[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi menyelamat gadis kecil dari bandit
Rio masih melanjutkan perjalanannya, menyusuri jalanan kota yang ramai. Matanya yang tajam mengamati kehidupan di sekeliling, anak-anak bermain riang, pedagang makanan memanggil pelanggan, toko-toko kecil penuh tawa dan suara. Suasana tampak damai... namun tak bertahan lama.
Di tengah alun-alun kota, seorang pria tua berdiri gemetar. Pakaiannya lusuh, matanya sembab karena menangis. Wajahnya memancarkan keputusasaan.
"A-ada... sesiapa mau bantu aku? Tolong... anak gadis aku diculik bandit!" teriaknya dengan suara bergetar.
Warga sekitar hanya melirik, lalu berpaling. Tak satu pun berhenti.
"Upahnya kecil sekali... cuma ini yang aku ada..." lanjutnya, menunjukkan beberapa koin lusuh di tangan yang gemetar.
Beberapa petualang yang lewat mencibir.
"Bayar segitu? Suruh anak kecil sajalah yang pergi."
"Cuma anak seumuran cucuku yang bisa digaji recehan begitu..."
Tak ada satu pun yang mendekat. Harapan pria tua itu hampir pupus.
Namun dari balik kerumunan, seorang anak lelaki berhenti melangkah. Wajahnya tersembunyi di balik topeng hitam. Ia diam, menatap pria itu tanpa berkata apa-apa.
Rio.
Ia melangkah pelan, mendekati pria tua itu. Perlahan ia membuka sedikit topengnya, memperlihatkan matanya yang tajam.
“Anu... aku bisa bantu, Pak.”
Kerumunan mendadak hening. Mata-mata yang tadinya mencibir kini terbelalak.
“Bocah itu? Apa dia serius?”
Pria tua itu menatap Rio penuh keraguan. “Kamu... bisa bantu aku? Tapi... kau masih kecil...”
Rio mengangguk. Mata keemasannya memancarkan keteguhan yang tak biasa bagi anak seusianya.
“Aku tak butuh upah,” ujarnya. “Aku hanya tak tahan melihat seseorang yang kehilangan keluarganya.”
Mata pria tua itu berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan Rio dengan erat.
“Terima kasih... terima kasih, Nak... tolong selamatkan anakku... namanya Elina, dia baru 12 tahun...”
Rio mengangguk sekali lagi. Ia menoleh ke arah luar kota, ke hutan tempat Elina terakhir terlihat. Angin berhembus lembut, menggoyang ujung jubahnya.
“Tenang saja... aku akan membawanya pulang.”
Dengan tekad yang tak goyah, Rio melangkah. Ini bukan perjalanan seorang bocah biasa. Ini adalah misi seorang assassin muda yang menyembunyikan kekuatannya dari dunia.
Begitu keluar dari kota, ia langsung melesat. Tubuhnya bagai bayangan yang melintas diam di antara pepohonan. Langkahnya ringan, nyaris tak bersuara. Skill assassin yang diasah sejak kecil kini membimbing setiap gerakannya.
Beberapa menit kemudian, Rio berhenti di antara dua pohon besar. Matanya menyipit.
“Ada sesuatu yang aneh...”
Ia mengaktifkan Eyes of Light. Matanya bersinar lembut keemasan, seolah dunia di sekitarnya melambat. Dengan fokus penuh, ia menatap ke kejauhan.
"Lima orang... dan satu gadis kecil diikat."
Rio menghilang dari tempatnya berdiri.
Teleport.
Dalam sekejap, ia muncul di tepi jalan hutan. Di sana, sebuah kereta kuda berhenti. Lima bandit berjaga-jaga, tertawa keras.
Di bagian belakang kereta, gadis kecil berambut coklat, Elina...terikat, mulutnya disumpal kain. Matanya memancarkan ketakutan.
Lalu, sebuah suara dingin menyayat udara:
"...Berhenti."
Bandit-bandit itu menoleh. Seorang anak lelaki berjaket hitam dan bertopeng berdiri tegap di depan mereka. Angin malam menggoyangkan rambut dan jubahnya.
“Huh!? Siapa bocah ini?”
Rio menatap mereka datar. Suaranya pelan, tapi tajam bak belati:
"Kalian tak perlu tahu namaku... cukup tahu bahwa kalian akan mati di tanganku."
Seorang bandit maju sambil mencibir.
“CIH! BOCAH SOK HEBAT!”
Tanpa aba-aba, mereka langsung menyerbu.
Namun, sebelum pedang mereka turun, Rio sudah menghilang.
"Di mana dia!?"
"DIA ADA DI BELAKANGMU..."
Tsuuk!
Rio muncul di belakang salah satu bandit. Tangannya menyala oleh mana terkonsentrasi. Ayunan cepat, bersih, sunyi. Darah mengalir.
Satu per satu mereka tumbang. Gerakannya seperti tarian bayangan. Tak ada suara, tak ada ampun. Dalam hitungan detik, kelima bandit tergeletak tak bernyawa.
Rio melangkah perlahan ke arah Elina yang masih terikat. Cahaya matahari senja menembus celah dedaunan, menyinari siluetnya.
Saat Rio menunduk membuka ikatan Elina... topeng hitamnya terbawa angin dan jatuh ke tanah.
Wajah Rio akhirnya terlihat.
Muda, namun teguh. Sorot matanya tajam namun damai. Saat menatap Elina, senyum tipis muncul di bibirnya.
“Tenang aja... aku datang untuk menyelamatkan kamu.”
Elina terdiam. Matanya masih berkaca, tapi tubuhnya mulai tenang.
Deg.
Detik itu juga, hatinya bergetar.
Ia menunduk, wajahnya memerah.
“I-Itu... kakak... siapa...?” gumamnya pelan.
Rio hanya tersenyum, lalu mengenakan kembali topengnya.
“Nanti kita ngobrol setelah kamu pulang ke rumah.”
lanjut