Hal yang mengejutkan dialami oleh Nurhalina, gadis penjaga toko swalayan. Ia menjadi korban penculikan dan dijadikan tumbal untuk sebuah perjanjian dengan sebelas iblis. Namun ada satu iblis yang melanggar kesepakatan dan justru mencintai Nurhalina.
Hari demi hari berlalu dengan kasih sayang dan perhatian sang iblis, Nurhalina pun menaruh hati padanya dan membuatnya dilema. Karena iblis tidak boleh ada di dunia manusia, maka dia harus memiliki inang untuk dirasukinya.
Akankah cinta mereka bertahan selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Klarifikasi
...Nurhalina...
...────୨ৎ────...
Sekeras apa pun aku mencoba kabur, akhirnya aku kembali lagi ke rumah ini. Ndaru menyelamatkanku dari iblis berwujud teman itu. Jujur aku masih tak bisa membayangkan, bagaimana bisa kata-kata itu terucap dari mulutnya yang jelas-jelas akan menikahi perempuan lain.
Lagi pula, sedikit pun aku tak pernah menaruh rasa padanya dari dulu maupun sekarang, dia sudah kuanggap sebagai sahabatku sendiri. Akhirnya aku tahu, sahabat itu hanyalah topeng untuk menutupi kebengisannya.
Kami sampai di depan rumah, rumah Bahlil. Jam 3 pagi, beberapa wanita berpakaian seksi tampak kembali menuju kerangkengnya di belakang. Kami menuju pintu depan, Puan datang menyambut dengan mukanya yang bergetar, "Apa yang kamu lakukan wanita jalang!" lalu menamparku sekuat tenaganya.
...PLAAKKKK...
Tapi sebelum tamparannya yang ke dua, Ndaru menahan tangannya, "Cukup, Ma!"
"Cukup katamu?" bentak Puan memelototi anaknya. "Setelah yang dia lakukan kepada Bobbi?"
"Udah, lah Ma. Memangnya si Bobbi ngancam apa, sih?" tanyanya balik.
"Kalau dia laporin semuanya, habis lah keluarga kita!" timpal Bahlil, memegangi dahinya. "Papa bilang juga apa, wanita ini pembawa sial, Ma! Terus gimana sekarang?"
"Si Bobbi mau lapor kalau palkonnya putus karena digigit wanita jalang?" cicit Ndaru tertawa bebas. "Itu berarti dia bunuh diri, Pa, Ma. Sadar gak? Dia bakal di Cap sebagai pejabat yang suka main di pelacuran."
Ndaru menarik tanganku menuju ke suatu ruangan, tapi suara Puan seketika menghentikannya, "Terus kita harus gimana?"
"Bilang sama Bobbi, laporin aja sesuka dia, Mama sama Papa gak perlu takut, biar Ndaru yang beresin." jawab Ndaru mengabaikannya sambil menenteng tanganku menuju salah satu kamar.
"Hey, kamu mau ngapain sama wanita pembawa sial itu?" tanya Bahlil. "Awas, kepalamu jangan sampai ikut buntung!"
Tanpa menggubris kedua orang tuanya, Ndaru membawaku ke kamarnya. Kamar ini cukup luas, bersih, dan banyak foto-foto wanita yang aku pikir mungkin itu mantannya, karena banyak juga foto-foto mereka berdua.
Dia memberikanku pakaian, kali ini bukan pakaian seksi, melainkan kaos futsal yang bertuliskan Ndaru 09 di punggung dan celana panjang training yang cukup ketat saat kukenakan.
Entah apa yang akan dilakukannya aku hanya pasrah, mungkin ini jalan yang lebih baik dari pada di jalanan, dan dihantui rasa sakit hati yang masih mengakar di dadaku.
Dan sekarang, Ndaru sudah mengendaraiku yang telentang di ranjang begitu. Dengan semangat yang menggebu-gebu dan rasa haus yang dilandanya, bibir kasar itu menyusup masuk ke dalam kaos putih bernomor 9 ini.
"Maaf, cantik. Kalau kejadian di toko tadi mungkin membuatmu takut." ujar Ndaru sambil menyembul dari dalam kaosku, terlihat matanya yang membelalak dari leherku. "Mulai sekarang nggak ada yang boleh menyentuhmu, kecuali aku.
Begitulah kami berakhir, di ranjang ini, di balik pintu jendela yang terbuka, untuk pertama kalinya aku mengerang, buas, dan tak terkendali.
Kita sama-sama liar, saling melampiaskan semua kekesalan dan kemarahan pada tubuh kita. Dia tertawa saat aku menamparnya sebagai pelampiasan amarahku pada hari ini. Begitu pun aku yang hanya diam setiap kali dia menghentak dan berkedut kencang di dalam sampai lahar panas menyentuh rahimku.
"Setuju, Nggak, kalau kita bikin team futsal dari anak-anak kita?" aku hanya mengangguk pelan dengan tatapan sayu. "Oke, gas. Berarti kurang 2 ronde lagi, cantik!"
Dan di ronde ke-7 ini, aku mulai kewalahan.
Jujur aku sudah tak sanggup lagi mengimbangi kekuatannya. Semua organ tubuhku lemas dan rasa kantuk sudah menjalar ke mataku.
Gelap.
Akhirnya aku terlelap.
Adzan berkumandang.
Aku buru-buru bangun dari tidurku. Tapi yang pertama kali kulihat adalah, matahari sore yang tenggelam di balik jendela.
Magrib.
Aku sudah tidur selama itu?
Di mana Ndaru?
Aku berkeliling di kamar yang luas ini, hanya menemukan nampan berisi ayam goreng dan es teh yang tampaknya sudah mencair dari tadi. Tanpa basa basi, semuanya lenyap dalam sekali lahap.
Aku melihat ada kamar mandi di sudut ruangan ini, jadi aku memutuskan untuk melangkah ke sana, di langkah ke tiga aku baru ingat.
Sial.
Semalam Ndaru banyak mengeluarkan benihnya di dalam dan aku lupa membersihkan diri.
Aduh, bagaimana jika cairan-cairan itu berhasil membuahi sel telurku?
Aku nggak mau mengandung anak psikopat, nggak mau!
Buru-buru aku berlari ke kamar mandi, menyemprotkan tubuhku dengan jet shower. Saat aku membukanya, benar saja masih banyak lelehan lahar yang mengalir dari dalam. Aku yakin karena kelembaban dan hangatnya tubuhku, cairan-cairan itu tidak mengering.
...KLOOKKKK...
Suara pintu terbuka.
"Cantik, udah bangun ya?" Suara langkah kaki mendekat di balik pintu kamar mandi. "Buruan mandinya!"
Sial kenapa dia datang di saat seperti ini.
Aku sengaja berlama-lama di dalam, tapi tetap saja tak membuatnya pergi dari situ.
Saat aku membuka pintu kamar mandi, "Aku udah siap, Nih cantik!"
Sial.
Ndaru sudah telentang di atas kasur dengan belalai yang memanjang ke atas. Aku buru-buru menutup pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam.
Dengan begini aku sedikit lega, meski harus bernapas di dalam ruangan 2x3 meter ini setidaknya aku tidak harus melayaninya lagi yang membuat tubuhku sakit semua.
Tapi ketenanganku itu hanya bertahan beberapa menit setelah tiba-tiba kunci pintu bergeser dengan sendirinya, "Kamu lupa, kalau aku punya semua kunci di rumah ini? Termasuk juga pintu surgamu? Hah?"
Dengan tatapan beringas Ndaru menyeretku ke bath-tab, menyalakan kran air hangat dan menceburkan kita ke dalam, "Kok, mandi sendirian, cantik?" ucapnya sambil menyeka pipiki dengan ibu jarinya.
"Eeergghhhh," pekikku sekuat tenaga.
Ndaru menggapai rambutku dengan lembut, menyusuri leherku dengan tangannya yang kekar. Entah kenapa dia tiba-tiba meremas rambutku yang ada di genggamannya dan,
...BLUPPHH PLUUPPPH PLUUPPPP...
...BYUUUURRRR...
Membawaku menyelam ke dasar bath-tab.
"Arggghhhh," jeritku.
...BLUUUPPHHHH PLURUPPHH PLUUPPPH...
...BYURRRR...
"Ooorrhhhhhhhhppppgg," isakku.
...BLUUUPPHHHH PLURUPPHH PLUUPPPH...
...BYURRRR...
"Arrgghhhhhh," teriakku.
...PLAKKKK...
"Hadap ke kamera!" tunjuk Ndaru ke arah tripod yang berdiri di depan kita. "Hey, Bobbi! Puas kamu?"
Sial.
Kapan dia membawa benda itu ke sini?
Perasaan, tadi tak ada tripod dan handphone itu.
"Sekarang, kamu minta maaf ke Bobbi!" paksa Ndaru sambil mengangkat kepalaku keluar bath-tab mendekati lensa kamera. "Ayoo!"
"Arggghhhh," jeritku histeris.
Entah kesurupan apa Ndaru tiba-tiba berbuat seperti ini. Dia lekas mengangkat kaki kananku dari belakang dan,
...Slleepph...
Dia kembali mengajakku bergaul dengan belalainya di depan kamera. Dia terus memaksaku untuk minta maaf kepada Bobbi, memberikan klarifikasi kalau aku memang bersalah dan bersedia di hukum seberat-beratnya.
Tapi aku tak bisa melakukannya dan Ndaru paham itu. Jadi dia mewakilkanku untuk melakukan klarifikasi.
Sepertinya dia menjadikan setiap hentakan dan perlakuan kasarnya terhadapku sebagai hukuman, dia juga tak segan memasukan gagang gayung ke dalam rahimku agar bisa meyakinkan Bobbi.
Setelah kita sama-sama lemas dan lagi-lagi Ndaru mengotori rahimku yang baru saja ku cuci, dia memutar ulang rekaman itu. Video sepuluh menit tentang klarifikasi akhirnya kita putar bersama.
"Maaf, cantik. Tapi aku harus melakukannya demi kebaikan kita." ucap Ndaru mengelus lembut pipiku. Kini aku duduk di pangkuannya sambil menonton Video yang kami rekam barusan. "Aku harus cepat-cepat mengirimkannya ke Bobbi. Kamu cepat ganti pakaian. Aku sudah belikan baju bagus yang cocok untukmu, ayo!"
Kami pun keluar dari kamar mandi, setelah aku membersihkan ulang tubuhku dan Ndaru membereskan alat-alat rekamannya.