Gea Arunika tidak menyangka pernikahannya yang semula baik-baik saja tiba-tiba jadi rusak setelah kehadiran seorang wanita yang katanya adik dari suaminya bernama Selena.
Namun, setelah diamati tiap harinya, tingkah David dan Selena tidak seperti adik dan kakak melainkan seperti pasangan suami istri.
Hingga pada akhirnya Gea tahu, kalau dirinya adalah istri kedua dan Selena adalah istri pertama suaminya.
Rasa sakit itu semakin bertambah ketika tak sengaja mendengar obrolan mereka yang akan membawa pergi anak yang dikandungnya setelah ia melahirkan.
Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya?
ikuti ceritanya terus ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 - Gelisah
Sorenya, Gea sudah ada di rumah. Seharian berkeliling membuat tubuhnya pegal dan cape. Gea mencoba mengurut kakinya sendiri. Ia berharap dengan urutan kecil itu, rasa pegalnya bisa sedikit menghilang.
Kejadian tadi membuat Gea sedikit takut, apalagi ia ingat jika preman tadi bilang kalau mereka disuruh oleh seseorang. Gea jadi memikirkan siapa orang yang tega mau menyekapnya. Apa ia mengenalnya?
Di saat memikirkan itu, Gea langsung menaruh curiga ke mantan suaminya. Siapa lagi orang yang tega menyakitinya kalau bukan David? Meski tidak sa bukti, tapi sepertinya Gea sudah yakin seratus persen. Masalahnya tak ada yang tahu kalau ia masih di Malang, kecuali mantan suaminya.
"Astaghfirullah, tega sekali dirimu mas. Padahal kamu sudah mengambil anakku secara paksa. Kenapa kamu harus menyakitiku lagi? Sebenarnya dimana letak kesalahanku? Aku rasa selama menjadi istrimu aku tidak pernah membantah ucapanmu sedikit pun. Bahkan aku selalu menerima apapun yang kamu berikan. Kenapa kamu jahat padaku? Hiks ... hiks ... "
Gea menangis lagi. Hanya dengan menangis, perasaan hatinya bisa tenang. Cara Gea untuk menumpahkan segala emosinya yaitu dengan menangis. Walau terkesan cengeng tak mengapa, daripada terus memendam rasa sakit itu hingga akhirnya menumpuk dan jika dikeluarkan pastinya akan meledak-ledak.
"Ya Allah, aku rindu anakku," tangis Gea semakin pecah. Ia merindukan anaknya. Bahkan selembar foto pun Gea tak punya. hanya sebuah kaos Alwin saja yang ia punya. Gea selalu melampiaskan kerinduannya dengan mencium bau kaos Alwin itu.
"Nak, semoga kita cepat bertemu. Mama ingin sekali memelukmu."
*
*
Di sebuah rumah kosong yang sudah dipersiapkan untuk tempat Gea disekap, salah satu preman itu menelpon bosnya.
"Maaf bos, hari ini kami gagal membawa wanita itu. Karena dia ditolong oleh dua pemuda. Kalau kami bersikeras membawanya, bisa-bisa kami yang masuk penjara."
"Sialan! Heh! Aku sudah membayar kalian mahal-mahal! Pokoknya kalian harus berhasil menyekap wanita itu"
"Iya bos, kami pasti akan mengusahakannya."
"Awas saja kalau gagal lagi!"
"Tidak akan bos!"
Sambungan telepon pun dimatikan dari bos si preman.
Salah satu preman itu bisa bernapas lega. Mereka kini mengobati luka mereka bergantian.
*
*
"Argh! Sial! Sial! Kenapa harus gagal sih? Kenapa juga harus ada yang menolong Gea! Aku tidak akan bisa tenang kalau Gea masih berkeliaran. Akan sangat tidak bagus untuk karier ku ke depannya. Apalagi mengingat Gaza ada di kota yang sama denganku. Pasti laki-laki itu pun tidak akan pernah tinggal diam. Argh!"
David bahkan sampai melempar beberapa berkas yang ada di mejanya ke lantai saking emosinya. Dulu ia tak berpikir panjang. Tapi, kali ini ia tidak ingin kecolongan lagi.
Dengan emosi yang masih membara, David keluar dari ruangannya. Laki-laki itu membiarkan ruangannya berserakan, toh ada sekretarisnya yang akan membereskannya.
David sampai di tempat yang ia tuju. Rupanya laki-laki itu pergi menenangkan diri ke danau yang sepi. Ia menumpahkan segala amarahnya disana. Bahkan David memukul-mukul pohon yang kayunya sangat keras hingga tangannya berdarah.
Hingga sore menjelang, barulah David pergi dari sana dan pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Tamara cemas dengan luka yang ada di tangan anaknya.
"Ya ampun Vid, ini tangan kamu kenapa? Habis berantem sama siapa sih kamu?" tanya Tamara dengan cemasnya.
"Bukan berantem ma, ini cuma habis jatoh aja."
"Jangan bohong kamu! Mana ada jatoh yang luka as di kepalan tangan. Emangnya mama sebodoh itu apa, percaya sama ucapan kamu. Udah sana pergi ke kamar, minta Selena untuk obati lukamu."
David mengangguk. Ia pun berjalan menuju ke kamarnya. Lagi dan lagi pemandangan yang ia lihat adalah Selena yang tidur di ranjangnya. Tak ada sambutan dari istrinya ketika ia pulang kerja. David hanya bisa menghela napas saja. Lagi-lagi ia berpikiran kalau Selena lelah mengurus Alwin.
Tak lama kemudian Selena terbangun dari tidurnya. Ia merasa kaget karena David sudah ada di kamar dengan mengoleskan obat merah ke tangannya.
"Mas itu tanganmu kenapa?" tanya Selena.
"Tidak apa-apa, cuma abis jatuh aja," bohong David.
"Ih, makanya hati-hati dong mas. Mana lukanya banyak banget itu di tangan. Mas kasih obat merah dulu deh. Aku ambilkan kain kasa untuk nutup lukanya supaya cepat kering."
David mengangguk.
Setidaknya, Selena masih mengkhawatirkannya. Itu sudah lebih dari cukup untuk David.
Selena sudah ada di hadapan David lagi. Wanita itu tampak menatap David dengan memicingkan matanya.
"Kenapa menatapku seperti itu sayang?" tanya David yang merasa istrinya terus menatapnya tak biasa.
"Mas coba deh jujur sama aku, sebenarnya mas ini kenapa? Aku lihat-lihat akhir-akhir ini, Mas seperti terus gelisah dan tidak tenang. Ada apa sebenarnya mas? Coba cerita sama aku!"
David menarik napasnya pelan untuk memulai ceritanya. Ia pun menceritakan semuanya tentang Gaza yang sahabat Gea dan laki-laki itu sudah tahu semuanya tentang rumah tangga David dan Gea.
Selena yang mendengarnya jadi ikut gelisah juga. Bagaimana jika laki-laki itu membocorkan semuanya? Bagaimana jika semua orang tahu kalau Alwin bukanlah anaknya melainkan anak dari wanita lain? Bagaimana jika mama dan papa David tahu kalau anaknya sudah pernah menikah dan punya istri kedua yang hanya dimanfaatkan untuk melahirkan keturunan. Memikirkannya saja sudah membuat Selena terdiam. Pastinya konsekuensi yang diterima ia dan David lebih buruk daripada yang dulu.
"Terus gimana mas? Kalau dia sampai membocorkan itu semua ke semua orang? Bisa-bisa kita terusir lagi dari sini!" ucap Selena sambil menggigit jarinya.
"Mas juga masih memikirkan caranya. Mas sudah menyuruh preman untuk menyekap Gea. Tapi, rupanya tidak berhasil."
"Ih, mas kalau pilih preman itu yang beladirinya jago dong! Masa cuma menculik Gea yang nggak bisa apa-apa saja nggak bisa?"
"Bukan itu masalahnya sayang. Tapi, ada yang menolong Gea. Makanya penculikan itu gagal. Kalau tidak ada yang menolongnya, mungkin saja Gea sekarang sudah ada di genggaman kita dan aku pun tidak akan segelisah ini."
Selena merengut. Ia kesal dan marah. Kini perasaannya jadi tidak tenang karena ada orang yang mengetahui kebusukan mereka.
"Tapi, walau begitu, Gea dan laki-laki itu kan tidak punya bukti mas."
Bukti?
"Aku harus segera pergi ke rumah kedua orang tua Gea Sel. Disana ada bukti foto pernikahanku dan Gea. Semoga saja Gea belum pulang ke rumahnya. Astaga! kenapa aku bisa melupakan hal sepenting itu sih?"
"Mas! Kenapa kamu ceroboh sih! Kan sudah aku bilang jangan foto-foto! Gimana sih?"
"Ya, gimana Sel. Orang tuanya Gea memaksa. Kalau aku menolak, takut mereka curiga."
Selena kembali merengut kesal karena kecerobohan suaminya.
"Ya sudah pergilah ke rumah orang tua Gea. Tapi aku akan ikut mas. Tenang saja aku tidak akan menunjukkan diriku. Aku hanya ingin tahu saja."
"Baiklah, besok kita langsung terbang kesana. Aku akan meminta izin cuti dulu ke papa."
Selena mengangguk.
*
*
TBC