NovelToon NovelToon
Jodoh Setelah Hijrah

Jodoh Setelah Hijrah

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:11k
Nilai: 5
Nama Author: As Cempreng

Ana Arista, gadis berusia 22 tahun yang hijrah dengan mulai memakai hijab. Namun, dia harus menerima kenyataan pahit saat pernikahannya dibatalkan dua minggu sebelum pernikahannya, karena alasan hijabnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon As Cempreng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

"Kerupuknya, Bang Azzam! Mar!"

Azzam dan Damar mendongak, memandang Ana yang suaranya serak.

Kecemburuan terasa menampar dada Damar, memang Azzam lebih tua darinya tetapi dia tidak suka kenapa Anna terasa pilih kasih.

Coba Ann, aku dipanggil Abang Damar! Lebih enak didengar. Mana Mar Mar Mar? Jangan-jangan orang mengira namaku Marsiyah, Marsiyem. ( Damar)

"Terimakasih, Bidadari." Damar kembali tersenyum asal ketemu tatapan Anna. Dia berusaha mengeluarkan pesonanya walaupun dia merasa kalah tampan dari bule, tetapi dia bangga menjadi produk ori Indonesia.

Azam memandang Anna, untuk menghilangkan rasa aneh. Ini pertama kalinya ia makan nasi dengan mie.

Tidak ada dedaunan padahal Azzam tidak suka mie instan. Demi sang pujaan hati walau di piringnya semua karbohidrat, yang penting dia harus menghabiskan. Apa keluarga ini tak ada uang untuk beli telur atau lauk?

Anna bangkit karena mendengar abinya batuk. "Abi?" panggilannya membuat abi terkejut.

"Nak, jangan masuk nanti kamu ketularan batuk!"

"Anna beliin obat ya?" Anna keluar kamar dan mendapati dua pemuda itu selesai makan dengan piring ditumpuk. Mereka langsung berdiri.

"Anna, kami yang ke apotek!" Damar buru-buru keluar.

"Kamu jagain Abi saja," ucap Azzam terdengar khawatir. "Atau kita bawa abi ke rumah sakit?"

"Tidak perlu Nak Azzam!" teriak Abi terdengar disertai batuk-batuk dari dalam kamar.

"Ayo, Zam!" Damar menyalakan mesin motornya.

Anna berlari ke dalam kamar mengambil uang 100 ribu dari tasnya. Dia tersenyum tipis dengan dada gemetar karena dua orang itu telah pergi. Ya Allah mereka baik banget.

Anna pergi ke sebelah rumah, yang adalah toko kelontong. Dia membeli dua buah lemon dan dua sashet madu.

"Abi, minum lemon anget sambil nunggu obat. Semoga tenggorokan Abi lega. Anna mau cuci piring dulu."

"Iya nanti Abi minum." Hamdan gemetar.

Dilap mulut dengan tisu, dilihatnya tidak ada noda di tisu.

Kresek dari tong sampah diikat, tak peduli betapa lemas tubuhnya yang kelelahan karena batuk sampai tak bisa tidur semalaman. Terpenting Hamdan membuang tisu bekas noda merah itu ke tempat sampah di depan rumah.

"Abi?" Mata Anna melebar. "Apa itu cat di dagu?"

"Cat?" Alis Hamdan berkerut. Dia berhenti melangkah di garis pintu.

"Itu di dagu Abi ada cat merah," kata Anna sambil terkikik, hendak melepaskan masker Abi tetapi gagal karena abinya mundur.

Hamdan berlalu ke kamar mandi. "Pinjamkan cermin riasmu, Na."

Anna pergi ke kamar. Dia melirik tong sampah yang tidak ada plastiknya. "Perasaan tadi diganti dengan kresek baru, kenapa sekarang tidak ada kantongnya."

Sampai ia tertegun pada tiga bercak merah tua di lantai putih. Diambil tisu untuk menyeka dan bagian tengah noda itu telah menyerap ke tisu. Catnya creamy bukan kental. Kini menyisakan bekas lingkaran merah kehitaman yang telah mengering. "Harus pakai air nih."

"Anna, mana cermin!"

"Tunggu!"

"Sudah cepat kamu cuci piring lalu ke tempat Bu RT." Hamdan menerima cermin yang ada di tempat bedak, lewat celah pintu kamar mandi.

Anna mencuci piring. Alhamdulillah, banyak orang yang sedang membutuhkan tenaga. Kali ini umi diundang untuk masak di tempat Pak RT.

Baru Anna memakai kaos kaki, terdengar suara motor berhenti di depan. Dia lekas berdiri tetapi hanya mendapati Bang Azzam.

"Ini obat batuk berdahak, Anna. " Azzam tersenyum manis dengan deg deg degan.

"Bang Azzam, ini uangnya ."

"Tak perlu." Azzam membuat gerakan stop di depan tangan Anna yang memegangi uang 50 ribu. "Ini saya juga pakai uang Abi yang kemarin habis jual plastik."

"Ooh?"

"Kamu mau pergi?" Tanya Azzam yang melirik kaos kaki menyelimuti kaki Anna.

"Iya, mau ke rumah Bu RT." Kemudian suara batuk abi membuat Anna kembali menoleh ke dalam. "Yasudah ya Bang, terimakasih banyak. Semoga Allah melimpahkan banyak kebaikan kepada Abang!"

Azzam menyunggingkan senyuman. "Aamiin."

Untung Damar disuruh pulang untuk benerin kipas angin oleh Bu Rini. Kesempatan berdua kali ini!

"Abi tak apa di rumah sendiri?" Tanya Anna pada Abi yang baju katun di punggung itu mencetak noda besar basah seperti disiram air. Di kening dan leher juga terdapat bulir-bulir keringat.

"Pergi sana!"

Anna tersentak karena bentakan itu. Reflek dia meletakkan botol kaca. "Iyah Anna berangkat!Assalamualaikum."

"Walaikum salam." Hamdan menunggu Anna pergi. Perut Hamdan terasa sengkil karena batuk-batuk yang melelahkan. Dadanya sakit seperti ditusuk.

Dengan gemetar karena lemas Hamdan bertumpu menggunakan tangan kiri pada dinding. Napasnya berat dan langkahnya penuh perjuangan setiap bergeser sampai bisa mencapai kamar mandi.

Apa jadinya kalau aku belum ada tempat tinggal, tidak mungkin aku bolak-balik ke toilet masjid. Sedekat ini saja dadaku sakit.

Hamdan meludah ke toilet dan air liurnya berlumuran darah. Dia takut sampai menitihkan air mata bahkan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Jantungnya bagai berhenti berdetak karena memikirkan anak istrinya.

Kepalanya pusing melihat air closed kini telah bening pasca disiram tetapi warna merah terus menghantui pikirannya . Berbalik, Hamdan tak memiliki tenaga. Pandangannya berkunang-kunang sampai membuat dia merosot di garis pintu kamar mandi. Ya ampun siapapun tolong!

"Pak Hamdan!" Damar yang baru memasuki setapak rumah itu kaget dari kejauhan melihat wajah Pak Hamdan pucat. Ditaruh kipas angin di dekat pintu. Apa Pak Hamdan terpeleset !

Pemuda itu mengelap keringat di dahi Pak Hamdan yang terasa sedingin es. Benar-benar seperti tidak ada aliran darah, seperti orang mati. "Damar bawa Bapak ke rumah sakit ya?Untung Damar bawa mobil!"

Damar menarik tangan Pak Hamdan yang terkulai dan menaruh di lehernya. Diangkat tubuh Pak Hamdan tetapi mereka berdua hampir jatuh ke depan.

Dikerahkan seluruh tenaga, Damar menggendong Pak Hamdan di depan dada. Ternyata kini terasa ringan. Ia selama ini tertipu oleh baju kebesaran yang selalu dipakai lelaki kurus ini.

"Kunci rumah." Hamdan berbicara lemah setelah didudukan di samping kemudi dari mobil box milik box Ustad Malik.

Damar mengunci rumah. Tidak lupa berpesan kepada tetangga di sebelah rumah Anna. "Pak Jhon, saya mau ke rumah sakit bawa Pak Hamdan yang mau pingsan. Nanti tolong bilangin ke Anna atau Bu Sarah ya! Assalamualaikum."

Dalam perjalanan, Damar terkejut saat Pak Hamdan menutupi batuk dengan baju padahal sudah pakai masker.

Mata Damar melotot mencium bau amis membuat mual. Dia menoleh kiri melihat cairan merah tua menetes dari balik masker. "Abi ... kenapa ada darah?"

15 menit kemudian, Damar bolak-balik menunggu Pak Hamdan yang tengah menjalani Rontgen. Kepanikan datang menghantui karena setau dia Pak Hamdan belum pernah sakit.

1
Widi Widurai
kaya tau kisah inii.. tp dicritain siapa y 🤔
S. M yanie
semangat kak..
S. M yanie: sama sama kak, saling mendukung yah, karna aku baru belajar.
As Cempreng tikttok @adeas50: terimakasih kak yanie🙏 kakak juga semangat
total 2 replies
LatifahEr
Nyesek, Thor 😥
As Cempreng tikttok @adeas50: igh igk/Sob/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!