Bagaimana jadinya jika seorang gadis manja harus menjadi pengasuh 3 anak CEO nakal yang tiba-tiba sangat lengket padanya?
Rosetta, seorang gadis cantik yang berusia 19 tahun, adalah putri seorang bupati yang memiliki keinginan untuk menjalani hidupnya sendiri. Namun ayahnya telah membuat keputusan sepihak untuk menjodohkan Rosetta dengan seorang pria tuatua bernama tuan Bramasta, yang memiliki usia dan penampilan yang tidak menarik. Rosetta sangat enggan dengan keputusan ini dan merasa bahwa ayahnya hanya menggunakan dia sebagai alat untuk meningkatkan karir politiknya.
Hingga puncaknya Rosetta memutuskan untuk kabur dari rumah. Di sisi lain ada Zein arga Mahatma, seorang bussiness man dan single parents yang memiliki tiga anak dengan kenakalan di atas rata-rata. Karena kebadungan anak- anaknya juga tak ada yang sanggup untuk menjadi pelayan di rumah nya.
Dalam pelarian nya, takdir mempertemukan Rosetta dan ketiga anak Zein yang nakal, bagaimana kah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter : 20
Zein hanya menggelengkan kepala, tak mengindahkan teriakan Victoria yang bernada ancaman itu, ia tetap fokus menarik anak-anak nya dan Rosetta untuk menjauh dari keributan. Setelahnya dia bisa menghela napas lega ketika mereka akhirnya berada di tempat yang lebih sepi.
"Papa." panggil Alvaro,Zein lantas melengok ke arah anak sulung nya itu.
"Kita makan yuk. Al lapar, " pinta anak itu. Zein menatap ketiga anaknya dia lantas mengangguk lalu mereka pun pergi menuju ke sebuah restoran yang ada di pusat perbelanjaan itu.
Masuk ke dalam restoran, Zein memilih meja yang paling ujung dekat dengan jendela, menjadi tempat yang strategis untuk mereka duduk.
Zein dan Rosetta sudah duduk di tempat masing-masing dengan terlebih dahulu. Jarak tempat duduk mereka sekat oleh kursi yang di tempati ketiga anak Zein.
Namun Alvaro, Alaska dan Chiara menyadari jika sejak tadi tatapan Zein tidak pernah lepas dari Rosetta. Ketiga nya menatap dua orang yang seolah sedang bicara dalam batin itu secara bergantian, merasa ada yang aneh, tentu saja. Sebab tatapan ayah mereka sungguh lekat dan penuh intimidasi. Sedangkan Rosetta terus saja menunduk sambil sesekali mencuri pandang pada zein yang ia sadari sejak tadi terus menatapnya tanpa jeda.
Alvaro kemudian berbisik kepada kedua adiknya. "Sepertinya papa ingin bicara dengan kak sissy, ayo kita tinggalkan mereka berdua dulu. "
Alaska dan Chiara hanya mengangguk dan setuju pada kakak mereka yang lebih dewasa dan peka tentang situasi yang terjadi saat ini.
Setelah mendapat persetujuan, Alvaro lantas menatap ayahnya. "Pah, kami akan pergi untuk memesan. Sepertinya Chiara juga ingin eskrim. Iya kan Chiara? "
Alvaro menatap adik perempuan kesayangannya itu, dengan tatapan seolah meminta pembenaran. Chiara yang langsung mengerti tatapan kakaknya lantas mengangguk.
"Iya pah. "
Zein bergeming sejenak, dan akhirnya mengangguk setuju. "Baiklah, asalkan kalian bisa Berhati-hati. "
Ketiga bocah itu mengangguk. "Siap pah! "
"Alvaro, jaga adik- adikmu. Ingat smartwatch di tangan mu, segera hubungi papa jika terjadi sesuatu. "
"Baik pah. " kata Alvaro sambil mengangguk, lalu ketiganya turun dari kursi dan berlari sambil bersorak sorai menuju meja pemesanan.
Kini tinggalah Zein dan Rosetta berdua saja. Sejak tadi gadis itu terus saja menunduk membuat zein gemas karena Rosetta seolah tak berani membalas tatapannya.
"Ekhemm! " Zein berdeham cukup keras hanya agar gadis itu dapat menoleh ke arahnya.
"Maafkan aku," ujar Zein kemudian setelah akhirnya Rosetta mau menatapnya walaupun hanya sekilas. "Tak seharusnya kau terlibat dalam situasi seperti tadi. "
"Tidak apa- apa tuan, saya mengerti. Andaikan saya berada di posisi perempuan tadi, saya pun akan marah karena tunangan saya malah pergi bersama wanita lain. "
"Tapi aku bukan tunangan nya. " sela Zein, segera meluruskan kesalahpahaman Rosetta.
"Tapi tadi--"
"Bukankah sudah ku tegas kan tadi? kau tidak tuli hingga tidak bisa mendengar nya bukan?! " Sela Zein kembali, menggantungkan ucapan Rosetta di udara.
Rosetta lantas mengangguk paham. Dalam hati dia terus membatin. Jika wanita tadi bukan tunangan nya mengapa begitu terobsesi dengan Zein? bahkan seperti nya dia bisa menghalalkan segala cara demi mendapatkan cinta pria di samping Rosetta ini.
Keheningan menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Kemudian Zein berdeham kembali untuk memecahkan kesenyapan itu.
"Sebenarnya tadi aku sedikit terkejut, " ujar zein membuat Rosetta mendongak. "Sungguh luar biasa! aku baru tahu sikap mu yang seperti itu. Seolah melihat sisi dirimu yang lain. Sungguh membuatku Speechless. "
Hati Rosetta mendadak dag- dig- dug. Bagaimana jika Zein malah berakhir berubah pikiran dan memecatnya karena melihat ke bar- bar annya tadi? tidak. Rosetta tidak bisa membiarkan itu sampai terjadi.
"Anu-- tuan. Maaf sebelumnya, jika sikap saya tadi membuat Anda tidak nyaman. Sebenarnya sikap saya sehari- hari tidak begitu kok. Saya cuma bisa bersikap seperti itu jika posisi saya terancam. " tutur Rosetta memberikan pembelaan terhadap dirinya.
Zein mengangguk samar. "Sebenarnya tidak apa- apa, itu adalah sikap untuk melindungi diri. Hal yang wajar. Tapi ku sarankan agar jangan sampai menunjukkan sikap seperti itu lagi di depan anak-anak."
Rosetta lantas mengangguk dengan cepat. "Baik tuan. "
"Hmmm." Zein menjeda ucapannya, dia menarik napas singkat. "Anak-anak itu belajar dan mencontoh sikap orang-orang di sekitarnya, otak mereka lebih bisa menyerap apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Jadi ku harap kedepannya kau bisa menjadi contoh yang baik untuk anak-anak ku , yang menjadi tugas mu sebagai pengasuh. "
Menelan cepat dan baik nasihat yang di lontarkan Zein, Rosetta mengangguk kembali. "Baik tuan, saya mengerti. "
Zein yang kini tangannya bersidekap dada, melirik kembali ke arah Rosetta setelah sebelumnya tatapan nya hanya fokus ke depan. Dia sedikit melirik dan kemudian terkekeh. "Kau bilang kau ini anak yatim piatu yang tinggal bersama ibu tiri dan saudari mu yang jahat bukan. "
"Iya tuan. "
"Kau bilang hidup mu layaknya Cinderella tanpa ibu peri apalagi pangeran sebagai pelindung. " Zein melirik lagi lalu terkekeh sekali lagi. "Tapi seperti nya kau memang tidak memerlukan ibu peri apalagi pangeran karena sikap bar- bar mu yang seperti tadi harus nya kau bisa menaklukkan ibu tiri dan saudari mu yang katanya jahat itu. "
Blush! Wajah Rosetta mendadak memanas. Bukan, biasanya wanita merona karena gombalan atau rayuan tapi dia malah merona karena malu sebab seolah tengah di roasting habis- habisan oleh pria di depan nya saat ini.
Perkataan Zein yang sarkastis dan mengejek benar-benar membuat Rosetta malu. Haish, menyesal dia telah berbohong tentang dirinya yang mengaku mempunyai ibu tiri dan kakak tiri yang jahat, waktu itu.
"Hehehehe iya tuan. " Rosetta hanya sanggup mengatakan itu. Dia benar-benar malu menyadari tindakan nya yang terlampau bar- bar tadi telah membuat Zein memiliki penilaian lain terhadapnya.
Untungnya saja setelah itu Alvaro, Alaska dan Chiara akhirnya kembali membuat di tidak sendiri dan malu- malu banget untuk menghadapi pria itu.
"Papa Chia mesan esklim! " bocah perempuan yang lucu itu menunjukkan cup eskrim rasa vanila dan coklat pada sang ayah.
Zein tersenyum tipis, mengusap rambut putrinya, sayang. "Makanlah. Tapi setelah ini jangan terlalu sering ya, karena tak bagus makan makanan yang manis terlalu sering. "
Chiara mengangguk patuh. "Baik papa."
Lalu setelah nya Zein pun memanggil waiters untuk membuat pesanan mereka. Dan keempatnya pun menikmati makan siang di restoran itu.
Cakrawala terlihat biru cerah dengan awan- awan putih yang menggantung mengelilingi matahari yang mulai bersinar terik.
Setelah kenyang, zein dan ketiga anaknya bersama Rosetta keluar dari restoran itu. Mereka berniat untuk kembali ke mansion karena Zein masih ada janji dengan beberapa kliennya. Meskipun weekend tapi tidak berarti Zein bisa berleha- leha sesuka nya dia tetap harus pergi jika ada urusan perusahaan yang mendesak mulai memanggil.
Di dalam mobil, Alvaro, Alaska dan Chiara duduk tenang di kursi belakang sambil bermain game di tablet mereka.
Zein duduk di kursi kemudi, bersama Rosetta yang duduk dengan sikap sedikit gugup di sampingnya.
Lalu zein mengulurkan sebuah kotak kardus berwarna putih dengan logo smartphone yang paling terkenal abad ini.
Rosetta yang di ulurkan benda itu lantas menoleh dengan wajah bertanya- tanya.
"Ambil lah, aku tahu kau tidak memiliki ponsel. "
Rosetta menatap kotak kardus berisi ponsel keluaran terbaru itu. "Tapi tuan, ini terlalu merepotkan. "
"Kau tidak pernah merepotkan Rosetta. " kata zein dengan nadanya sedikit di tekankan.
Rosetta lantas menerimanya dengan hati- hati.
Setelah Rosetta menerima nya, Zein mulai fokus menyetir.
"Di dalam nya sudah ada nomor ku. Jadi kau bisa langsung menghubungi ku jika terjadi sesuatu. "
"Baik, terimakasih tuan. " Rosetta berucap tulus.
Zein mengangguk. "Kau bisa menyimpan nomor lain, teman atau keluarga mu. Tapi ku harap kau tidak menyimpan nomor pria lain di sana selain aku. "
"Hah? " Rosetta mengerut dahi. Tak mengerti.
Mendadak Zein seperti tidak mengenali dirinya sendiri. Astaga kenapa bisa berbicara kelepasan seperti ini?
Bukankah itu terkesan dia mendadak posesif padahal mereka tidak memiliki hubungan apa- apa?
"Tidak. lupakan!" ujar Zein berkilah sambil membuang pandangan ke arah lain.
*******