‼️Harap bijak dalam memilih bacaan‼️
CEO tampan dan dingin itu ternyata seorang psikopat kejam yang telah banyak menghabisi orang-orang, pria itu bernama Leo Maximillian
Leo menjadikan seorang wanita sebagai tawanannya, wanita itu dia jadikan sebagai pemuas nafsu liarnya.
Bagaimana nasib sang wanita di tangan pria psikopat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Menjadi Bahan Perundungan
...•••Selamat Membaca•••...
Leo masih disibukkan dengan beberapa pekerjaan serta pabriknya yang terbakar saat itu, pihak yang menyebabkan kebakaran tersebut membayar ganti rugi dua kali lipat pada Leo sehingga pria itu tidak mengalami kerugian lagi.
Semenjak kepergian Maureen dua hari lalu, dia tidak lagi memikirkan wanita itu, lebih tepatnya dia tidak mau memikirkan Maureen. Baginya, Maureen lebih baik tanpa dirinya daripada terus bersama dengan dia tapi Maureen tertekan. Leo sadar kalau Maureen tidak bisa menjadi tawanan selamanya.
Leo pulang dengan wajah lelah, sekuat apapun dia melupakan Maureen, tetap saja kenangan indah bersama Maureen terbayang olehnya, tidak bisa dia pungkiri kalau saat ini dirinya sangat merindukan Maureen.
“Ini sangat aneh, aku lebih lama menjalin hubungan dengan Hanum ketimbang Maureen. Tapi kenapa Maureen yang lebih membekas dalam hatiku?” pikir Leo sambil merebahkan dirinya di atas kasur, dia melirik ke samping dan meraba kasur di sampingnya.
“Aku merindukanmu Maureen, biasanya jika aku lelah begini, kau akan ada di sini dan membuatku tertawa. Kau di mana sekarang? Aku sangat merindukanmu,” gumam Leo, air mata mengalir di batang hidungnya yang mancung.
Leo bangkit dan melihat beberapa foto Maureen yang dia pajang di kamar, Maureen orang yang sangat suka membuat kenangan, jadi, apapun pasti dia foto dan akan dia simpan. Tapi sayangnya, Maureen tidak memiliki sosial media, dia tidak suka dengan dunia maya.
“Apa nama sosial mediamu?” tanya Leo.
“Tidak ada.”
“Jangan bohong.”
“Aku tidak bohong tuan, aku memang tidak memiliki sosial media apapun.”
“Lalu? Di mana kau berada?”
“Di sini, tepat di depanmu, in person” Leo tersenyum ketika Maureen menangkup wajahnya. Leo meraih Maureen dalam pelukannya.
“Aku suka hal ini darimu,” kata Leo lalu mencium kepala Maureen.
“Saat pacaran dengan Hanum, aku sama sekali tidak pernah memajang fotonya di dalam kamar ataupun rumahku, tapi sangat berbeda denganmu Maureen. Aku bahagia melihat seluruh fotomu memenuhi rumah ini,” kata Leo lagi sembari menghapus air matanya.
Getaran ponsel Leo mengalihkan pandangannya, ada nomor baru yang menghubungi. Leo begitu malas mengangkat telepon itu, dia membiarkan ponselnya bergetar hingga berhenti sendiri.
Leo menuju balkon kamar lalu merokok di sana, angin malam menerpa wajah tegasnya saat ini. Leo kembali teringat saat Maureen meminta dia untuk memajang foto di dalam kamar.
“Tuan, boleh tidak, aku memajang fotoku di kamar ini? Hanya satu saja dan tidak perlu besar.” Leo mengangkat alisnya.
“Ya silakan.”
“Besok tolong cucikan fotoku ya.”
“Oke.”
Keesokan harinya, Leo membawa beberapa foto Maureen yang telah dia cuci dan beri bingkai. Mulai dari ukuran besar hingga ukuran kecil.
“Kenapa banyak sekali?”
“Semuanya bagus, sudahlah, jangan banyak protes, bantu aku memajangnya.” Maureen tersenyum, dia membantu Leo untuk memajang semua foto itu di dalam kamar.
Foto paling besar yaitu foto dia dan Leo ketika makan malam di cafe mewah. Maureen merasa dirinya sangat dihargai oleh Leo, walaupun seorang tawanan, tapi Leo memperlakukan dia dengan sangat baik.
“Bagaimana? Bagus tidak?” Maureen mengangguk.
“Bagus tuan, aku suka.” Maureen menutup mulutnya dengan telapak tangan, dia merasa kalau kamar ini memang miliknya.
“Lalu foto-foto ini bagaimana?” tanya Maureen saat melihat ada beberapa foto besar yang belum terpajang.
“Itu akan aku pajang di ruang tamu dan ruangan lainnya nanti.”
“Apa ini tidak masalah tuan? Kan ini rumahmu, bukan rumahku.”
“Karena ini rumahku, jadi ya suka-suka aku.” Maureen mengatup bibirnya, kalau sudah begini, Maureen lebih baik diam.
Kembali ke balkon kamar, Leo menghembuskan asap rokok hingga mengepul di udara.
Dan di villa Rio, Maureen masih disiksa sedemikian rupa hingga wanita itu kini hanya bisa meringkuk lemah di dalam kamar kecil yang sangat pengap itu.
Selama dua hari ini, mereka memang tidak menyentuh Maureen sama sekali karena Maureen sedang halangan.
Maureen dijadikan seorang pelayan oleh mereka, menyajikan minuman, membuat makanan, membersihkan villa hingga membersihkan kebun, semua itu Maureen yang mengerjakan.
Jika salah sedikit saja, mereka tidak segan-segan untuk menghajar Maureen. Sudah berkali-kali Maureen berusaha kabur tapi selalu gagal, seakan mereka selalu tahu pergerakannya.
“Apa kalian tidak terlalu kejam pada Maureen? Kalau dia mati bagaimana?” Livi merasa iba setiap kali Maureen disiksa, dia selalu berusaha melindungi tapi tidak terlalu berpengaruh.
“Kalau mati ya tinggal kita kubur saja,” sahut Dave.
“Kenapa kau mengkhawatirkan dia hm? Apa dia itu kerabatmu?” tanya Rio dengan angkuh.
“Ya jelas aku kasihan, kalian itu sudah keterlaluan dan kau Gema, memang apa salah dia sampai kau perlakukan begitu?”
“Aku dulu sangat mencintainya, tapi setelah mendengar dia dijadikan budak seks oleh pria lain, aku merasa jijik dan berniat untuk memakainya tanpa menikahi dia,” jawab Gema dengan santai.
“Dasar gila ” umpat Livi.
“Suruh dia turun dan menyiapkan makanan, sebentar lagi teman-teman yang lain datang, kita akan pesta besar malam ini,” ujar Rio.
Livi naik ke lantai dua menuju kamar Maureen dan membukanya, Livi merasa kasihan saat Maureen tertidur begini. Wajah wanita itu bengkak, seluruh tubuhnya penuh lebam dan Maureen juga demam saat ini.
Livi membangunkan Maureen dengan pelan, Maureen membuka matanya, satu mata Maureen bengkak karena Zack melayangkan tinju semalam sehingga mata sebelah kanan Maureen tidak terlalu bisa dia buka.
“Livi, ada apa?” tanya Maureen.
“Rio memintamu menyiapkan makanan karena malam ini kami akan berpesta dan malam ini juga tamu lumayan banyak daripada dua hari ini.” Livi tampak ragu ketika mengatakan hal itu.
“Aku akan menyiapkannya.” Maureen bangkit dari kasur dan berjalan tertatih keluar kamar.
Maureen menyiapkan berbagai makanan untuk mereka, bagi Maureen, lebih baik dia disiksa daripada disetubuhi oleh mereka semua.
...*** ...
Maureen mengenakan masker ketika melayani semua tamu Rio, dia menyodorkan minuman kepada para tamu. Pesta yang diadakan oleh Rio adalah pesta bebas, semua kegiatan haram dilakukan dalam pesta ini. Mulai dari memakai obat-obatan, main perempuan, perjudian hingga seks bebas. Mereka itu menyukai hal di mana menyetubuhi seorang wanita secara bersama-sama, ini membuat Maureen takut dan ngeri.
Kali ini Rio memasang rantai di kaki Maureen sehingga wanita itu tidak bisa kabur. Maureen kembali ke dapur dan sedikit mengintip kegiatan pesta yang diadakan oleh Rio, di atas sofa, Livi sedang digagahi oleh Gema dan Dave secara bersamaan.
Livi berbaring di atas tubuh Gema dengan kejantanan yang menancap di saluran belakang Livi dan Dave mengisi bagian depan Livi dengan miliknya. Mereka melakukan hal itu bersama sehingga Livi mendesah nikmat, Maureen merasa ngeri sendiri dengan pemandangan ini.
Dulunya Leo memang pernah melakukan seks kasar padanya, tapi tidak pernah melakukan hal keji begitu, Leo hanya menggauli Maureen sewajarnya dan tidak pernah mendatangi Maureen dari belakang seperti itu.
Maureen kembali ke depan, dia harus menghidangkan beberapa minuman untuk tamu yang lain. Tiba-tiba, seorang wanita mendorong Maureen ke dalam kolam renang, untung saja Maureen bisa berenang. Semua tamu tertawa, mereka malah mengolok-olok Maureen dan mempermainkan wanita itu.
Maureen hanya bisa pasrah dengan keadaan ini, dia tidak bisa berbuat banyak, jika tamu protes, maka dia juga yang akan disiksa oleh Rio nanti.
Maureen keluar dari dalam kolam namun kakinya kembali ditarik seseorang hingga masuk kembali. Pria itu menekan kepala Maureen hingga tidak bisa ke permukaan, saat di rasa Maureen sudah kehabisan nafas, baru dia membebaskannya.
Wanita itu terbatuk, dia benar-benar menjadi bahan perundungan bagi para tamu Rio. Ada yang mengambil video saat Maureen dirundung dan menguploadnya di sosial media.
...•••BERSAMBUNG•••...
Ada sudut pandang ttg sisi kemanusiaan pula di series 1, keren sih menurutku. Pokoknya aku pribadi gk mau terlewatkan baca seriesnya. Karena authornya nulis emang seniat itu dia.
Prinsip author ini juga lebih menjaga kualitas karyanya dia, pembaca dapat feel adalah tujuan utama. Lanjut thor/Heart//Heart/
kasian maula masih kecill.
rayden yg sabar yaaa