Bunian Cinta Yang Hilang

Setelah kejadian aneh dikamar, laki laki itu lebih banyak berdiam diri di rumah, pikirannya dipenuhi bayangan gadis berwajah pucat yang muncul tiba-tiba. Setiap sudut rumah seolah menyimpan rahasia yang kini terbuka. Beberapa kali ia mencoba menggali jawaban dari Ayah tentang mistis moyang dan sosoknya, hanya berujung pada kegelisahan. Ayah biasanya tenang, selalu menghindar dan mengalihkan percakapan. Sikapnya yang tertutup itu justru menguatkan dugaan Raga bahwa ada sesuatu besar tersembunyi terkait dirinya.

Ia menyadari telah memasuki dimensi lain, alam yang selama ini hanya hidup dalam cerita nenek moyang. Gadis itu, dengan tatapan kosong namun memesona, bukanlah manusia biasa. Logikanya berteriak mustahil, namun pengalamannya terlalu nyata untuk diabaikan. Bisa jadi ia berasal dari golongan Jin, atau lebih tepatnya, orang Bunian.

Mendengar kata itu, bulu kuduk Raga merinding. Ia teringat cerita masa kecil tentang "Orang Tersembunyi" yang mendiami hutan lebat atau puncak gunung di Sumatra dan Kalimantan. Mereka memiliki peradaban mirip manusia, tetapi tak kasat mata. Hanya orang berilmu tinggi atau yang peka secara spiritual dapat melihat mereka. Pengetahuan ini bukannya menenangkan, justru menambah kecemasannya. Apa hubungannya dengan dirinya? Mengapa gadis Bunian itu mengikutinya?

Rasa penasaran yang membuncah mendorongnya untuk mencari sumber lain: Angku. Diam-diam, dia pergi ke rumah gonjong Angku di bawah sinar senja yang memudar. Seolah sudah menanti, Angku membuka percakapan tanpa didahului pertanyaan. “Ayahmu sebenarnya tidak sakit, bujang,” katanya, bagai sambaran petir. Dua gelas teh hangat dan sepiring goreng pisang menemaninya di teras yang damai.

“Ayah?” tanya Raga, suaranya tercekat. Ada kelegaan, tapi juga kebingungan yang dalam. Jika Ayah tidak sakit, lalu mengapa ia bersikap aneh?

Angku mendekat, matanya awas memperhatikan sekeliling. Dengan hati-hati, ia berbisik, “Ayahmu tidak bisa menolak itu.”

“Maksud Angku apa?” Raga semakin bingung. Apa yang tidak bisa Ayah tolak? Siapa yang berkuasa atasnya?

Laki-laki tua itu menatap tajam menembus jiwa. Raga merasakan dingin menjalar di punggung dan tahu rahasia besar akan segera terungkap. “Lalu, bagaimana dengan gadis itu? Siapa dia? Mengapa ia mengikutiku?”

Angku terperanjat. Wajahnya menunjukkan kejutan mendalam mengingat sesuatu yang penting. Mulutnya bergetar, menatapnya gagap "Jadi Arumi membawamu?" gumamnya pelan.

Nama "Arumi" bergema di benak Raga—asing, tapi seperti terkunci dari sebuah misteri.Getaran aneh menyergapnya. Jantungnya berdebar kencang. "Siapa Arumi, Angku? Apa hubungannya dengan Raga dan Ayah?" desaknya.

Angku terdiam menatapnya dalam. “Moyangmu, Bujang Tuanku Haji Rusdi.”.

"Maksud Angku? Apakah ada rahasia keluarga yang selama ini tersimpan ?

“Engkau harus menjaga rahasia ini.”kata Angku tegas."Tuanku Haji Rusdi mempunyai dua orang Istri. Yang pertama wujudnya manusia sama seperti kita sedangkan yang kedua…”

“Orang apa Angku?

“ Bunian.”

Wajah Raga memucat.

“ Ini khilafiah, Bujang. Angku tidak mau berdebat panjang tentang ini. Anak turunan Jin moyang akan terus mengikuti garis turunan laki laki dari pihak Ibu. Sayangnya saudara Ibumu semuanya perempuan, secara otomatis akan turun ke cucu atau cicitnya." Angku mengambil segelas teh panas” Minumlah dulu nak, “ujarnya menyodorkan.

“Lalu apa hubungannya dengan Ayah ?”

“Ayahmu hanya penyambung lidah, dari awal dia tidak setuju trah ini berlanjut dan berniat untuk memutus," Angku menghela napas panjang matanya memerah. "Dan perjanjian akan berakhir jika salah satu anak turunan moyang Bunian menikah dari garis pihak Ibu."

“Apa ? Berarti gadis itu anaknya dari moyang Tuan Haji Rusdi ? " Ia terperanjat kaget.

Angku mengangguk dalam. “Ayah dan Ibumu sebenarnya tahu peristiwa dan perjanjian itu tetapi mereka tidak mau engkau terlibat lebih jauh," tatapannya sendu dan penuh beban. "Arumi... dia adalah bagian dari sebuah perjanjian turun-temurun dalam keluarga kita."

Raga merasa dunianya runtuh. Perjanjian? Mengawini makhluk Bunian? Itu hal paling gila yang pernah ia dengar. "Tapi itu tidak masuk akal! Ayah tidak pernah bercerita!"

"Ayahmu tidak bisa, Raga. Perjanjian itu rahasia, hanya diketahui para tetua dan yang akan menjalani takdir. Dia mencoba melindungimu, menjauhkanmu dari ini. Tapi takdir akan menemukan jalannya sendiri." Angku menunjuk ke arah hutan. "Gadis yang kamu lihat itu adalah Arumi. Dia adalah perwujudan perjanjian. Dia datang untuk menagih janji."

Raga terdiam, menyatukan semua kepingan puzzle: sikap Ayah, gadis misterius, cerita Bunian. Semua karena sebuah perjanjian kuno. Beban warisan leluhur kini menjadi takdirnya. "Jadi... aku harus menikahinya?" tanyanya nyaris tak terdengar.

Angku mengangguk perlahan. "Itulah jalannya, Raga. Demi keseimbangan, demi menyelamatkan keluarga dan kampung ini dari murka mereka jika janji dilanggar." Tatapannya penuh harap. "Kamu tidak sendirian. Kami akan membimbingmu. Ada cara untuk memahami dunia mereka. Arumi... dia juga makhluk hidup, memiliki perasaan. Dia adalah bagian dari takdirmu."

Raga menatap langit senja yang memerah, pikirannya berkecamuk. Ia hanya seorang pemuda mencoba hidup normal, kini harus menerima kenyataan melampaui nalar. Ini bukan sekadar tentang pernikahan, tapi tentang memenuhi janji leluhur dan hidup di antara dua dunia. Masa depannya dengan Amy atau lenyap ditelan realitas baru.

"Apa yang harus Raga lakukan sekarang, Angku?" tanyanya, pasrah.

Angku tersenyum tipis. "Buka mata hatimu, Raga. Belajar memahami dunia yang tersembunyi. Belajar berkomunikasi dengan Arumi. Dia tidak akan menyakitimu, hanya menunggu penerimaanmu." Ia meletakkan tangan di bahunya. "Ini adalah perjalanan yang akan mengubah hidupmu selamanya."