Di pertengahan tahun 2010, kerasnya kehidupan wanita bernama Sekar Nabila Putri dimulai. Tak ada dalam benak Sekar jika hidupnya setelah selesai kuliah berubah menjadi generasi Sandwich.
Setiap anak tentu tak bisa memilih di keluarga mana mereka dilahirkan. Ibunya lebih menyayangi sang kakak daripada Sekar. Alasannya sepele, hanya karena kakaknya adalah laki-laki dan menjadi anak pertama. Sedangkan Sekar adalah anak perempuan, si bungsu dari dua bersaudara.
Impiannya menjadi seorang akuntan yang sukses. Untuk menggapai sebuah impian, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sekar harus terseok-seok menjalani kehidupannya.
Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant ~ Sekar Nabila Putri.
Akan tetapi sederet cobaan yang mendera hidupnya itu, Sekar akhirnya menemukan jalan masa depannya.
Apakah Sekar mampu meraih impiannya atau justru takdir memberikan mimpi lain yang jauh berbeda dari ekspektasinya?
Simak kisahnya.
Mohon dukungannya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 - Adab Lebih Tinggi dari Ilmu
Ya, penguntit Sekar adalah Angga. Dia sengaja keluar dari area basis TNI di mana Sekar sedang menghadiri pesta militer. Ia yang sudah paham kebiasaan dan aturan yang ada di angkatan laut, langsung menuju markas dekat taman kota.
Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya sosok yang ditunggu turun dari bus angkatan laut. Namun saat beberapa taksi berdatangan ke depan markas tersebut, Angga memundurkan langkahnya saat melihat Sekar masuk bersama seorang pria berseragam angkatan laut.
Alhasil Angga memutuskan untuk mengikuti taksi Sekar tersebut yang ternyata ke arah rumah gadis itu. Tentu Angga sudah tahu alamat rumah Sekar dari SIM (Surat Izin Mengemudi) karena pernah hampir menilangnya.
Angga tak mencatat alamat Sekar dalam sebuah kertas, tetapi pada memori otaknya dengan cepat. Sesuatu yang aneh menggelitik hatinya tanpa sadar menariknya dalam pesona wanita unik bernama Sekar Nabila Putri.
Ajun Komisaris Polisi (AKP) Angga Yudho P, lelaki ini biasa dikejar para wanita. Namun kini justru diam-diam menjadi penguntit seorang wanita.
Di dalam taksi, ponsel Dhani mendadak berbunyi. Setelah dicek, ternyata Imran yang menelepon. Dhani pun segera mengangkatnya.
"Gimana? Sudah sampai rumah Sekar?" cecar Imran to the point.
"Belum, bentar lagi."
"Anterin sampai depan rumahnya, Bro. Awas kalau kau turunin anak orang depan gang!" ancam Imran.
"Iya, ya. Tenang saja pasti aku anterin sampai kembali ke tangan orang tuanya dengan selamat," ucap Dhani.
"Oke, Bro. Aku tutup dulu teleponnya," pamit Imran.
"Hem,"
Bip...
Panggilan pun selesai.
"Apa barusan pacarnya Resti yang telepon?" tanya Sekar.
"Iya. Bawel banget dia!" ketus Dhani. Sekar hanya memberikan senyum tipisnya.
"Rumahmu yang sebelah mana? Nomor berapa?" tanya Dhani seraya menengok ke kanan dan ke kiri saat ini taksinya memasuki sebuah komplek rumah yang kelihatan mewah alias embongan.
"Rumahku gak di sini tapi masih terus,"
Lalu Sekar beralih pada sopir taksi. "Pak, jalan terus sampai pojok. Nanti ada gapura, berhenti di depannya."
"Oke, Mbak."
Dhani mengerutkan keningnya setelah mendengar pembicaraan Sekar dengan sopir taksi.
Tak berselang lama, taksi yang mereka tumpangi sudah sampai depan gapura di mana ada sebuah gang untuk masuk menuju sebuah perkampungan padat penduduk di wilayah kediaman Sekar.
Setelah Dhani membayar, mereka pun keluar dari taksi. Mobil Angga tetap mengintai keduanya dari kejauhan agar tidak kepergok oleh Sekar.
"Rumahmu bukan di komplek depan tadi?"
"Bukan. Rumahku masuk ke dalam gang ini," jawab Sekar. "Gak perlu anterin sampai depan rumah. Cukup sampai di sini juga enggak apa-apa kok. Aku bisa jalan sendiri ke rumah," sambungnya.
Sekar melihat gelagat Dhani yang sepertinya tak nyaman masuk ke gang kecil yang hanya bisa dilalui motor tersebut. Sekar berpikir Dhani bisa jadi berasal dari keluarga berpunya dan rumahnya di komplek perumahan bukan di perkampungan seperti kediaman orang tuanya.
Ya, Dhani cukup terkejut karena ternyata rumah Sekar masuk perkampungan bukan di komplek seperti rumah Resti. Imran sering bercerita padanya jika keluarga Resti orang berpunya dan rumahnya berada di komplek perumahan yang cukup ternama di Surabaya.
Dhani berpikir Sekar juga berasal dari kalangan keluarga berpunya seperti Resti. Ternyata tidak seperti yang ia bayangkan.
Faktanya keluarga Dhani di Semarang juga bukan kategori menengah ke atas. Rumahnya memang cukup besar namun tetap masuk perkampungan. Hanya saja jalan depan rumah Dhani di Semarang memang cukup lebar dan bisa dilalui mobil. Namun rumah itu warisan dari kakeknya, bukan asli dibeli oleh orang tua Dhani.
Jika kediaman orang tua Sekar saat ini murni dibeli oleh Pak Tresno setelah menabung sekian tahun dari gajinya dan dibantu tambahan dana dari kerabatnya. Dikarenakan jika harus pinjam ke bank pastinya akan berbunga cukup besar. Jika di kerabatnya itu tak ada bunga sama sekali karena niat saling membantu sesama keluarga.
Ketika Pak Tresno mendapat dana pensiun, ia pun melunasi utangnya pada kerabatnya tersebut. Sebelum menempati rumah ini, Sekar dan keluarga juga pernah tinggal di kontrakan.
☘️☘️
Jam saat ini menunjukkan pukul sepuluh malam lewat. Jalanan kampung tengah sepi karena banyak orang yang sudah masuk ke dalam rumah untuk istirahat malam.
"Aku tetap anterin kamu sampai rumah. Ayo tunjukkan di mana rumahmu," ucap Dhani.
Sekar pun jalan kaki bersama Dhani dari depan gapura menuju rumahnya. Saat melintas beberapa area rumah tetangganya, ternyata masih ada beberapa orang yang sedang duduk di teras. Alhasil sayup-sayup Sekar pun sempat mendengar tetangganya seakan tengah berbisik-bisik.
Sekar sudah bisa menebak pasti mereka tengah bergosip tentangnya yang jalan dengan Dhani, pria berseragam angkatan laut. Sebab, Sekar tak pernah membawa cowok ke rumahnya.
Jika pun ada teman laki-laki ke rumah semisal teman kuliahnya, pasti beberapa orang dengan teman perempuan. Tak pernah datang sendirian ke rumah Sekar. Mantan kekasih Sekar kala SMA pun ke rumahnya, bisa dihitung dengan jari.
Dikarenakan Sekar memang termasuk tipe orang yang tertutup dan tak ingin mencintai pria terlalu dalam. Sekar sering menggunakan logikanya ketimbang perasaan terutama pada lawan jenis.
Prinsipnya dalam pacaran pun ada batasan-batasan tertentu. Dirinya hanya menggunakan sedikit hatinya ketika berpacaran karena jika terjadi putus hubungan, maka Sekar tak ingin terlalu patah hati. Kecuali nanti jika sudah menikah, tentu beda.
☘️☘️
Beruntung kedua orang tua Sekar belum tidur. Alhasil Pak Tresno dan Bu Nanik kini sudah duduk di ruang tamu berhadapan dengan Sekar yang di sampingnya ada Dhani.
Senyum sumringah tentu jelas terpampang nyata di wajah Bu Nanik. Mata yang awalnya mengantuk karena akan naik ke peraduan, mendadak terjaga dan tampak cerah setelah melihat Sekar pulang bersama seorang pria berseragam angkatan laut.
"Nak Dhani biasanya pulang ke Semarang tiap berapa bulan sekali, Nak?" tanya Pak Tresno.
"Paling 4-6 bulan sekali, Pak. Tergantung tugas di sini atau mungkin lagi berlayar ya bisa lama gak pulang,"
"Pernah gak pulang ke Semarang berapa lama, Nak?"
"Paling lama itu pernah setahun karena dapat tugas berlayar ke luar negeri, Pak."
"Wah, keluarga pasti kangen berat ya ditinggal berlayar cukup lama gitu."
"Ya, namanya sudah tugas negara. Keluarga juga sudah terbiasa dan paham resiko punya anak angkatan laut yang jarang pulang," jawab Dhani.
Yuni dan Fajar berada di dalam kamarnya bersama Dinda. Fajar dan Dinda sudah tidur. Sedangkan Yuni masih terjaga. Ia mendengar jika di ruang tamu ada pria berseragam yang pulang bersama Sekar.
Alhasil ia pun sengaja membuka sedikit pintu kamarnya untuk mendengar percakapan yang terjadi di ruang tamu. Sesekali bahkan Yuni mengintip dari kejauhan sosok pria yang pulang bersama Sekar.
"Apa cowok itu pacar Sekar?" batin Yuni dilanda penasaran. "Enak banget Sekar dapat orang angkatan berdompet tebal begitu!"
Sejak Dhani masuk ke dalam rumahnya dan berbincang dengan kedua orang tuanya, Sekar lebih memilih untuk diam. Dikarenakan ada dari sikap Dhani yang ia tak suka.
"Apa setiap bertamu ke rumah orang, dia seperti ini juga?" batin Sekar. "Masa masuk ke rumah orang, sepatunya masih dipakai sih !"
Ya, Dhani tak melepas sepatunya ketika masuk ke dalam rumah Sekar. Ia tetap memakai sepatunya hingga duduk di ruang tamu.
Pemandangan aneh begitu terlihat jelas di sana. Pemilik rumah termasuk Sekar tak memakai alas kaki di ruang tamu. Sedangkan si tamu justru dengan santai tetap memakai sepatunya yang sudah melanglangbuana di jalanan. Yang pasti sepatu itu sudah terkena be_cek-be_cek air di jalanan atau bahkan kotoran lain yang tanpa sadar diinjaknya.
Sekar paling tak suka dengan lelaki yang kurang menjaga adab atau sopan santun. Walaupun hal itu sebuah perkara sepele.
Jika di rumah orang lain sudah berani, apalagi di rumah sendiri. Pasti akan lebih semaunya sendiri. Itu yang ada dalam benak Sekar dalam menilai adab seseorang terutama saat ini yakni Dhani.
Adab lebih tinggi dari ilmu.
Ilmu tanpa adab, hanya akan menjadi kosong.
Pepatah ini mengandung makna bahwa adab lebih penting daripada ilmu. Adab adalah perhiasan diri yang lebih berharga dari ilmu.
Tidak semua orang berilmu punya adab. Tapi yakinlah jika orang beradab, pasti berilmu.
Akhirnya Dhani pun pamit pulang dari kediaman Sekar.
Sebelum masuk ke kamarnya, Yuni menyapa Sekar.
"Itu tadi cowok kamu ya, Kar?"
Bersambung...
🍁🍁🍁
cintanya emang pollllllllllllllll
Sekar pelan² sajaaaaaaa
dihhh si yuni ga di beliin oleh" ko sewot, dasar ipar ga da ahlak