irwan adalah seorang remaja 19 tahun dan menjadi mahasiswa tahun kedua,dia bercita-cita untuk menjadi seorang yang mempunyai segalanya,uang, wanita, kekuasaan.tapi nasib berkata lain, ketika ia pulang kampus dia tertabrak mobil dan meninggal dunia.
tapi bukannya masuk surga/neraka tapi seorang Dewi memberi kesempatan kedua
"jika kamu ingin kembali ke bumi,kamu harus menguasai dunia lain yang penuh sihir!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Victorr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perang besar BILDERBERG vs KEKAISARAN
Langit di atas Area 51 malam itu begitu pekat. Rowan duduk sendiri di balkon markas, hanya ditemani angin dingin dan gemerlap bintang yang tak mampu menenangkan pikirannya.
> “Julian ditangkap. Ini lebih cepat dari yang kuperkirakan. Artinya… seseorang membocorkannya jauh sebelum dia masuk akademi.”
Rowan memejamkan mata. Pikirannya langsung menuju satu nama.
Zeta.
Baim berdiri di belakang Rowan, menunggu perintah. Drian kemudian menyusul, membawa berita yang lebih buruk.
> “Tuan… mereka menahan Julian bukan untuk pengadilan. Tapi sebagai umpan. Mereka ingin memancing James Moriarty keluar.”
Rowan menghela napas panjang, sebelum akhirnya berdiri. Punggung kecilnya tampak tegak, namun aura di sekelilingnya mencekam seperti pemimpin perang.
> “Kalau begitu, kita akan muncul… tapi bukan untuk terpancing. Kita akan memainkan papan catur mereka… dengan bidak yang tidak mereka duga.”
Transisi – 3 Hari Kemudian, Kerajaan Vrada
Rowan dan Drian mengenakan jubah hitam dengan simbol mata tertutup—simbol resmi organisasi BILDERBERG. Topeng Rowan kini berganti: berwarna hitam pekat dengan pola emas yang menutupi setengah wajah, dan topi tinggi ala bangsawan tua Eropa, terinspirasi dari James Moriarty.
Mereka diterima oleh salah satu penasihat ekonomi Raja Vrada di istana belakang. Ruangan besar itu dipenuhi cahaya lilin dan rak-rak penuh peta ekonomi.
“Pajak kami akan naik 35%. Dengan satu syarat.”
“Kami tahu tujuan kalian. Jika kalian ingin menyelamatkan Julian, kami bantu. Tapi jika kalian kalah, kami tidak pernah mengenal kalian.”
Rowan tersenyum di balik topengnya.
“Deal.”
Rencana Penyerbuan: Operasi Penyelamatan
Malam sebelum operasi dimulai, Rowan memanggil Silvi dan lima pemimpin kelompok lainnya ke ruangan taktis.
“Silvi, ini akan jadi ujian pertamamu sebagai pemimpin Unit Bayangan. Kau dan 99 orangmu menyusup ke ibukota dan bebaskan Julian.” “Dan kau sendiri, tuan?” “Aku akan bertarung di garis depan. Sendiri. Tugas kalian hanya satu: jangan pernah kembali tanpanya.”
Silvi menggertakkan giginya, menyadari misi ini bukan sekadar penyerbuan biasa. Tetapi Rowan menepuk bahunya dengan tenang.
“Kemenangan hari ini bukan milik kita. Tapi pelajaran ini harus kita ambil... dengan darah sekalipun.”
Malam Operasi – Penyerbuan Istana
Langit merah. Udara terasa berat. Pasukan BILDERBERG mulai bergerak dalam diam. Rowan melayang di atas markas dengan jubahnya berkibar, tampak seperti bayangan dewa kematian.
Di balik bukit utara akademi, terlihat siluet pasukan bergerak diam-diam. Drian memimpin dari atas kuda sihir berlapis rune, wajahnya serius.
“Pasukan Pengalih, ke posisi. Intel saya bilang area selatan punya celah. Jangan sampai satu pun tahu kita akan menyerang dari utara.”
Di sampingnya, tiga pemimpin pasukan penyusup bersiap. Drian membuka gulungan mantra sihir anti-alarm—hasil ciptaannya sendiri.
Saat mereka menyerbu, Drian menampilkan kemampuan sihir kontrol medan dan ilusi. Ia menyamarkan seluruh pasukannya hingga bisa menembus pagar sihir luar akademi tanpa deteksi.
Di sisi lain, Silvi dan pasukannya menyusup lewat lorong bawah tanah yang terhubung dengan akademi. Drian mengatur komunikasi rahasia dari jauh menggunakan sihir penghubung.
Sementara itu, dari sisi timur, Baim memimpin 300 pasukan utama dengan susunan formasi berbentuk segitiga. Dia berada di ujung tombak, mengenakan armor hitam dengan mata menyala biru, menunggangi beast serigala sihir.
“Jangan ada ampun. Kita rebut saudara tuan kita kembali… meski harus melewati 1000 mayat.”
Saat alarm akademi berbunyi, Knight Commander dari pihak akademi muncul dengan 200 pasukan penjaga istana.
Baim tersenyum dingin, lalu melempar tombak sihir ke langit—dan BOOM!—petir sihir menghantam pusat pertahanan akademi.
Pertempuran pecah. Baim seperti iblis di medan perang, menebas musuh satu per satu dengan teknik “Double Phantom Cleave”.
Bentrok Para Circle Tinggi – Pertarungan Rowan vs dua Mage 9 Circle
Saat Rowan muncul di pelataran depan akademi, para mage elit kekaisaran telah menunggunya.
“James Moriarty,” ucap salah satu dari mereka, “akhirnya kau muncul.”
Rowan melepaskan satu napas. Aura telekinesisnya melonjak. Sekitar 300 benda logam di sekitarnya langsung melayang, mengitari tubuhnya seperti meteor kecil.
“Kalian ingin melihat kekuatanku? Lihatlah sampai mata kalian terbakar.”
Pertarungan pun pecah.
Rowan menghadapi 2 mage Circle 9 secara bersamaan. Ia mampu menahan mereka hanya dengan teknik telekinesis, taktik ruang-waktu, dan manipulasi tekanan.
Namun lambat laun… dia mulai terdesak.
Api menyala di balik horizon ketika Rowan berdiri di atas reruntuhan gerbang Akademi Kekaisaran. Langkah-langkah pasukan kekaisaran semakin mendekat. Mereka datang tanpa keraguan. Tanah berguncang. Mana di udara seolah menolak keberadaan sang bocah pemimpin yang berdiri di antara mereka.
Di sekeliling Rowan, darah menetes dari pelipis. Topengnya retak di bagian kiri. Napasnya memburu.
Dia sendirian.
Silvi dan pasukan bayangan berhasil menyelamatkan Julian dan mulai mundur sesuai rencana. Tetapi Rowan tetap berdiri. Ia tidak ingin lari. Ia ingin menguji dirinya sendiri.
"Aku… sudah 7 Circle Tingkat Atas. Aku sudah mempelajari ribuan mantra, taktik, dan teknik penguncian mana… Aku bisa menang."
Suara langkah berat menghentikan pikirannya.
Seseorang muncul.
Rambut putih panjang. Jubah merah gelap. Mata setajam obsidian.
Abraham—Sang Kakek Kekaisaran, satu dari Empat Great Circle 9 Mage.
“Kau… yang disebut James Moriarty?”
Rowan berdiri kaku, menggenggam udara. 27 pedang besi melayang dari belakang punggungnya, berputar dengan aura ungu kehijauan. Ia menjawab dengan tenang:
“Aku. Dan aku akan keluar dari tempat ini… entah dengan damai, atau dengan membakar tanah kalian.”
Abraham tidak tertawa. Ia hanya mengangkat tangannya… dan waktu berhenti.
Rowan menyadarinya satu detik sebelum ia kehilangan kendali. Ruang di sekeliling tubuhnya terkunci. Pedang-pedangnya jatuh seperti daun layu. Rowan memaksakan diri membalas, menyusun sihir pembalik ruang…
Terlambat.
Abraham melangkah maju, dan memukul dada Rowan dengan telapak terbuka. Tidak ada darah. Tetapi suara tulang remuk terdengar jelas.
Rowan terlempar sejauh lima belas meter, menghantam menara jam akademi, hingga menara itu retak di tengahnya.
“I-itu… hanya satu serangan?”
Rowan berlutut, batuk darah. Lututnya goyah.
“Mana-ku… tidak merespon. Tubuhku bahkan tidak bisa merasakan tangan kiriku...”
Abraham kembali melangkah.
“Kau kuat, bocah. Tapi kekuatanmu… bukan untuk dunia ini.”
Ia mengangkat satu jari. Sebuah bola api putih sebesar kepala manusia terbentuk.
“Selesaikan ini,” ucap salah satu mage lain di belakangnya.
Rowan mengangkat wajahnya. Matanya tak gentar. Tetapi tubuhnya goyah.
“Kalau aku mati di sini… maka aku pantas mati.”
“Tapi… aku tidak akan mati.”
Ledakan dari Timur – Vrada Menyerbu
Sebelum bola api itu dilepaskan, tanah berguncang dari arah timur. Api menyala di langit malam.
Pasukan elit dari Kerajaan Vrada menyerbu lewat gerbang timur. Bendera mereka berkibar: Singa Emas di atas Hitam. Raja Vrada tidak datang, tetapi Putra Mahkota Vrada sendiri yang memimpin pasukan.
>“Lepaskan anak itu. James Moriarty adalah tamu kami. Serang dia, dan Vrada menganggap ini deklarasi perang.”
Abraham menatap mereka dingin. Para mage kekaisaran saling bertukar pandang.
Mereka tahu. Bahkan Circle 9 tidak akan cukup jika melawan Vrada dan Bilderberg secara bersamaan.
“Kau beruntung hari ini, anak kecil,” bisik Abraham sebelum mundur.
Setelah Perang – Rowan Tidak Bangga
Di sebuah kamar darurat di Area 51, Rowan berbaring dengan mata terbuka. Luka dalamnya belum sembuh. Tapi yang lebih parah dari itu adalah:
Rasa kalah.
“Satu serangan… hanya satu serangan… dan aku bahkan tidak bisa berdiri…”
Julian duduk di sisi tempat tidur, menatap adiknya dengan tenang.
“Rowan… kau menyelamatkanku. Tapi kau terluka karena itu.”
Rowan menoleh pelan, suaranya rendah.
“Aku ingin menguasai dunia, Julian… tapi dunia bahkan belum mengenalku, dan sudah membuatku bertekuk lutut.”
Esoknya, Rowan memanggil semua pemimpin dan pasukan elit. Dengan tubuh masih dibalut perban, ia berdiri di depan 600 pasukannya.
“Aku tidak cukup kuat. Aku kira aku bisa… tapi tidak.”
Semua terdiam. Bahkan Baim menggertakkan giginya. Tapi Rowan melanjutkan:
“Maka aku memutuskan… untuk mundur. Selama 5 tahun ke depan, aku akan menghilang dari dunia ini.”
“Latihlah diri kalian. Bangun Bilderberg. Lindungi markas ini.”
“Dan saat aku kembali… dunia akan gemetar mendengar namaku.”
Rowan menghilang dari dunia selama 5 tahun.
Ia meninggalkan AREA 51 di bawah kendali Drian, Baim, Julian, dan Silvi. Sementara itu, rumor tentang James Moriarty mulai menyebar ke seluruh benua.
Ada yang menyebutnya iblis. Ada yang menganggapnya dewa. Tapi tidak ada yang tahu—bahwa dia hanya anak berumur 10 tahun.
kayaknya ini bukan penulis pemula seperti katanya🤠