Pasca kematian sang ibu, Naina mencoba melakukan apa yang di wasiatkan padanya di secarik kertas. Ia memberanikan diri mencari sahabat ibunya untuk meminta pertolongan.
Tak di sangka, pertemuan itu justru membuatnya harus menikahi pria bernama Ryusang Juna Anggara, seorang dokter anak yang memiliki banyak pasien.
Arimbi yang sudah bersahabat sejak lama dengan ibunya, begitu yakin jika pilihannya adalah yang terbaik untuk sang putra satu-satunya.
Namun, perjodohan itu justru membuat Naina harus menjadi selingkuhan suaminya sendiri.
Lantas bagaimana dia menjalankan dua peran sekaligus?
Sampai kapan wanita dengan balutan pakaian syari'inya harus menjadi wanita simpanan untuk suami yang tanpa sadar sudah ia cintai?
Menjadi selingkuhan Suamiku 2, akan menyelesaikan kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Terhitung sudah tiga minggu perkenalan Jani dengan mas Ryu berlangsung. Ku rasa kedekatan mereka kian hari kian lebih, mas Ryu selalu berkunjung ke apartemen untuk menemui Jani. Aku pun diam-diam mencari cara bagaimana supaya aku ada di apartemen saat mas Ryu datang.
Setahu bunda, aku dan mas Ryu pergi bersama, padahal kami selalu pergi sendiri-sendiri, tapi aku membuat kesalah pahamam yang seakan-akan kami sudah janjian di luar.
Sementara hubungan kami yang semakin intens, membuat mas Ryu tak lagi canggung, bahkan pria itu tak segan-segan melontarkan gombalan serta candaan yang membuat kami tertawa renyah.
Mas Ryu benar-benar sudah merasa nyaman dengan sosok Jani, dia juga sudah menyatakan cintanya pada Jani.
Menarik napas, lalu ku buang secara perlahan.
Pria itu! Dengan segala daya tariknya, sifat tegas, dingin serta romantisnya, membuatku semakin terobsesi. Rasa ingin memiliki juga semakin menjadi.
Kembali menarik nafas, ku kibaskan kepalaku, berusaha mengusir bayangan mas Ryu dari pikiranku. Namun bukannya lenyap, sosoknya justru terus berkelebat bebas mengelilingi isi kepalaku. Tatapan serta perlakuannya pada Jani, sungguh tak bisa ku lupakan. Aku cemburu, aku ingin mas Ryu melakukan itu hanya pada Naina, bukan wanita lain.
Larut dalam lamunan, tahu-tahu sudah pukul sepuluh malam sedangkan mas Ryu masih berada di ruang kerja.
Karena rasa bosan yang bergelayut, aku akhirnya mengambil ponsel Jani lalu mengaktifkannya.
Aku yakin mas Ryu pasti mengirim chat atau enggak menelfon.
Dan benar, sesaat setelah ponsel menyala sempurna, rentetan pesan pun masuk.
Tak berniat membalas, aku lebih memilih menelfon balik.
"Hallo" Sapanya dari balik telfon.
"Halo mas Ryu, belum tidur?"
"Belum... Dari mana saja, kenapa ponsel nggak aktif?"
"Aku memang selalu begini, kan. Jarang mengaktifkan ponsel. Mas juga sudah ku beri tahu sebelumnya"
"Tapi nggak sesibuk itu kan?"
"Kenapa belum tidur?" Tanyaku mengubah topik pembicaraan.
"Nanti"
Kemudian hening, sejujurnya ada rasa was-was menelfon mas Ryu dari rumah, tapi ku pikir dia nggak akan masuk ke kamar sebelum tengah malam.
"Coba alihkan ke video call, pengin lihat wajah kamu"
"Maaf mas, aku sudah mau tidur, malas kalau harus video call pake pegang-pegang hape"
"Telfon kan juga megangin hape"
"Aku pake handfree, jadinya hape ku letakkan di kasur"
"Ooh.."
Padahal itu hanya alasanku saja buat nolak panggilan video.
"Mas!" Panggilku.
"Ya"
"Apa aku hanya pelampiasan mas saja karena mas baru saja putus dengan pacar mas?"
Sebelum menjawab, ku rasakan hembusan nafas dari mas Ryu.
"Awalnya si iya" Jawabnya, yang langsung membuat hatiku tercubit. "Tapi semakin kesini, aku semakin merasa nyaman denganmu. Memang, aku tipikal pria yang mudah sekali jatuh cinta, tapi juga mudah sekali move on, dan untuk soal kenyamanan, bagiku itu sangat sulit ku dapatkan" Mas Ryu menjeda kalimatnya untuk mengambil nafas, sedetik kemudian kembali bersuara. "Setelah putus dari pacarku, aku kembali menemukan kenyamanan itu di kamu, Jani"
Terlalu kamu, mas. Padahal Jani itu aku.
Mendesah lirih, aku hanya bisa berkata dalam hati.
"Kamu juga harus tahu kalau aku adalah pria setia, aku nggak akan pernah berkhianat kalau aku sudah mencintai seseorang"
"Itu bukan omong kosong kan, mas!"
"Tentu saja bukan. Aku serius"
"Tapi mas bilang tadi mudah sekali jatuh cinta, itu artinya nggak ada kata serius dong, mudah juga buat ninggalin"
"Ya, kurang lebihnya begitu" Akunya jujur. "Kalau wanita itu nggak bikin aku nyaman, aku nggak akan bertahan, tapi kalau bisa buat aku nyaman, aku akan pertahankan sampai kapanpun"
"Senyaman apa mas terhadapku?"
"Melebihi rasa nyaman saat di rumah"
"Apa mas akan mempertahankanku?"
"Itu pasti, asal kamu enggak mengkhianatiku"
What, mas Ryu akan mempertahankan Jani? Lantas bagaimana dengan Naina.
"Jani" Panggilnya lembut.
"Iya!"
"Ada sesuatu yang ingin aku katakan"
"Soal apa" Keningku mengkerut karena rasa penasaran.
"Besok saja kalau ketemu"
"Kenapa nggak ngomong sekarang?"
"Ngomong secara langsung akan lebih baik"
"Apa sesuatu yang serius?" Tanyaku semakin penasaran.
"Sangat serius, tapi aku harap setelah ini perasaan kamu ke aku nggak berubah"
Kira-kira hal apa yang ingin mas Ryu katakan? Apa dia ingin menikahi Jani?
Tiba-tiba denyutan tak kasat mata ku rasakan begitu nyeri.
Apa sebaiknya ku katakan saja kalau aku ini Naina.
Ah.. Kenapa semakin rumit saja.
"Sudah pukul sebelas, tidurlah! Besok harus ke rumah sakit, kan?" Ucapku dengan nada parau karena rasa kantuk.
"Ya sudah, kamu juga istirahat, ya!"
"Iya"
Setelah panggilan ku akhiri, aku segera menyimpan ponselku di tempat semula sebelum mas Ryu datang.
Tak berapa lama mas Ryu pun masuk ke kamar, dan seperti biasa aku berpura-pura tiidur.
****
Paginya aku melakukan aktivitas seperti biasa, tapi nanti aku harus ke apartemen karena di jam istirahat mas Ryu akan mengunjungiku.
Karena rasa ingin tahu mengenai sesuatu yang ingin mas Ryu katakan, aku memintanya untuk datang ke apartemen siang ini.
Baik bunda dan ayah sama-sama tidak tahu bahwa mas Ryu sedang menjalin hubungan dengan Jani, pun tidak ada yang tahu kalau Jani itu aku. Jadi aku dan mas Ryu sama-sama menyimpan rahasia besar.
Dan entah kapan rahasia kami terbongkar. Yang jelas, ada saatnya nanti aku akan mengatakan yang sebenarnya pada mas Ryu.
Siang pun tiba, aku sudah menjelma sebagai Jani, dan saat ini tengah menunggu kedatangan mas Ryu di apartemen yang ku sewa.
Menunggu sekitar tiga puluh menit, akhirnya bel pintu berbunyi. Saat ku lirik jam, ternyata mas Ryu sangat tepat waktu.
Sebelum ku buka pintu, aku kembali mencermati wajah serta penampilanku di cermin, aku merasa kalau sosok Jani sudah sangat sempurna.
"Selamat siang, mas" Sapaku sesaat setelah pintu terbuka.
Mas Ryu tersenyum, alih-alih menyahut, pria ini justru menyodorkan sebuket bunga padaku.
"Buat kamu!" Ucapnya.
Aku menerimanya sembari mengucapkan terimakasih.
"Ayo masuk!"
Mas Ryupun melangkah mengikutiku yang berjalan menuju ruang tv.
"Mas sudah makan?" Tanyaku menuangkan air putih ke dalam gelas.
"Belum!"
"Kita makan siang ya" Kataku sambil menyerahkan segelas air. "Aku baru selesai masak tadi"
"Masak apa?" Tanyanya menerima sodoran gelas dariku.
"Sop ayam, stik sapi, dan orek tempe"
"Sepertinya enak!" Balasnya lalu bangkit.
Kami lantas berjalan menuju ruang makan.
Layaknya seorang istri, akupun melayani mas Ryu di meja makan. Di sini aku memposisikan diriku sebagai Naina.
Andai saja aku sedang berperan sebagai Naina, dan bukan Jani, moment seperti ini sudah pasti tidak akan aku lupakan.
"Makan mas!"
"Makasih sayang"
Panggilan sayang yang memang sudah berlaku semenjak satu minggu yang lalu.
"Katanya ada yang mas ingin katakan, apa?" Tanyaku dengan sorot serius.
Sebelum bicara, mas Ryu meneguk air di gelasnya.
"Seperti yang sudah aku bilang tadi malam, terlepas dari apa yang ingin aku sampaikan, please jangan berubah terhadapku"
Ku teguk ludahku dengan susah payah.
Sejujurnya ini membuatku was-was.
"Insya Allah nggak akan berubah, karena aku juga cinta mas"
Ku lihat mas Ryu menarik napas berat sebelum kemudian berkata.
"Sebenarnya aku sudah menikah, Jani!"
Ku hentikan gerakan memasukkam sendok ke mulut. Sebenarnya aku sama sekali enggak terkejut dengan apa yang mas Ryu katakan, tapi aku memasang ekspresi seolah-olah kaget.
"Tapi kamu jangan khawatir, aku sama sekali enggak mencintai istriku, aku menikahinya karena keinginan bundaku" Tambahnya sembari menggenggam salah satu tanganku yang ada di atas meja
Jantungku berdegup kencang mendengarnya, hatiku tak ubahnya seperti di sayat belati yang cukup tajam.
Secara terang-terangan, pria ini mengakui kalau dirinya sudah menikah, tapi tidak mencintai istrinya.
Bersambung..
ka author nya ternyata peka jg, krn kadang2 aq suka malas klo hrs baca dlu novel2 sebelum nya...good job kaaa!!! 👍👍👍👍👍
sungguh kamu suami yg g punya pendirian 😠
sadar atuh Ryuu!!!!
jangan mau d ajak pulang Nai, biarin Ryu uring2an jg,,,suami kaya Ryu mah hrs balik d cuekin!!!