Walaupun Danver menjadi pengganti kembarannya menjadi suami Faye, tapi dia sangat menikmati pernikahannya dengan Faye.
Lalu bagaimana dengan Faye kalau dia tau laki-laki yang menjadi suaminya saat ini adalah kembaran dari laki-laki yang dia inginkan menjadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Nath, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Jangan Suruh Aku Menunggu Lagi!
"Ayo kita menikah." ajak Danzel.
Sontak Shenina kaget mendengar ajakan Danzel. Karena tadi yang dia dengar Danzel akan menikah dengan perempuan lain.
Shenina pun membalikkan badannya menghadap Danzel.
"Apa katamu, menikah? Bukannya Daddy mu akan menikahkan mu dengan perempuan lain?" tanya Shenina.
"Benar kan dugaan ku, kamu ketus begini padaku karena kamu mendengar percakapan ku dengan Danver." ucap Danzel sambil menjepit gemas hidung Shenina.
"Hish..." Shenina yang malu langsung mendorong tubuh Danzel lalu membalikkan tubuhnya lagi menghadap jendela.
Danzel kembali memeluk Shenina dari belakang.
"Memang benar Daddy ingin aku menikah dengan perempuan lain, tapi aku tidak mau. Aku meminta Danver untuk menggantikan ku." ucap Danzel.
Shenina menaikkan satu alisnya.
"Lalu Danver mau?" tanya Shenina.
"Um." jawab Danzel.
"Kalau Daddy mu tahu bagaimana?" tanya Shenina.
"Itu sudah aku perhitungkan. Kalaupun Daddy tahu itu tidak masalah, karena aku tahu Daddy sangat menjaga harga dirinya. Jadi dari pada harga dirinya jatuh karena pernikahan batal, yah lebih baik pernikahan tetap lanjut walau dengan mempelai pria yang berbeda." jawab Danzel.
"Lalu bagaimana dengan mu? Daddy mu pasti akan sangat marah dengan mu." tanya Shenina.
"Itu sudah pasti. Makanya aku membawa mu kesini sekarang karena aku ingin memberitahu mu tentang rencana ku." jawab Danzel.
Shenina kembali membalikkan badannya menghadap Danzel.
"Rencana mu? Memangnya apa rencana mu?" tanya Shenina.
"Aku ingin kita pergi dari negara ini." jawab Danzel.
"Jangan bercanda! Itu tidak mungkin! Kalau aku ikut dengan mu, lalu bagaimana dengan kafe ku? Bagaimana dengan Ibu ku? Kamu kan tahu aku tulang punggung untuk keluarga ku! Aku harus menafkahi Ibu ku dan membiayai sekolah adik ku." ucap Shenina sambil berjalan mendekati ranjang dan duduk ditepi ranjang.
"Ibu mu ikut bersama kita, aku yang akan menafkahi kalian berdua dan kafe mu akan tetap berjalan dibawah pengawasan Danver, sedangkan adikmu, aku juga yang akan membiayai sekolah adik mu." jawab Danzel.
"Tapi-"
Belum selesai Shenina bicara, Danzel langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir Shenina.
"Tolong jangan ada kata "tapi" Sayang. Aku sudah memikirkan hal ini matang-matang." ucap Danzel lalu duduk disebelah Shenina.
"Ini semua aku lakukan demi kebaikan kita, kebaikan mu dan keluarga mu. Daddy ku tahu kalau aku masih berhubungan dengan mu, kalau aku pergi sendirian aku takut Daddy ku akan mengganggu mu dan keluarga mu, aku tidak mau sampai itu terjadi makanya aku memutuskan untuk membawa mu pergi bersama ku." ucap Danzel lagi.
"Aku sangat mencintai mu Sayang, aku mohon ikut lah dengan ku." mohon Danzel sambil menggenggam kedua tangan Shenina.
Melihat sorot mata Danzel, hati Shenina pun luluh. Dia pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban kalau dirinya bersedia ikut bersama Danzel.
Melihat Shenina mengangguk, Danzel langsung memeluk Shenina.
"Terimakasih Sayang. Aku bahagia sekali, aku tidak sabar menjalani kehidupan ku yang baru bersama mu." ucap Danzel.
Shenina tidak menjawab dan hanya mengelus punggung Danzel.
Perlahan Danzel melepaskan pelukannya dan menatap mata Shenina dalam-dalam.
"Aku mencintai mu Shen, sangat sangat sangat mencintai mu." ucap Danzel.
"Aku juga Zel." balas Shenina.
Mereka pun berci.uman mesra.
Lama kelamaan ci.uman yang tadinya lembut menjadi penuh hasrat dan gai.rah. Perlahan Danzel membaringkan Shenina lalu naik diatas tubuh Shenina.
Shenina tidak menolak karena saat ini dirinya sudah terbawa arus gai.rah.
Tangan Danzel yang sejak tadi diam saja, kini sudah merayap memasuki kaos yang Shenina pakai dan Shenina masih membiarkan Danzel berbuat semaunya karena dirinya juga menikmati sentuhan-sentuhan Danzel.
Saat tangan besar Danzel sampai di gundukan daging, Danzel melepas ciu.mannya dan memindahkan bibirnya ke leher Shenina.
Shenina menggelinjang merasakan sentuhan yang baru pertama kali dia rasakan. Gairah dalam tubuh mereka berdua pun makin meronta-ronta minta untuk melakukan lebih.
Tak sampai sepuluh menit, pakaian yang tadi menempel ditubuh mereka sudah teronggok tak jelas diatas lantai. Ya, Shenina dan Danzel kini sudah sama-sama polos.
Jika sebelum-sebelumnya Danzel bisa menahan has.rat kelaki-lakiannya, tapi kali ini dia tidak bisa mengendalikan has.ratnya lagi. Arus gai.rah dalam tubuhnya terlalu kuat untuk dilawan. Begitu juga dengan Shenina, dia sudah dimabuk has.rat sekarang hingga tidak sadar kini dirinya sudah dalam keadaan polos.
Hingga saatnya Danzel hendak memasukkan ketimun coklatnya, disitulah Shenina baru tersadar.
"Sayang tunggu." ucap Shenina sambil menahan tangan Danzel.
"Kenapa? Apa ada yang salah?" tanya Danzel dengan suara yang serak dan berat.
"Ini salah Sayang, kita belum boleh melakukan ini. Kita harus menunggu sampai- hemph... hemph..." belum juga Shenina selesai bicara Danzel langsung membungkam mulut Shenina dengan bibirnya.
"Jangan suruh aku menunggunya lagi Sayang. Aku sudah tidak bisa menunggunya lagi." ucap Danzel ditelinga Shenina setelah mencium bibir Shenina beberapa detik.
Setelah mengatakan itu, tangan Danzel pun kembali mengarahkan ketimun coklatnya ke arah lubang ketimun dan...
"Aaaargh..." erang Shenina saat ketimun coklat Danzel yang ukurannya cukup besar itu berhasil masuk kedalam lubang.
°°°
Bersambung...