Derita Istri Pertama

Malam hari setelah Zahra tertidur pulas, Raditya menyelinap keluar. Perlahan langkah kaki mengayun menuju pintu kamar Liona. Sengaja ia mencuri kesempatan demi bicara berdua saja tanpa ada gangguan dari pihak lain. Sekarang ia sadar begitu sulit mencari waktu berdua meski hanya sekedar ngobrol biasa. Setiap kali kedua wanita itu bertemu pasti ada saja keributan yang tercipta. Dari pada harus ribut tidak jelas akhirnya Raditya memutuskan menemui Liona secara diam diam. Hanya dengan cara seperti itu dia bisa menemuinya.

Sikap Zahra seolah mengusai diri Raditya, sampai sulit baginya untuk berpaling. Alhasil ia mencuri kesempatan di saat istri keduanya terlelap. Ketika memegang gagang pintu, jantung terasa berdetak kencang "Kenapa jantungku bergemuruh seperti ini....." Berusaha mengatur nafas sembari sesekali menengkan pikiran, lalu perlahan membuka pintu kayu. Baru kali ini Raditya masuk ksmar Liona di tengah malam. Debaran jantung bergemuruh tak menentu seperti disko jedag jedug.

Dengan sangat berhati hati Raditya kembali menutup pintu, kemudian perlahan menghampiri sang istri yang telah terlalap. Melihat wajah manis Liona membuatnya ingin sekali menyentuh wajah itu lalu berkata (Sayang bangunlah aku datang) tapi sayang mulut seolah terkunci rapat ketika berhadapan dengan Liona. Raditya terlalu gengsi menyatakan perasaannya sendiri. Pandangan mengarah pada sebuah bingkai dalam pelukan sang istri. Perlahan ia mengambilnya lalu melihat potret siapa yang di peluk Liona sampai terlelap seperti sekarang. Melihat Liona memeluk foto dirinya dan ada sisa air mata di pipi membuat Raditya merasa sangat bersalah. Sebagai suami ia belum bisa membagi waktu dan hati untuk kedua wanitanya. Sekarang ia sadar perlakuannya kepada Liona selama ini tidaklah adil "Maaf....selama kita menikah tidak sedikitpun aku memperlakukan kamu seperti layaknya seorang istri" Menunduk saat merasa bersalah. Tapi, Raditya tidak bisa berbuat banyak karena Zahra selalu memghalangi perasaannya kepada Liona dengan selalu menciptakan masalah.

"Pasti kamu tersiksa dengan hubungan kita. Sebenarnya aku juga sangat mencintai kamu, Liona." mengusap kepala sang istri, sehingga membangunkan sang istri.

"Mas....." Pekik Liona dan seketika Raditya membungkam mulut mungilnya"Pelankan suaramu, ini aku" Mengacungkan jari telunjuk dekat bibir. Liona menatap sesaat lalu mengangguk.

Setelah itu Raditya menyentuh tangan Liona "Maafkan aku jika selama ini banyak menyakiti kamu. Masalah tadi siang aku juga minta maaf, bukan maksud membela Zahra atau menyalahkan kamu, tapi aku di paksa oleh keadaan" Tatapan Raditya nampak berbeda dari sebelumnya, nampak ada binar cahaya. Senyum simpul menghiasi wajahh tampan Raditya "Kamu tau sendiri kalau Zahra baru saja kehilangan anak kami, jadi aku tepaksa memihak padanya. Jauh di lubuk hati terdalam, aku percaya bukan Meski begitu aku yakin kamu tidak akan melakukan semua ini" Menyentuh dagu sang istri lalu mendongakkan sedikit ke atas, sehingga mereka saling bertatap muka dengan jarak yang tipis.

Menempelkan kening sampai hidung mereka saling bersentuhan, nafas keduanya seolah menderu menjadi satu "Kenapa sekali saja kamu tidak mengelak semua tudahan? Kenapa hanya diam? Seharusnya kalau memang kamu tidak slaah katakan saja yang sebenarnya, jangan hanya diam saja" Lirih Raditya sembari terus mempertahankan posisi.

Sesingkat angin menerpa pepohonan, begitu pula perubahan sikap Raditya. Di depan Zahra seolah acuh tapi di belakangnya menjadi manis penuh perhatian. Wajar jika Liona menyebut perubahannya dengan Cinta.

Berpaling muka sehingga wajah mereka tak lagi saling berdekatan "Apa aku berhak membela diriku, mas? Apa bedanya mengelak atau diam? Bagiku semua sama saja, kamu tidak akan percaya sekalipun aku berkata jujur" Seraya bengkit dari ranjang, air mata mulai menetes mengingat bagaimana dirinya menanggung kesedihan ini.

Mendengar semua ucapan Liona membuatnya begitu terpukul. Ternyata diamnya Liona selama ini adalah suatu kesedihan bukan karena mengaku salah.

Berjalan menuju arah jendela lalu membuka tirainya "Bintang saja tidak pernah menceritakan kilaunya kepada siapapun, hanya bagimana manusia bisa menilai kilau cahaya itu sendiri." Rembulan malam seolah merasakan bagaimana perasana Liona malam ini. Membela diri sekalipun tidak akan ada yang percaya, lebih baik banyak diam biarkan alam menunjukkan kebenaran.

Raditya lalu bangkit menghampiri sang istri "Setidaknya kalau kamu membela diri maka kamu tidak terlihat bersalah di mata orang" ucap Raditya sembari menyentuh pundak sang istri. Setelah berbagai macam masalah telah berlalu. Ada pertanyaan yang selama ini terpendam, Bagaimana seseorang bisa diam saja saat di salahkan dalam berbagai hal? Seharusnya ada kalimat pembelaan, atau paling tidak membuka suara. Memilih diam dari pada memberontak, sebab dia tau semua hanya akan sia sia saja.

Biarlah Dunia mencaritahu sendiri kebenaran dari setiap masalah. Seiring waktu berjalan kebenaran akan menduduki tahta paling tertinggi. Yakinlah tidak ada keburukan menduduki tahta dunia, karena Tuhan tidak akan tinggal diam saat keburukan berkuasa. Jikadi bandibgkan dengan kebaikan tentu prosesnya jauh berbeda. Kalau orang mau berbuat jahat pasti akan ada banyak cara untuk merendahkan orang lain, dan dengan mudah mencapai tujuan, tapi tidak bisa menduduki tahta kehidupan. Sedangkan kebaikan baru akan terungkap di akhir cerita.

Membalikkan badan Liona "Sekali saja katakan pafaku bahwa kamu tidak bersalah" Menatap kedua bola mata nan indah.

Liona terus mencari sesuatu dari dalam pandangan mata Raditya "Sekarang tanyakan pada dirimu sendiri apakah aku bersalah atai tidak?"

Sontak saja Raditya menetikkan air mata meski tanpa ia sadari "Hatiku berkata kalau kamu tidak bersalah" menyentuh kedua pipi Liona.

Di bawah sinar rembulam yang berselimut malam, kedua insan saling bertatap muka.

"Aku sangat mencintai kamu, mas" seketika Air mata Liona pecah. Sigap Raditya memeluknya erat "Sebenarnya aku pun sama"

Liona memejamkan mata sejenak (Apakah ini mimpi?) Ungkapan hati Raditya malam ini membuatnya begitu senang sampai tak tak percaya bahw semua nyata.

Cup....

Tiba tiba saja kedua mata Liona terbuka lebar, setelah ada sesuatu mengecup pipinya.

Hasrat dalam diri Raditya mulai bangkit, namun kali ini Liona langsung melepaskan diri "Maaf, mas aku tidak bisa" Menolak hasrat suaminya sebab ia tengah hamil muda. yang di takutkan teejadi hal buruk kepada bayi dalam kandungan jika Raditya menyalurkan hasratnya malam ini. Lagi pula Liona baru saja pulih akibat tranfusi darah yang ia lakukan beberapa hari lalu.

Terpaksa Raditya harus menahan hasrat dalam dirinya sementara waktu "Baiklah kalau kamu belum siap, tidak masalah bisa lain waktu"

Liona melihat ada raut kekecewaan dari wajah suaminya. Terpaksa dia harus menolak keinginan suaminya demi anak dalam kandungan.

"Kalau begitu cepat istirahat sudah larut malam" ujar Raditya sembari melangkah pergi.