Haruskah kamu kehilangan diriku terlebih dahulu baru kamu menyadari arti kehadiranku di hidupmu.
Pernikahan ini terjadi memang tidak berlandaskan cinta, namun salahkah jika aku mengharapkan hadirnya cinta di dalam rumah tangga kita.
Arumi tidak menuntut banyak, ia hanya ingin di cintai oleh suaminya dan membina keluarga yang sakinah bersama. Tapi sayangnya hal itu mustahil terjadi karena sang suami telah memberi jarak dalam hubungan mereka.
Sanggupkah Arumi melepaskan impian dan cita- citanya demi memenuhi keinginan sang ibu?
Mampukah Arumi bertahan dalam pernikahan tanpa adanya cinta?
Ikuti kisah CINTA ARUMI selengkapnya.
Happy Reading
Salam Chayahuda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chayahuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ALI BERKUNJUNG
Hari ini Arumi tidak ke kampus karena jadwal mengajarnya telah usai dan saat ini ia sedang menyiapkan test untuk para mahasiswa dan mahasiswinya menjelang akhir semester. Ujian akhir semester akan di mulai minggu depan dan semua pengajar diharuskan menyelesaikan soal test sebelum akhir pekan minggu ini.
Tadi pagi usai mengantar Denizh berangkat ke kantor, Arumi kembali ke kamar untuk mengerjakan tugasnyabdan iabbaru keluar ketika menjelang siang, itu pun karena bik Sumi yang memanggilnya. Bik Sumi memanggil Arumi keluar karena ada tamu yang datang dan ternyata tamu itu adalah Ali, adik Arumi yang datang untuk mengunjunginya.
"Ali!" Arumi tersenyum sumbringah melihat kedatangan adiknya.
"Kapan kamu datang?" Tanya Arumi.
"Baru saja, mbak" Jawab Ali singkat.
Arumi mengangguk lalu mempersilahkan Ali untuk duduk.
"Kenapa tidak bilang jika kamu akan datang. Mbak kan bisa menyiapkan makanan untukmu" Ucap Arumi.
"Tidak perlu repot- repot mbak. Justru aku datang untuk mengantarkan ini" Ali menunjuk bungkusan di tangannya.
"Apa itu?" Tanya Arumi.
"Ini ikan bakar kesukaan mbak" Sahut Ali, lalu memberikan bungkusan itu pada kakaknya.
"Aaaaaa,,,,! Terima kasih. Ibu memang paling tahu apa yang mbak mau" Ucap Arumi sembari tersenyum riang.
"Sebenarnya sudah lama ibu ingin memasak makanan itu untuk mbak, tapi nggak jadi- jadi karena aku tidak sempat mengantarkannya. Dan baru sekarang aku punya waktu untuk mengantar makanan itu" Jelas Ali.
Arumi tersenyum mendengar penjelasan adiknya.
"Makasih ya dek, kamu memang adik mbak yang paling baik" Ucap Arumi.
Ali ikut tersenyum, ia senang melihat kakaknya gembira menerima makanan dari ibu.
"Mas Denizh dimana mbak?" Tanya Ali kemudian.
"Denizh di kantornya" Sahut Arumi.
"Ohh,,,!" Ali mengangguk mengerti.
Ali memandangi rumah Denizh hingga ke berbagai sudut.
"Rumah mas Denizh nyaman juga" Ucap Ali.
"Iya, kamu benar. Rumah ini memang sangat nyaman" Sambung Arumi.
"Mbak betah tinggal di rumah ini?" Tanya Ali.
"Hm, mbak sangat betah" Jawabnya.
"Syukurlah, aku senang mendengarnya".
Lalu Ali memandangi sebuah kamar di sudut, ia sempat melihat kakaknya keluar dari kamar itu.
"Itu kamar kakak?" Ali menunjuk kamar Arumi.
"Iya" Sahut Arumi.
"Kamar mas Denizh dimana?" Tanya Ali.
"Di atas" Tunjuk Arumi tanpa sadar.
Ali sempat terkejut mendengar jawaban kakaknya, matanya langsung tertuju pada sebuah kamar di lantai atas.
"Diatas!" Ali mengulangi jawaban Arumi.
"Kamar mas Denizh diatas dan kamar mbak Rumi di bawah".
"Ah,,,!" Arumi yang baru menyadari kesalahannya langsung menutup mulutnya, ia mengutuki kebodohannya yang bicara tanpa kontrol.
"Mbak Rumi dan mas Denizh pisah kamar?" Tebak Ali.
"Ah, bukan begitu dek" Sanggah Arumi cepat.
"Mbak dan mas Denizh tinggal di kamar yang sama. Itu! Itu kamar mbak" Arumi menunjuk kamar Denizh.
"Lalu itu, kamar siapa?" Ali menunjuk kamar di lantai bawah.
"Ah, itu!" Arumi menjeda ucapannya sebelum akhirnya kembali menjawab.
"Itu, ruang kerja kakak" Arumi berbohong.
Ali menelisik kakaknya, ia bisa merasakan jika sang kakak sedang gugup. Sementara itu Arumi memutar otaknya dengan cepat berusaha memikirkan jawaban atas pertanyaan Ali. Arumi tidak ingin salah memberi jawaban hingga membuat Ali curiga padanya.
"Rumah ini punya beberapa kamar, dek. Satu kamar utama, dua kamar tamu dan satu ruang kerja" Jelasnya.
"Mbak dan mas Denizh tidur di kamar utama, sementara kamar yang lainnya dipakai sebagai ruang kerja. Ruang atas di pakai oleh Denizh sebagai ruang kerjanya, dan mbak memakai kamar itu sebagai ruang kerja mbak" Sambungnya seraya menunjuk kamarnya.
Ali terdiam sesaat kemudian ia tertawa kecil.
"Kenapa mbak gugup seperti itu dan untuk apa mbak menjelaskan semua itu padaku. Ini kan rumah " Ucapnya.
"Eh! Mbak hanya tidak ingin kamu salah paham" Jawab Arumi salah tingkah.
"Jadi rumah ini punya banyak kamar kosong ya! Kalau aku numpang nginap disini sehari, boleh nggak mbak?" Pancing Ali.
"Hah! Eh! Apa,,,?" Arumi kelabakan menjawab pertanyaan adiknya.
"Boleh apa tidak jika aku menginap di rumah ini?" Ali mengulangi pertanyaannya.
"Ya, tentu saja boleh" Sahut Arumi cepat.
"Bolek kok. Kamu boleh menginap disini. Denizh pasti mengizinkannya" Sambungnya.
Arumi kembali mengutuki kebodohannya yang tidak mampu menutupi rasa gugupnya.
"Bagaimana jika Ali curiga!" Monolognya.
Ali memang sedikit curiga pada gerak gerik kakaknya namun ia tidak ingin berprasangka buruk. Apapun yang terjadi dalam rumah tangga kakaknya, biar sang kakak sendiri yang menyelesaikannya, ia tidak ingin ikut campur. Ali percaya jika sang kakak mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.
"Nggak lah mbak. Aku tidak mungkin nginap disini. Lagipula jika aku nginap disini, terus ibu bagaimana?" Kilah Ali.
"Ah, kamu benar. Ibu tidak mungkin di tinggal sendiri, iya kan! Hahaha,,,!" Arumi pura- pura tertawa untuk menutupi rasa gugupnya.
"Aku senang melihat mbak tertawa seperti itu dan aku berharap tawa itu bukanlah tawa palsuan" Ucap Ali.
Arumi terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa. Arumi tahu betul sifat adiknya, Ali memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap lingkungan sekitarnya terutama pada dirinya. Hampir semua kecurigaan Ali selalu berakhir dengan kebenaran dan Arumi takut adiknya akan tahu masalah rumah tangganya bersama Denizh. Arumi berharap hubungannya dengan Denizh bisa segera membaik sebelum Ali mengetahui fakta yang sebenarnya.
"Boleh aku bertanya satu hal, mbak?".
"Ya. Apa yang ingin kamu tanyakan?" Arumi mulai cemas.
"Apa mbak bahagia?" Tanya Ali.
Arumi terkejut mendengar pertanyaan itu.
"Apa mbak bahagia dengan pernikahan mbak?".
"Kamu bertanya apa sih dek. Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja mbak bahagia. Denizh adalah suami yang baik dan dia memperlakukan mbak dengan sangat baik" Jawab Arumi.
Arumi mendekat lalu meraih tangan Ali dan mengusapnya lembut.
"Dek! Kamu tidak perlu mengkhawatirkan mbak. Mbak baik- baik saja. Kamu bisa lihat sendiri kan jika mbak baik- baik saja" Arumi menunjuk dirinya sendiri.
"Andaipun nanti mbak dan Denizh punya masalah, itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan rumah tangga. Setiap pasangan suami istri pasti ada masalah dan pasti ada saja yang di perdebatkan. Tapi, kamu tidak perlu khawatir, ya. Karena mbak yakin jika kami bisa menyelesaikan masalah kami" Ucap Arumi.
Ali mengangguk, ia mengerti maksud ucapan kakaknya.
"Syukurlah. Aku lega mendengarnya. Aku senang jika mbak bahagia bersama mas Denizh dan aku jadi semakin yakin jika mbak menikahi orang yang tepat. Aku akan selalu mendukung mbak, semoga mbak Rumi dan mas Denizh selalu dalam lindungan Alla dan berbahagia selamanya" Ucap Ali penuh harap.
"Amiin! Terima kasih dek" Sahut Arumi penuh haru.
Ali memeluk kakaknya dengan erat, ia cukup lega melihat keadaan kakaknya yang baik- baik saja, meskipun sesungguhnya masih ada sedikit rasa curiga yang menderu di hatinya. Ali mencoba menahan diri untuk tidak bertanya lebih lanjut, ia mencoba menghargai keputusan sang kakak yang terlihat ingin melindungi rumah tangganya dan suaminya. Ali tidak akan ikut campur selama kakaknya baik- baik saja, ia akan campur tangan jika Denizh bersikap buruk pada kakaknya.
♥︎♥︎♥︎