkaran yang menyakitkan, Aira akhirnya memutuskan untuk keluar dari lingkungan percintaan yang menghancurkannya. Dalam perjalanannya mencari kebahagiaan, Aira belajar mengenal dirinya sendiri, menyembuhkan luka, dan menemukan bahwa cinta sejati bermula dari mencintai diri sendiri.
Disaat menyembuhkan luka, ia tidak sengaja mengenal Abraham.
Apakah Aira akan mencari kebahagiaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah rasa Aira
Hari itu, gedung bergaya minimalis modern dengan sentuhan elegan sudah dihias penuh bunga dan papan ucapan.
Aira berdiri gugup di depan pintu kaca, mengenakan setelan putih gading yang anggun.
Para tamu mulai berdatangan mulai rekan bisnis Abraham, beberapa arsitek ternama, dan sahabat-sahabat Aira dari kantor lamanya.
Abraham menggenggam tangan Aira erat.
"Aku bangga padamu," bisiknya.
MC memanggil nama Aira untuk memberikan sambutan.
Dengan suara bergetar namun penuh semangat, Aira berkata,
“Perusahaan ini bukan hanya tentang desain interior, tapi tentang menghadirkan kenyamanan dan kehangatan… seperti rumah yang sesungguhnya.”
Setelah tepuk tangan meriah, pita peresmian dipotong. Musik lembut mengalun. Abraham mendekati Aira dan berbisik,
“Kamu berhasil, istriku.”
Aira tersenyum penuh haru.
Ini bukan hanya hari pembukaan perusahaan—ini adalah hari dimulainya babak baru dalam hidup dan kariernya.
Hari pertama Aira dan timnya mulai bekerja, seorang klien baru datang dengan konsep rumah tropis modern. Saat pintu kantor terbuka, langkah Aira terhenti.
"Iko?" ucapnya pelan, hampir tak percaya.
Pria itu tersenyum hangat. “Hai, Aira. Lama nggak ketemu. Ternyata kamu yang akan bantu desain rumahku.”
Iko adalah cinta pertama Aira saat SMA, sebelum ia mengenal Delon.
Sosok yang dulu membuat jantungnya berdebar hanya karena satu senyuman.
Kini, ia berdiri di depannya—lebih dewasa, lebih tenang, dan masih menyimpan sorot mata yang sama.
Aira berusaha tetap profesional. “Baik, Mas Iko. Silakan duduk. Kita mulai bahas konsepnya.”
Selama pertemuan itu, Iko sesekali melempar candaan yang membuat Aira gugup.
Tapi ia tahu batas. Ia sudah menjadi istri Abraham, dan sekarang ini adalah soal pekerjaan.
Namun, satu hal tak bisa Aira hindari yaitu kilas balik masa remaja mereka mulai bermunculan.
Aira pulang ke apartemen dengan langkah ringan namun ada beban yang mengendap di dada.
Begitu pintu dibuka, ia langsung memeluk tubuh suaminya.
“Mas tahu siapa klien pertama aku?” bisiknya sambil menatap wajah Abraham.
“Siapa?” tanya Abraham penasaran.
“Iko… cinta pertamaku.”
Abraham menatap Aira dalam diam beberapa detik sebelum akhirnya berkata, “Sayang, aku cemburu...”
Ia menarik Aira lebih dekat. “Apakah kamu masih mencintainya?”
Aira menggeleng pelan. “Itu cuma masa lalu, Mas. Aku milikmu sekarang.”
“Sayang,” bisik Abraham lirih, “jangan pernah khianati aku.”
Aira menggenggam tangan suaminya. “Aku tidak akan pernah. Percayalah...”
Sementara itu di tempat lain, tanpa sengaja Iko bertemu Delon di sebuah kedai kopi.
Mereka saling mengenali, dan perbincangan singkat berubah menjadi kabar yang mengejutkan.
“Ia sekarang punya perusahaan sendiri, Delon. Aira berhasil bangkit,” ucap Iko.
Delon mengepalkan tangannya, matanya menyiratkan amarah dan dendam yang belum padam.
Keesokan paginya saat Aira baru sampai di kantornya dan turun dari mobil.
Delon muncul tanpa diundang di depan kantor baru Aira.
Dengan wajah tak tahu malu, ia menghampiri Aira yang sedang berbicara dengan timnya di lobi.
"Aira, aku butuh uang. Beri aku sedikit, kau pasti punya banyak sekarang."
Aira menatapnya dingin, tanpa sedikit pun rasa takut.
“Kamu datang ke tempat yang salah, Delon. Aku bukan lagi Aira yang dulu.”
Delon tertawa sinis. “Kamu berubah, ya. Tapi tetap saja, kalau bukan karena ku, kamu nggak akan sampai di titik ini.”
Aira menarik napas panjang lalu menoleh pada satpam.
“Tolong antar pria ini keluar dan pastikan dia tidak pernah menginjakkan kaki di sini lagi.”
Satpam segera bergerak. Delon menunjuk Aira sambil berjalan mundur.
“Awas kamu, Aira. Aku akan kembali. Kau belum tahu siapa aku sebenarnya.”
Aira berdiri tegak. “Dan kamu belum tahu siapa aku sekarang.”
Abraham baru saja turun dari mobil saat melihat satpam mendorong keluar seorang pria dan betapa terkejutnya ia saat menyadari bahwa itu adalah Delon.
Dengan langkah cepat, Abraham menghampiri Aira yang masih berdiri di depan kantor.
“Sayang, kamu nggak apa-apa?” tanyanya dengan wajah cemas.
Aira mengangguk pelan. “Delon datang lagi. Dia minta uang.”
Mata Abraham langsung menajam. Ia menoleh ke arah Delon yang masih berada di pagar, berteriak-teriak tak jelas. Tanpa ragu, Abraham melangkah mendekatinya.
“Kau tidak punya urusan apa pun lagi dengan Aira,” ucap Abraham tegas.
“Kalau kau masih berani mengganggu, aku tak akan tinggal diam.”
Delon hanya tersenyum miring. “Kau pikir aku takut?”
Abraham menatapnya tajam. “Tidak perlu takut. Tapi kau akan rugi besar jika terus melawan orang yang mencintai Aira.”
Delon akhirnya pergi, masih dengan tatapan penuh amarah. Abraham kembali ke sisi Aira, merangkul bahunya.
“Mulai sekarang, dia nggak akan pernah bisa menyentuhmu lagi,” bisiknya.
Setelah kejadian itu, Abraham langsung menghubungi tim legalnya.
Ia tak ingin mengambil risiko sedikit pun terhadap keselamatan Aira.
Beberapa jam kemudian, Aira duduk di ruang kerja dan mendengarkan saat suaminya berbicara dengan pengacara pribadi mereka.
“Aku ingin surat perintah perlindungan disiapkan. Segala bentuk pendekatan dari Delon, baik langsung maupun tidak langsung, harus masuk kategori pelanggaran hukum,” ucap Abraham tegas.
Aira memandang suaminya dengan mata berkaca.
“Mas, kamu serius banget…”
Abraham menoleh dan menggenggam tangan istrinya.
“Karena kamu istriku. Tugas mas adalah melindungimu. Sekarang bukan waktunya kamu merasa terancam lagi.”
Beberapa hari kemudian, surat perlindungan resmi dikeluarkan oleh pengadilan.
Delon secara hukum dilarang mendekati Aira dalam jarak 500 meter. Pelanggaran akan langsung ditindak oleh pihak kepolisian.
Abraham juga menambah pengamanan di kantor dan apartemen mereka. Setiap titik dijaga oleh orang-orang kepercayaannya.
Aira berdiri di balkon, menatap kota yang mulai disinari cahaya senja, lalu berbalik memeluk Abraham yang baru saja datang menghampiri.
“Terima kasih, Mas. Aku merasa sangat aman sekarang.”
Abraham mencium kening Aira. “Selama aku hidup, kamu nggak akan pernah merasa sendiri.”
Iko kembali datang ke kantor Aira dan ia melihat Abraham
Ia baru tahu kalau Abraham suami Aira, kemudian ia mengatakan kalau kemarin bertemu dengan Delon
"Jadi Mas yang memberitahukan kepada Delon?" ucap Aira
"Memang ada apa Ra? Tanya Iko yang tidak tahu Abraham menceritakan semuanya kepada Iko.
Kemudian Aira menceritakan semuanya kepada Iko tentang Delon.
Iko menunduk, wajahnya menunjukkan rasa bersalah.
“Maaf, Ra… aku benar-benar nggak tahu kalau Delon sudah sejauh itu menyakitimu.”
Abraham berdiri di samping istrinya, merangkul bahunya dengan tenang.
“Kami tidak menyalahkan mu, Iko. Hanya saja, mulai sekarang, kami harus lebih hati-hati.”
Iko mengangguk pelan. “Aku mengerti. Kalau kamu butuh bantuan, aku siap, Ra. Aku juga punya koneksi hukum. Kita bisa pastikan Delon nggak mengganggu kamu lagi.”
Aira tersenyum tipis. “Terima kasih, Ko. Aku hargai itu.”
Abraham menatap Iko dan berkata dengan suara dingin namun bersahabat,
“Yang terpenting sekarang, jangan ada lagi celah bagi Delon. Aira sudah cukup menderita.”
Iko mengangguk tegas. “Aku janji akan lebih berhati-hati.”