Ruby baru saja bercerai dari suaminya, dan dia memutuskan untuk menghibur diri bersama kedua sahabatnya di sebuah bar.
Tapi sebuah kejadian konyol di dalam toilet bar mempertemukan Ruby dengan Dinan dan lelaki tampan itu meminta pertanggungjawaban Ruby. Tak ingin terlibat masalah, Ruby pun memilih untuk kabur dari Dinan.
Seminggu kemudian mereka bertemu lagi, dan sialnya ternyata Dinan adalah CEO di perusahaan tempat Ruby bekerja. Namun Dinan terlihat seperti tidak mengingat Ruby.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Nantikan kisah seru mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZiOzil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20.
Ruby sedang memoles sedikit make-up di wajahnya agar tidak terlihat pucat, tiba-tiba Dinan menghampirinya sambil membawa sebuah dasi berwarna hitam.
“Ruby, tolong pakaikan!” Pinta Dinan sembari menyodorkan dasi yang dia pegang.
Ruby terkesiap, dia tak menyangka Dinan akan memintanya melakukan hal itu di sini.
“Kenapa diam saja? Tolong pakaikan!” Desak Dinan sebab melihat Ruby terdiam.
“I-iya, Mas.”
Dengan canggung Ruby memakaikan dasi di leher Dinan, lagi-lagi jarak mereka menjadi sangat dekat. Dinan menatap lekat wajah Ruby, membuat degup jantungnya mendadak tak karuan dan pikiran kotor kembali menggerayangi kepalanya. Kali ini Dinan tak kuasa menahan gejolak di dalam dada, perlahan-lahan dia mendekatkan wajahnya ke wajah Ruby. Semakin lama semakin dekat, dan ....
“Sudah selesai, Mas.” Ujar Ruby, dan berhasil membuat Dinan tersentak serta salah tingkah.
“Su-sudah, ya?” Dinan meraba dasi yang sudah terpasang rapi di lehernya lalu bergumam pelan. “Kenapa cepat sekali, sih?”
“Apa, Mas?” Ruby memastikan apa yang Dinan katakan, sebab tidak terdengar jelas di telinganya.
“Oh, bukan apa-apa.” Elak Dinan. “Begini kan rapi, jadi saya lebih meyakinkan sebagai seorang CEO.”
Dinan mengoceh sendiri demi mengalihkan pembicaraan dan rasa gugupnya.
Ruby hanya tersenyum mendengar ucapan Bosnya itu.
“Kalau begitu, mari berangkat!”
“Iya, Mas.”
Mereka berdua pun memutuskan untuk mendatangi kediaman Made Kris dengan menaiki taksi.
Lima belas menit kemudian, Dinan dan Ruby tiba di depan sebuah rumah yang cukup besar, nuansa Bali cukup kental di rumah itu.
Dinan segera mengetuk pintu. “Permisi.”
Seorang wanita paruh baya membukakan pintu untuk mereka.
“Maaf, mau cari siapa?” Tanya wanita itu dengan logat bicara khas masyarakat Bali.
“Kami ingin bertemu dengan Made Kris.” Jawab Dinan.
Wanita itu memperhatikan Dinan dan Ruby bergantian. “Kalian ini siapa? Dan mau apa bertemu dengan Gus Made?”
“Saya Dinan dan ini Ruby.” Ujar Dinan sembari menunjuk Ruby. “Kami dari Jakarta, ada yang ingin kami bicarakan dengan Pak Made Kris.”
Wanita itu bergeming, dia tampak berpikir.
“Bu, tolong izinkan saya bertemu beliau, ini sangat penting.” Lanjut Dinan memohon.
“Baiklah, silakan masuk. Saya akan panggilkan Gus Made.” Sahut wanita itu.
“Iya, terima kasih sebelumnya, Bu.” Balas Dinan dengan senyum yang mengembang.
Mereka pun masuk ke dalam rumah Made Kris, dan seketika merasa takjub melihat lukisan-lukisan yang terpajang di dinding. Lukisan yang cukup bernilai seni tinggi.
“Wah, lukisannya bagus sekali!” Seru Ruby saat melihat lukisan seorang wanita yang mengenakan pakaian adat Bali.
“Itu lukisan anak saya.” Tiba-tiba seseorang menyahut.
Dinan dan Ruby sontak menoleh ke arah sumber suara, di mana seorang lelaki paruh baya berambut gondrong sedang berdiri memandang mereka dengan tatapan dingin.
“Pak Made Kris.” Gumam Dinan pelan.
“Mau apa kalian mencari saya?” Tanya lelaki gondrong yang dipanggil Made Kris itu.
“Hem, sebelumnya perkenalkan, saya Dinan .... CEO dari Unique Jewelry.” Dinan memperkenalkan diri, lalu menunjuk Ruby. “Dan yang ini asisten saya, namanya Ruby.”
Made Kris melirik Ruby, seketika dia teringat akan sosok putrinya yang sudah meninggal dunia.
“Dia seperti Devi.” Batin Made Kris.
“Saya datang ke sini karena ingin meminta bantuan anda dan menawarkan kerja sama.” Lanjut Dinan, dan membuyarkan lamunan Made Kris tentang putrinya.
Made Kris pun mengalihkan pandangannya ke Dinan. “Kerja sama apa?”
“Kami ingin Anda mendesain perhiasan-perhiasan di perusahaan kami.” Sahut Dinan tanpa basa-basi.
“Maaf, saya sudah tidak bisa.” Tolak Made Kris.
“Pak, saya mohon. Tolong bantu perusahaan kami.” Dinan memelas.
“Saya tidak bisa. Sebaiknya kalian pergi dari sini.” Made Kris berbalik dan melangkah pergi begitu saja.
“Pak!” Pekik Dinan, tapi Made Kris tak memedulikannya.
Dinan mengembuskan napas berat, perasaan kesal dan dongkol merasuki hatinya. Dia sudah memohon tapi lelaki berambut sombong itu tak menggubrisnya sama sekali.
“Jadi sekarang bagaimana, Mas?” Takut-takut Ruby bertanya.
“Kita pulang!” Dinan pun berlalu dari hadapan Ruby dan melangkah keluar dengan wajah masam. Ruby segera menyusul atasannya itu.
💘💘💘
Begitu sampai di kamar hotel, Dinan langsung membuka jas dan dasi yang dia kenakan lalu mencampakkannya ke atas ranjang. Dia benar-benar kesal karena Made Kris menolak untuk bekerja sama dengan Unique Jewelry.
“Aku tidak menyangka dia akan bersikap sombong seperti itu!” Ujar Dinan jengkel.
Ruby hanya diam, dia takut salah bicara dan semakin membuat Dinan marah.
Dinan membanting tubuhnya di atas kasur lalu memegangi kepalanya yang mulai berdenyut. “Aku sudah jauh-jauh datang ke sini, tapi tidak mendapatkan apa-apa. Kalau bukan karena perusahaan terancam bangkrut, aku tidak akan sudi memohon padanya.”
Ruby masih bergeming mendengarkan Dinan mengoceh sendiri, melampiaskan emosinya.
Dinan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, dia terlihat begitu kesal.
Ruby merasa prihatin terhadap Bosnya itu, dia pun memberanikan diri untuk memberikan masukan. “Bagaimana kalau kita mencari desainer perhiasan yang lain saja?”
Dinan hanya menggeleng dengan telapak tangan yang masih menutupi wajahnya, dia tak menjawab sama sekali.
Ruby semakin merasa kasihan kepada Dinan, dia tahu Bosnya itu pasti sangat kesal.
Tiba-tiba Dinan membaringkan tubuhnya di atas kasur, menjadikan kedua tangannya sebagai bantal lalu memejamkan mata, dia sedang ingin menenangkan hatinya sembari memikirkan langkah berikutnya.
Melihat Dinan berbaring di atas kasur, Ruby memilih berjalan mendekati pintu balkon dan membukanya dengan perlahan lalu keluar. Seketika pemandangan laut nan indah memanjakan matanya, angin berembus kencang, membuat rambut panjang Ruby melambai-lambai.
Ruby memejamkan mata, menikmati terpaan angin yang menyapu lembut wajahnya. Namun sekelebat bayangan Dinan mendadak mengusik pikirannya, sehingga membuat wanita itu kembali membuka mata.
Dia merasa bersalah karena mengabaikan Dinan yang sedang kesal, seharusnya dia menemani dan memberi support kepada lelaki itu, bukannya malah meninggalkan dia sendiri.
Ruby pun kembali masuk ke dalam kamar, dia melihat Dinan masih terbaring dan memejamkan matanya. Dengan perlahan Ruby mendekati atasannya itu, terdengar dengkuran halus, pertanda dia sudah tertidur pulas.
“Bisa-bisanya dia tertidur di saat seperti ini.” Gerutu Ruby pelan.
Ruby memandangi wajah tampan Dinan yang terlihat damai, dia semakin merasa kasihan dengan lelaki itu.
“Aku tidak bisa diam saja, aku harus lakukan sesuatu untuk membantunya.” Ruby bergegas pergi dari kamar hotel tanpa sepengetahuan Dinan.
💘💘💘