Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Kematian Bu Mirah
Angin bertiup kencang dari arah barat, udara diluar begitu dingin saat mulai akan turun gerimis dan sebentar lagi kemungkinan hujan akan turun di susul dengan sambaran halilintar di atas pekatnya langit.
Sementara itu di dalam rumah. Bu Mirah tampak sedang sekarat, menunggu ajalnya yang mungkin akan segera tiba. Tangisan Ratih dan Sati nampak begitu pilu saat melihat neneknya nampak mendelik dan melongo saat nafas sudah nampak di tenggorokan nampaknya maut yang sedang beliau hadapi begitu perih dan memilukan.
Ratih menuntun ibunya membacakan kalimat Allah karena itu bukan haya kalimat sakral tapi di percaya bisa mempermudah maut.
Dalam beberapa hitungan menit tepat pada jam tujuh malah. Bu Mirah menghembuskan nafas terakhirnya diusia enam puluh tahun.
Tangisan Sati dan Ratih menjadi saat Bu Mirah sudah meninggal dunia. Sementara itu belum ada warga yang melayat karena hujan tiba-tiba turun begitu deras.
Sementara itu ... sebelum meninggalnya Bu Mirah beliau sering bercerita kepada Bude Sukma kalau beliau sering mengalami mimpi yang menyeramkan salah satunya adalah mimpi bertemu dengan Ki'Jambu Arsa.
Padahal Bude Sukma Sendiri tidak mengenali siapa itu Ki'Jambu Arsa? Bahkan ibunya saja tidak pernah menceritakan hal itu padanya.
Saat ini Sati anak dari Almarhum Akmal dan Ratih telah menginjak usia remaja nama panjangnya Rarasati sejak kecil ia lebih akrab di pangil Sati yang mana sekarang usianya sudah menginjak empat belas tahun.
Sati tidak bersekolah karena pada masa itu di desa terpencil tidak ada akses menuju ke sekolah di desa ibunya Jawa Tengah Sati tidak mengenyam pendidikan apa-pun di tambah bukan hanya aksesnya yang jauh tapi juga karena terhalang biaya sedangkan ibunya Ratih setiap hari hanya buruh tani di sawah milik juragan desa.
"Sati, sepertinya hujannya sudah mulai mereda, tolong pangilkan beberap tetangga Nduk, untuk meminta bantuan agar jenazah Mbah mu lekas di kebumikan" Sambil terisak Ratih meminta putrinya untuk mencari bantuan pada tetangga dekat.
"Nggih Buk'e..." Sati langsung beranjak dari duduknya meskipun langkahnya gontai karena masih sangat terpukul dengan kematian mbahnya.
Sati berjalan menyusuri belakang rumahnya yang masih terdapat sedikit rumput dan semak belukar ia langsung meminta bantuan pada Bude Sukma yang mana merupakan kerabat dekat ibunya.
"Bude ... Bude tolong Buka. Sati butuh bantuan!" Pekik Sati di iringi dengan suara ketukan pintu yang begitu menggema.
"Dalem Nduk, ada apa coba duduk dulu jangan tergesa-gesa." Bude Sukma meminta Sati masuk, karena bajunya basah kuyup matanya nampak sembab dan juga suaranya dilengkapi isakan pilu.
"Bude ... Mbah Mirah meningal... " isak Sati dalam keheningan. Ia merasa dunianya seketika runtuh ia begitu tidak percaya kalau Mbahnya telah meninggalkannya untuk selamanya.
Bude Sukma tertegun sejenak, ia begitu kaget dan tidak percaya dengan apa yang telah ia dengar padahal kemarin sore Bu Mirah sempat datang kerumahnya dan bercerita sering mimpi di datangi seorang laki-laki tua dan menyeramkan setiap mimpinya ia sering diajak ke hutan, menurut Bude Sukma jika orang yang sering mimpi di bawa ke hutan oleh orang asing itu tandanya jiwanya sudah tergadai karena sejak ucapan orang pendahulu selalu di percaya bahkan masih memegang teguh ajaran nenek moyang leluhurnya yang mana masih kental dengan kejawen.
"Ayo ... Sati, kita kesana sekarang, kamu jalan dulu yah, biar bude pangilkan beberapa orang untuk datang melayat." Ujar Bude Sukma ia langsung berjalan menghilang dari pandangan mata.
Hari berganti pagi, beberapa orang melayat kemakan Bu Mirah yang mana pagi ini sudah di makamkan. Beberapa orang mengucapkan bela sungkawa untuk keluarga yang di tingalkan kini sekarang hanya ada Bude Sukma, Ratih dan juga Sati di makam karena yang lainya sudah pamit pulang.
"Sati Ayo pulang Nduk, sudah mau siang jangan berlaur-larut dalam kesedihan." Ratih mengusap bahu putrinya yang masih terisak.
Bude Sukma yang melihat itu ada sedikit kejanggalan dalam hatinya, ia melihat Ratih hanya menangis sekilas tidak seperti Sati yang tersendu dan nampak merasa begitu kehilangan.
Ribuan pertanyaan melintas dalam benak Bude Sukma, tidakkah Ratih merasa sedih atas kematian ibunya? apakah ada hal lain yang tidak membuatnya bersedih? atau yang di katakan orang pendahulu itu benar kalau orang yang sering mimpi masuk ke hutan jiwanya sudah tergadaikan. Atau jangan-jangan ada misteri di balik kematian Bu Mirah?
Benarkah Ratih kembali menganut ajian Santet Pitung Dino? Atau ia mengadaikan ibunya demi menganut ilmu hitam?
Ratih langsung menuntun putrinya kembali kerumah, ia nampak kuat, namun Sati terus menangisi kepergian Mbahnya. Sesampainya dirumah Sati langsung berjalan kedalam kamar
"Ratih ada yang mau Saya tanyakan?" Ucap Bude Sukma yang sekarang hanya berdua saja dengan Ratih karena Sati sudah kembali masuk kedalam kamarnya meraung menangisi kepergian Mbahnya.
"Ada apa Mba?" Ratih mengerutkan keningnya, karena tatapan Bude Sukma kali ini nampak mengintimidasinya.
Terdengar deru nafas Bude Sukma sedikit berat sepertinya kalimat yang akan ia sampaikan nampak begitu penting.
"Ada-apa Mba?" Ratih meraih pergelangan tangan Bude Sukma. karena beliau malah nampak melamun kikuk.
"Eh-iya ... sebelum Bibi Mirah meningal beliau pernah cerita kalau sering di datangi Ki'Jambu Arsa. Maaf apakah Ratih tahu nama itu?"
Mendengar nama Ki'Jambu Arsa, seolah jantungnya berhenti berdebar tiba-tiba dadanya begitu sesak dan berat Ki'Jambu Arsa adalah masa lalu. Bahkan ia sama sekali tidak ingin lagi mengingat namanya atau orangnya. Namun kali ini Bude Sukma malah kembali mengigatkan Ki'Jambu Arsa. Orang yang ia temui empat belas tahun yang lalu.
"ibu bilang begitu?" Ratih mengerutkan keningnya, sebab sebelum meninggal saat sakit dua hari ibunya tidak berbicara apapun padanya.
"Iya ... Sungguh Ratih, Mba saja terkejut siapa itu Ki'Jambu Arsa." Bude Sukma menaik turunkan bahunya.
Mendengar kata itu Ratih sedikit gemetar juga namun ia tidak gentar karena kejadian itu sudah empat belas tahun lamanya jadi tidak mungkin kalau Ki'Jambu Arsa masih hidup hinga sekarang.
"Jangan terlalu dipikirkan Mba, mungkin saja Ibu kala itu sedang sakit jadi nalurinya kemana-mana." Ratih berusaha tersenyum.
Namun saat sedang berbincang dengan Bude Sukma tadi, Ratih merasakan bulu kuduknya merinding seperti ada sesuatu yang mengawasi dari atas pohon pinus di dekat rumahnya.
"Kalau begitu Mba pamit pulang dulu, nanti malam kita akan mengadakan tahlilan sampai tujuh harikan?"
"Nggih Mba," Ratih menepuk pundak Bude Sukma, karena hanya ialah yang dekat dengan dirinya, sebab bapaknya dulu tidak memiliki saudara kandung yang ada hanyalah persepupuan.
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥