Anak Yang Terabaikan
Hari ini adalah hari minggu. Hari yang biasanya di tunggu-tunggu oleh semua orang. Sebagian untuk beristirahat dari lelahnya pekerjaan. Sebagiannya lagi menunggu untuk mencari rezeki yang lebih pada hari tersebut.
Sama halnya seperti seorang anak yang berumur 11 tahun. Hari ini adalah hari yang sangat di nantikan-nya. Sebab orang tuanya sudah berjanji dari seminggu yang lalu. Tepatnya, pada hari ulang tahunnya yang di lupakan.
"Maaf ya. Ayah sama Ibu sibuk sama Kak Vania . Makanya sampai lupa ulang tahun kamu. Tapi Ayah janji. Minggu depan kita akan jalan-jalan. Sebagai gantinya." ujar Afandi pada anaknya bernama Adira.
"Baiklah, tapi kalian janji kan?" tanya Adira memastikan.
"Janji." sahut Ella pada anaknya.
Itulah, sepenggal janji yang di ucapkan oleh orang tua Adira.
Adira telah bersiap. Namun, orang tuanya belum juga keluar dari kamar. Padahal sekarang hampir tengah hari. Semalam Adira, sudah memastikan. Kata orang tuanya mereka akan berangkat pagi, jam 10.
Adira sudah beberapa kali memanggil orang tuanya di kamar. Namun, tidak terdengar sahutan dari dalam. Untuk membukanya langsung, Adira takut. Sebab pernah di marahi, dan di katakan tidak sopan oleh Ibu dan Ayahnya.
Karena sudah bosan menunggu. Akhirnya Adira ketiduran di ruang tamu. Dia masih berharap jika orang tuanya bangun, mereka bisa langsung berangkat. Walaupun perginya hanya sesaat.
Kebetulan hari ini tukang masak dan bersih-bersih diliburkan, karena mereka berencana menghabiskan waktunya diluar.
Sorenya sekitar jam tiga, Adira terbangun. Dia mendengarkan suara orang tertawa di taman belakang. Adira buru-buru berlari ke sana. Karena yang tertawa tersebut, adalah suara saudaranya Vania.
"Ibu, Ayah ..." panggil Adira.
"Baru bangun? Makan dulu sana. Kami udah makan." ujar Ella.
"Kalian tadi kemana aja? Aku nungguin kalian." tanya Adira tanpa memperdulikan suruhan Ella.
"Oo tadi pagi kami joging. Kamu belum bangun. Jadi kami tinggal." kata Afandi.
"Tapi hari ini, kalian janji mau ajak aku jalan-jalan." seru Adira dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Ya ampun kami lupa." Ella menepuk dahinya. "Maaf ya. Bagaimana kalo lain kali saja?" tanya Ella masih dengan posisi duduk lesehan di lantai teras belakang. Sekarang mereka lagi bermain permainan ular tangga.
"Kalian memang selalu melupakan aku. Padahal semalam kalian sudah aku ingatkan. Tapi tetap saja lupa. Coba aja kalo Kak Vania yang ajak. Pasti jauh-jauh hari kalian sudah mempersiapkannya." ucap Adira sambil berlari menuju kamarnya.
Saat mendengar ucapan Adira, jujur hati Ella merasa tersentil. Karena bagaimanapun memang itu adalah hadiah ulang tahun yang di janjikan untuk anaknya Adira. Namun, tadi pagi dia benar-benar lupa. Apalagi tadi Vania membangunkan mereka dan mengajak mereka joging bersama.
"Bang, Ella ke atas dulu. Mau lihat Adira." Afandi menganggukkan kepala, dan Ella bangkit menuju kamar Adira.
Namun, baru saja Ella melangkah ke arah tangga. Afandi memanggilnya dengan sangat keras. Buru-buru Ella kembali kepada Afandi.
"Nak ... Bangunlah." panggil Afandi menepuk pipi Vania.
"Ayo Bang. Kita bawa ke rumah sakit." ucap Ella, melupakan Adira yang sedang merajuk, atau bisa saja menangis.
Di lantai atas, Adira hanya bisa melihat Ayahnya membopong Vania sang Kakak dan di susul oleh Ibunya. Adira tahu, pasti Kakaknya tiba-tiba kumat. Kemudian mobil Ayahnya keluar dari halaman rumah. Ia kembali menitikkan air mata. Dia juga ingin di rayu dan di bujuk seperti hal-nya, orang tuanya membujuk Kakaknya saat sedang marah. Ataupun merajuk.
"Dia gak apa-apa. Mungkin hanya kecapean. Usahakan untuk kedepannya, jangan lagi membuat dia merasa capek." ujar dokter yang menangani Vania.
Vania mengalami penyakit bocor jantung. Dan itu di alaminya semenjak umur 3 bulan. Berbagai cara telah di usahakan. Namun belum menunjukkan hasil. Makanya, Afandi dan Ella sangat memanjakan Vania. Apalagi saat Vania berumur tiga bulan. Ella positif hamil anak ke dua. Yaitu Adira.
Kehamilan Ella, sebenarnya tidak di harapkan oleh pasangan tersebut. Afandi atau Ella masih ingin memberi jarak untuk Vania dan adik-adiknya kelak. Apalagi saat itu bisnis toko pakaian Afandi sudah mulai sepi. Mereka juga banyak menghabiskan uang beserta tabungan untuk mengobati Vania. Bahkan Ella sampai stres dengan kehamilannya. Ella bahkan sempat memakan nanas juga durian dalam jumlah banyak. Namun kandungan begitu kuat. Begitu juga jamu. Ella sudah minum berbagai jamu untuk menggugurkan kandungannya. Tetapi cabang bayi enggan pergi dari rahim Ibunya.
Semenjak kelahiran Adira. Usaha toko pakaian yang di geluti sejak lama oleh Afandi mengalami kebangkrutan total. Sampai akhirnya mereka harus, mengadaikan rumah mereka ke bank. Untuk membuka usaha kembali, sehingga mereka jadi lah seperti ini. Ella yang memang pandai menjahit dan merancang baju, membuka butik dengan brand sendiri. Vaniacollection. Sedangkan Afandi dengan super market yang bernama Adiramart . Itu pun, atas usulan orang tua Afandi. Agar nanti Adira anaknya tidak merasa si bandingkan. Karena nama Vania sudah di pakai sebagai brand dari hasil baju Ella.
Adira hanya bisa menangis. Di umurnya yang sekarang. Dia ingin sekali merasakan Ayah dan Ibunya memanjakannya. Saat Adira, mengatakan setiap keinginannnya, orang tuanya selalu mengatakan kalau Adira harus mandiri. Jangan manja. Mereka bukan membandingkan kasih sayang. Tapi Kakaknya lebih butuh perhatian orang tuanya, karena keadaan yang lemah.
Adira di tuntut mandiri. Bahkan dia jadi anak yang pendiam. Baik di rumah ataupun sekolah. Dia bahkan tidak pernah mempunyai seorang sahabat. Yang ada, dia selalu saja di bully oleh teman-temannya, karena sikapnya yang selalu diam.
Di sekolah. Adira hanya berbicara jika ada yang menurutnya penting. Selebihnya dia hanya membaca dan membaca. Bahkan kebiasaanya saat istirahat pun tak pernah ke kantin. Bukan karena tidak punya uang. Namun karena dia tidak tau harus seperti apa saat makan bersama teman-teman. Dia lebih memilih makan di taman sendirian atau membaca buku di perpustakaan.
Malam harinya, Adira hanya di temani oleh Bu Mar. Pembantu yang bekerja di sana. Bu Mar bertugas untuk memasak. Biasanya dia akan datang setelah Afandi berangkat kerja. Dan pulang sore harinya, setelah menyiapkan makan malam. Dan untuk bersih-bersih mereka memperkerjakan satu orang lagi. Yaitu Bu Siti. Dia juga datang pagi pulang sore, karena selain bersih-bersih dia juga menjadi tukang cuci dan gosok. Afandi ataupun Ella lebih senang mempekerjakan tetangganya yang kurang mampu. Dari pada mencari orang lain, dari yayasan. Yang jelas bisa menginap.
Rumah Bu Mar pun, tidak terlalu jauh dari rumah Afandi. Hanya dengan jarak jalan kaki 15 menit. Makanya, Bu Mar memilih untuk tidak menginap di sana. Sedangkan Bu Siti, rumahnya lebih jauh. Lagi pula Bu Siti mempunyai suami yang harus di urus karena stroke. Sedangkan Bu Mar hanya seorang janda. Tentu lebih bebas jika, sesekali di suruh menginap di rumah tuannya.
Sekarang Afandi dan Ella. Mereka memilih menjaga Vania di rumah sakit. Karena keadaan Vania yang masih lemah. Maka di anjurkan untuk rawat sampai keadaannya pulih. Mereka bahkan tidak mengabarkan Adira yang berada di rumah. Mereka hanya menelpon Bu Mar, menyuruhnya untuk menginap di rumah, untuk menjaga dan menemani Adira selama mereka berada di rumah sakit.
"Adira, ini Bu Mar. Yuk kita makan sama-sama." panggil Bu Mar dari balik pintu kamar Adira.
Adira keluar dengan mata sembab. Bu Mar sedih melihat Adira. Namun dia tidak bisa apa-apa. Dia hanya memeluk Adira. Dan itu, berhasil membuat tangisan bocah tersebut meledak.
"Ayah sama Ibu gak sayang sama Adira." raung Adira memukul pelan punggung Bu Mar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Rita Riau
hai Thor izin mampir ya 🙏🏼
2024-04-07
1
Lia Regar
hallo kak.. mampir yuk di cerita ku..
love the Same man
ayo saling mendukung🙏🙏
2024-03-13
1
Ani Ani
kenapa Anak Anak di beza beza kan
2024-03-04
1