Saat mencoba menerobos ke tingkat kekuatan tertinggi, Xiao Chen—Raja Para Dewa Kultivator—terhisap ke dalam celah dimensi dan terdampar di dunia asing yang hanya mengenal sihir dan pedang.
Di dunia yang nyaris hancur oleh konflik antar ras dan manusia yang menguasai segalanya, kekuatan kultivasi Xiao Chen bagaikan anomali… tak dapat diukur, tak bisa dibendung.
Ia terbangun dalam tubuh muda dan disambut oleh Elvira, elf terakhir yang percaya bahwa ia adalah sang Raja yang telah dinubuatkan.
Tanpa sihir, tanpa aturan, hanya dengan kekuatan kultivasinya, Xiao Chen perlahan membalikkan dunia ini—membangun harapan baru, mencetak murid-murid dari nol, dan menginjak lima keturunan manusia terkuat bagaikan semut.
Tapi saat kekuatan sejati menggetarkan langit dan bumi, satu pertanyaan muncul:
Apakah dunia ini siap menerima seorang Dewa... dari dunia lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GEELANG, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 – Kilas Balik Luthen, Cahaya yang Retak
200 Tahun Lalu – Masa Muda Luthen
Di aula kristal Kerajaan Suci Luminis, cahaya suci memancar dari langit-langit berbentuk kubah. Lima pewaris Pahlawan Suci muda berdiri di hadapan guru mereka—Aldevan, sang Grandmaster Sihir Ilahi.
Salah satunya adalah Luthen Valore, murid paling cemerlang dengan sihir penyembuh terkuat yang pernah lahir.
> “Kalian adalah harapan umat manusia. Dunia ini... penuh noda. Bersihkan,” ucap Aldevan sambil menyerahkan masing-masing gulungan "Hukum Ilahi".
Namun sejak awal, Luthen merasa ada yang salah. Ia melihat dunia dari sisi yang berbeda: bukan dari posisi penguasa, tetapi dari mereka yang menderita—ras peri yang diburu, beastkin yang disiksa, dan anak-anak iblis yang dibakar hidup-hidup karena dianggap "keturunan kegelapan".
> “Mengapa cahaya kita membuat dunia gelap?”
“Mengapa kekuatan kita selalu tentang menghukum… bukan menyelamatkan?”
—
Pertemuan Rahasia dengan Sang Raja Peri
Luthen diam-diam pergi ke Hutan Elarion, wilayah terlarang tempat ras peri terakhir bertahan.
Di sana, ia bertemu Raja Peri Sylen, seorang pemimpin yang mengangkat tombak hanya untuk bertahan, bukan menyerang.
> “Jika kau datang membawa cahaya, tinggalkan itu di luar. Di sini, semua ras berdiri setara.”
Luthen menyimpan tongkat sihirnya.
> “Aku tak datang sebagai penyihir. Aku datang sebagai manusia… yang ingin memahami kesalahan darahku sendiri.”
Di malam itu, Luthen melihat dunia dari sisi yang selama ini dilenyapkan: seorang ibu beastkin merawat anaknya dengan kasih sayang, iblis kecil menangis saat burungnya mati, dan peri yang menyembuhkan bunga layu.
> “Siapa sebenarnya iblis? Kami? Atau mereka?”
—
Pemberontakan Luthen
Luthen kembali ke Menara Cahaya, menolak misi "Pembersihan Besar" yang akan membakar tiga kota bawah tanah tempat ras minor tinggal.
> “Jika itu harga dari perdamaian kalian, maka aku tak ingin berdiri di atasnya.”
Grandmaster Aldevan menghukumnya. Ia dicap sebagai pengkhianat cahaya dan dikejar sebagai musuh umat manusia.
Namun sebelum ditangkap, Luthen mencuri satu dari lima Core Dunia Lama—batu peninggalan Penjaga Qi yang disegel ratusan tahun lalu. Ia menghilang... dan membangun kota rahasia bernama Salazar, tempat semua ras bisa hidup bersama.
Itulah cikal bakal legenda Raja Cahaya Gelap—Luthen, sang pahlawan yang dihapus dari sejarah.
—
Kembali ke Masa Kini – Luka yang Tak Pernah Hilang
Reruntuhan Salazar terbakar, debu dan darah memenuhi udara. Empat dari lima penyihir keturunan Pahlawan Suci telah dikalahkan oleh Xiao Chen hanya dengan tekanan Qi-nya. Yang tersisa hanyalah Ignis, pengguna api surgawi, dan penyihir yang pernah menjadi adik seperguruan Luthen.
> “Kau… benar-benar masih hidup, Luthen.”
> “Lebih dari itu, aku masih punya hati.”
Ignis melempar serangan pamungkas—Meteor Suci Eltherion, sihir pemurnian kelas dunia. Namun sebelum sihir itu menghantam…
Xiao Chen melangkah maju.
Dengan satu gerakan jari, sihir itu membeku, lalu retak menjadi ribuan kepingan.
> “Kau memanggil ini api ilahi?”
“Di alamku, ini bahkan tak bisa memanggang ikan.”
Ignis terdiam. Ketakutan menelan nyalinya.
> “Kalian bukan pahlawan. Kalian adalah generasi yang kehilangan kemanusiaan… demi mempertahankan tahta kosong,” ucap Xiao Chen datar.
Dengan satu tamparan Qi murni, Ignis terpental ratusan meter dan pingsan.
Luthen mendekat, wajahnya penuh luka dan darah.
> “Terima kasih... tapi ini baru awalnya. Empat Core lainnya masih tersegel. Jika mereka menyatukannya, dunia ini akan kembali pada bentuk semula: monarki cahaya yang kejam.”
> “Maka kita rebut duluan,” balas Xiao Chen.
—
Elvira dan “Surat Guru”
Di Akademi Eldamar, Elvira menerima surat yang ditinggalkan Xiao Chen sebelum pergi.
Di dalamnya tertulis:
> “Jika aku terlambat kembali, latih kekuatanmu. Kelak, kamu akan menjadi pelindung kastil. Dunia ini bukan hanya tentang sihir atau kultivasi. Ini tentang siapa yang memiliki keberanian untuk menolak takdir.”
> “Jangan tunggu aku. Bangun istana ras. Satukan mereka. Saat saatnya tiba, aku akan kembali—bukan sebagai pelindung, tapi sebagai pemicu perubahan.”
—Xiao Chen
Air mata Elvira jatuh, tapi ia tidak menangis karena sedih—melainkan bangga.
> “Aku akan membangun dunia yang pantas kau lindungi, Guru.”
—
Proyek Salazar Baru Dimulai
Luthen menunjukkan pada Xiao Chen peta peninggalan kuno dari Era Penjaga Qi. Ada lima tempat suci tersegel:
Kuil Tembaga Eon di Gurun Amber
Istana Air Terjun Celestia
Kuburan Etnik Neraka Selatan
Danau Terbalik Zephyra
Menara Cahaya—tempat Core terakhir disembunyikan
> “Jika kita ingin menyeimbangkan dunia ini kembali, kita harus merebut Core-Core itu… sebelum Grandmaster Aldevan melakukannya.”
Xiao Chen menatap langit malam. Qi-nya mulai bergolak.
> “Maka perang ini… akan aku akhiri sebelum dimulai.”
—