Derita Istri Pertama
Sejak kejadian malam itu, semua keluarga nampak terdiam tanpa satu orangpun berani membuka mulut. Keesokan hari kemudian, keluarga Liona mendatangi rumah besannya atau tepatnya rumah menantunya. Dengan membawa perangkat desa ikut serta dengan mereka. Sesampainya di sana, seperti biasa Ibu besan menyambut kedatangan mereka dengan baik.
Liona baru saja keluar kamar lalu menghampiri mereka. Sejauh ini ia tau seorang ayah tidak akan tinggal diam ketika hati anaknya terluka. Dari awal Liona sudah tekankan bahwa dia tidak akan mundur dari pernikahan ini apapun resikonya. Tapi, kedua orang tuan tidak merestui niatnya tersebut, bertahan bukan pilihan tepat, meski meninggalkan terasa berat.
"Ibu Rohaya pasti sudah paham atas niat kedatangan kami sekarang untuk apa, Maka dari itu kami sebagai pihak keluarga perempuan meminta kejelasan hubungan pernikahan kedua anak anak kita, kalaupun memang ananda Raditya tidak menginginkan putri kami lagi, untuk apa pernikahan mereka di pertahankan? ada baiknya mereka mengakhiri semuanya" Ucap ayah Liona sembari berusaha tenang ketika melihat Raditya terduduk santai seolah tak punya beban sama sekali. Raditya justru terlihat melipat kedua kaki sembari menikmati secangkir kopi. Tak lama Raditya pun menaruh kembali secangkir kopi di atas sebuah cawan yang terletak atas meja "Sesuai keinginanku, sebentar lagi saya akan menggugat cerai anak anda. Tenang saja (Bersandar pada bahu kursi sembari sesekali melirik arah Liona) toh saya tidak sedikitpun menyentuh putri anda,meski seujung kuku"
Bagikan tamparan keras membuat semua orang tersentak, siapa sangka selama pernikahan Raditya tidak pernah melaksanakan kewajiban atas diri Liona "Jadi selama ini kalian...." Ibu Liona ikut angkat bicara, mengingat bagaimana sang putri bersembunyi di balik luka.
Liona tak mampu berkata kata, ia hanya bisa menunduk lesu. Tanpa ia sadari air mata jatuh perlahan "Sampai kapanpun Liona tidak akan pernah mau pisah dari mas Raditya. Pernikahan itu sama seperti hidup seseorang, sekali seumur hidup. Sekuat angin menggunjang pohon hanya batang, dahan, dan duan yang bergetar, tapi akarnya tetap kuat. Begitupun pernikahan kami, banyaknya cobaan semakin menguatkan niatku dalam mempertahankan pernikahan sehidup semati" Ucapnya seolah menepi dari luka hati.
Sontak Raditya terkejut, tubuhnya nampak tersentak maju sampai yang tadinya bersandar jadi duduk tegang. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa seorang wanita sudah terluka parah masih mau bertahan.
"Yang coba Liona pertahankan saat ini adalah harga diri seorang istri. Setelah menikah luka dan air mata sudah biasa, dan tugas Liona mempertahankan diri sampai nafas tak lagi berhembus" Ujar Liona sembari sesekali menyeka air matanya sendiri. Sebelum menikah ia sudah berbekal ilmu agama yang tinggi, memang dalam ajaran agamanya perceraian tidak di haramkan tapi di benci Tuhan-Nya. Meski angin topan menerpa tak akan goyah diri bertahan, itu yang coba Liona lakukan saat ini.
Raditya menyunggingkan senyum sinis "Terserah kalau itu kepurusan kamu, yang jelas aku akan mengurus perceraian kita"
Tatapan mata Lioan seakan melemah, hampir saja uir mata membasahi pipi, tapi ia berusaha kuat dengan segala cara. Sebisa mungkin bertahan sampai Tuhan membuka pintu hati sang suami untuknya "Dan aku akan mempertahankan pernikahan inj sekuatku, mas. Pernikahan bukan mainan yang bisa kamu mainkan sesuka hati. Ketika kamu memilihku menjadi istri, di situlah kamu berkewajiban menuntunku sampai surga"
"Cih.....dasar tidak tau malu, sudah jelas Aku tidak menginginkan kamu masih saja banyak berharap. Lebih baik kamu menyerah saja karena percuma aku tidak akan pernah membuka diri untukmu" Bangkit dan lalu bergegas masuk dalam kamar.
"Raditya....mau kemana kamu? Tidak sopan pergi saat seperti ini" Berusaha menghentikan putranya tapi apa boleh buat, Raditya tak mengindahkan ucapan sang ibu. Baginya dia orang paling benar semuka bumi, biarpun berslaah tetap saja merasa sok paling benar. Begitulah seorang pencundang, tidak akan mau mengakui kesalahan justru akan membela diri sendiri.
Blam.....
Terdengar suara pintu terbanting keras dari dala. Kamar. Beberapa orang lalu melempar pandang kepada satu sama lain, mereka tidak habis pikir bagaimana bisa seorang laki laki bersikap seperti itu.
Ibu Rohaya sangat menyayangkan perilaku sang putra, kalau bisa beliau tak ingin pernikahan mereka hancur "Sebelumnya sebagai ibu saya sangat minta maaf kepada keluarga sekalian atas perliku anak saya. Meski saya juga tau kesalahan Raditya tak bisa di maafkan, tapi apa tidak ada kesempatan lagi bagi pernikahan mereka? Jujur saya sangat meyayangi Liona" Tatapan ibu Rohaya mengarah kepada Liona. Melihat seorang istri tertunduk dengan begitu banyak pendetitaan. Beliau lalu terpikir bagaimana jika putri kandungnya mengalami nasib sama seperti menantunya sekarang ini. Mungkinkah dia bisa sekuat Liona? Ataukah justru akan lemah.
"Kami tidak terima anak kami di perlakukan seeprti itu oleh suaminya. Pokoknya kami akan membawa Liona pulang dan tidak akan membiarkan dia terluka terus menerus" Sang Ayah mulai geram atas perilaku manantunya. Baliaupun lalu bangkit sembari menatap sang putri "Mari nak kita pulang, suamimu tidak lagi mengharapkan kamu untuk apa tinggal di tempat yang kamu tidak di terima? Sekarang juga kemasi pakaian kamu, kita pulang" Tegas sang Ayah.
Lagi lagi Liona kekeh untuk bertahan "Maafkan Liona, pak. Tapi sekarang ini Liona bukan lagintanggung jawab bapak. Biarkan Liona mengambil jalan hidup Liona sendiri. Bapak sendiri pernah katakan, seberapa deras ombak lautan tetap saja ia akan kembali ke lautan. Liona percaya suatu saat nanti mas Raditya akan membuka hati untuk anakmu ini"
Saking tidak tahan lagi beliau memutuskan pergi dengan istri beserta tetinggi desa "Kalau itu keputusan kamu terserah, bapak tidak akan menghalanginya. Tapi, ingatlah anakku jika kamu ingin kembali dalam pelukan kami, maka pulanglah. Rumah kami selalu terbuka untukmu"
Tak berselang lama mereka pun meninggalkan rumah tersebut.
"Nak....ibu mau bicara sesuatu sama kamu" Ibu Rohaya mengajak menantunya duduk bareng. Sepertinya ada hal penting hendak beliau sampaikan "Sebelum itu ibu minta maaf, akibat perjodohan ini kebahagianmu menjadi taruhan. Terima kasih sudah mau mempertahankan hubungan kalian, meski ibu tau hatimu banyak terluka" Menyentuh pundak Liona sembari menatap dalam.
Berusaha memaksakan senyum "Sudah semestinya Liona mempertahankan apa yang menjadi milik Liona, buk. Sampai maut memisahkan raga dengan nyawa, selama itu pula pernikahan ini tetap Liona pertahankan" Tekatnya begitu kuat sampai membuat air mata ibu Rohaya menetes.
"Secepatnya kamu harus bercerai dengan mas Raditya...." Datanglah Zahra dari balik pintu, terlihat tangan kanan menggenggam sesuatu.
Ibu Rohaya beserta Liona langsung berdiri "Kamu? Untuk apa datang ke sini?"Segera Ibu Rohaya menghampiri Zahra.
"Kedatangan Zahra untuk meminta pertanggung jawaban mas Raditya. Zahra hamil anak mas Raditya" Ucap Zahra bagaikan petir menyambar.
Hati Liona seolah luluh lantah di buatnya. Air mata mengalur deras, kaki mulai melamah sampai ia kembali terduduk lemas "Ya Tuhan, cobaanapa lagi ini" Lirihnya.
Tak lama kemudian ibu Rohaya menampar pipi Zahra.
Plak....
Tatapan penuh kebencian terpancar jelas di mata beliau "Ibu tidak menyangka kamu bisa berbuat hak sekejam itu, Za. Padahal sejauh ini ibu menganggap kamu seperti anak ibu sendiri, tapi kamu menjatuhkan harga diriku. Dan sekarang kamu hamil anak Raditya....." air mata beliau tumpah depan mata Zahra.
"Apa? Kamu hamil anakku?" Tiba tiba Raditya keluar kamar lalu menghampiri Zahra "Are you sure?" Tqtapan penuh bahagia terlihat jelas dari sorot mata Raditya.
"Ya, mas. Aku hamil anak kita"
Seketika Raditya memeluk Zahra "Akhirnya kita akan punya anak, sayang."
Perbuatan mereka sangat memalukan bagaiman mereka bisa berbahagia dalam situasi saat ini. Bahagia di atas kehancuran hati orang lain.
Saking tak kuasa menahan sakit, Liona berlari menuju kamar. Sesampainya di kamar ia memeluk dirinya sendiri sembari menengadahkan wajah ke langit langit. Memejamkan mata perlahan berusaha kuat, tegar, dan ihklas "Bantu hambaku ini, Tuhan" Air mata terus menerus mengalir dari mata indahnya. Berputar beberapa kali untuk mengurangi rasa sakitnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Vivi Bidadari
Jika harga diri mu sdh tergoyahkan oleh suami mu tak ada gunanya Kamu pertahankan Liona bukan mendapat pahala malah kebencian yg akan timbul, hidup adalah pilihan
2023-03-25
1
Shuhairi Nafsir
Liona cewek yg goblok.
2023-03-23
0
@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ
bener" berengsek kalian berdua ya bahagia di atasa penderitaan banyak orang
2023-01-24
0