Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Telepon dari Mama
Zanita tersenyum begitu sampai di rumah mertuanya. Rumah yang begitu besar dengan halaman yang luas. Ini pertama kalinya wanita itu memasuki rumah mertuanya. Sebelumnya memang dia sudah pernah melihat rumah sang suami. Namun, dia hanya melihat dari depan pagar.
"Halo, Sayang, selamat datang di rumah Mama. Semoga kamu betah tinggal di sini." Lusi keluar begitu mengetahui anak dan menantunya datang. Dia memeluk menantunya dengan tersenyum.
"Mama, terima kasih. Aku pasti akan betah tinggal di sini. Aku juga senang bisa tinggal sama Mama," ucapnya berbasa-basi. Padahal di dalam hatinya, ingin sekali dia tinggal di rumah sendiri, tidak ada mertua di dalamnya. Apalagi jika nanti ikut campur urusan rumah tangganya.
"Ayo, kita masuk saja!" Lusi menggandeng menantunya. Sementara Fahri di belakang membawa koper mereka.
Zanita mengamati setiap interior yang ada di rumah itu. Dia benar-benar takjub dengan apa yang ada. Tidak sia-sia usahanya merebut tunangan kakaknya. Andai saja mamanya bisa melihat semua ini, pasti wanita paruh baya itu tidak akan percaya dengan apa yang dimilikinya kini.
Fahri mengajak istrinya naik ke lantai atas menuju kamarnya. Lagi-lagi Zanita terkesima melihat kamar yang ukurannya dua kali lipat dari kamarnya. Padahal selama ini dia berpikir jika kamarnya Sudah luas tetapi ini ada yang lebih luas lagi.
"Bagaimana, kamu suka, Ta?" tanya Fahri membuat Zanita terkejut karena selama ini pria itu tidak pernah memanggilnya dengan nama, tetapi sekarang baru satu hari tinggal di rumah mertua sudah memanggilnya dengan nama.
"Kok, kamu panggil aku, Ta, Mas?"
"Lalu panggil apa? Nama kamu memang Zanita, kan?"
"Tapi biasanya kamu manggil aku sayang."
"Tidak ada salahnya juga, aku manggil Ta. Itu juga masih nama kamu. Bukan sindiran, apalagi hinaan."
"Iya, Mas, tapi i—"
"Sudahlah, aku tidak mau berdebat hanya karena panggilan. Kamu bereskan sendiri barang-barang kamu. Aku keluar sebentar." Fahri pergi meninggalkan istrinya seorang diri.
Zanita kesal pada pria itu. Dia merasa Fahri seolah menjadi pribadi yang lain. Akan tetapi, wanita itu bertekad akan membuat suaminya kembali seperti dulu. Semua akan dilakukannya demi mempertahankan apa yang dimilikinya. Zanita tidak rela apa yang ada dalam genggamannya hilang begitu saja.
*****
Seperti kemarin, hari ini Ayman pun menjemput sang istri. Dia tidak membiarkan Zayna pulang sendiri di tengah malam. Wanita itu juga sudah mengundurkan diri dari restoran tersebut. Akan tetapi, atasannya meminta waktu beberapa hari untuk mencari pengganti karena sudah pasti mereka akan keteteran.
Selama ini Zayna selalu bekerja keras membuat pekerjaan yang lain lebih ringan. Dia pun menyetujui permintaan atasannya untuk menunggu. Wanita itu juga sering mendapat bonus dan itu tidak pernah membuat temannya iri.
Semua temannya merasa sedih dengan berhentinya Zayna, terutama Alifia. Akan tetapi, mereka mengerti jika wanita itu sudah memiliki keluarga yang perlu diperhatikan juga. Sejujurnya dia juga merasa berat untuk berhenti. Namun, Zayna berusaha untuk ikhlas.
"Assalamualaikum," sapa Zayna setelah berada di dekat sang suami.
"Waalaikumsalam, sudah selesai kerjanya?" tanya Ayman yang diangguki oleh sang istri. "Ayo, kita pulang!"
Tadi siang Ayman mengantar Zayna pergi bekerja. Alasannya lebih aman jika berdua di malam hari daripada harus naik motor sendiri-sendiri. Wanita itu pun tidak membantah, ini juga untuk kebaikan dirinya juga. Dia menaiki motor sang suami dengan hati-hati.
"Pegangan, nanti jatuh," ucap Ayman yang melihat tangan Zayna yang berada di atas lututnya sendiri.
Wanita itu pun memegang ujung jaket sang suami. Dia merasa gugup setiap kali berdekatan dengan pria itu. Ayman pun meraih kedua telapak tangan sang istri dan melingkarkan di perutnya.
"Begini lebih aman," tambah pria itu.
Zayna merasa malu dengan apa yang dilakukan sang suami. Namun, dia sama sekali tidak berniat untuk menarik tangannya. Ayman melajukan motornya. Wanita itu tanpa sadar menyandarkan tubuhnya di punggung sang suami. Rasanya nyaman berada dalam pelukan pria itu.
Sepasang suami istri itu tersenyum sambil menikmati dinginnya udara di malam hari. Perjalanan yang biasanya memakan waktu lama, entah kenapa bagi Zayna dan Ayman terasa begitu singkat. Keduanya turun dari motor dan membuka pintu. Mereka pun masuk ke dalam kamar dan membersihkan diri.
Saat Zayna sedang mandi, ponsel Ayman berdering, tertera nama mama di sana. Sebelum mengangkat pria itu melirik ke arah kamar mandi, memastikan keberadaan sang istri. Saat dirasa wanita itu masih lama dia pun segera menggeser tombol warna hijau.
"Assalamualaikum, Ma. Ada apa telepon malam-malam?" tanya Ayman.
"Memangnya istri kamu masih belum tidur?" tanya Mama Aisyah.
"Zayna baru pulang bekerja, Ma."
"Kapan kamu akan keluar dari rumah itu? Kamu harus ingat pesan Mama. Setelah kamu keluar dari sana, selama satu bulan kamu harus tinggal di kosan yang sudah Mama siapkan. Kamu juga harus tetap merahasiakan identitasmu dan tetap mengatakan jika kamu tukang ojek. Mama tidak yakin dia bisa bertahan tinggal di sana," ujar Aisyah dengan percaya diri.
"Iya, Ma. Nanti aku akan tinggal di sana dengan Zayna. Aku juga sudah mengatakan padanya kalau kita nanti akan tinggal di kosan setelah menikah."
"Baguslah kalau begitu, mudah-mudahan saja dia bisa betah. Kamu harus ingat janji kamu. Jika sampai dia tidak mampu melewati ujian itu, kamu harus menceraikannya dan menikah dengan Wina."
"Aku tidak pernah berjanji seperti itu."
"Terserah apa katamu yang penting kalau dia tidak betah tinggal di rumah itu, kamu harus siap meninggalkannya. Itu saja yang ingin Mama katakan. Assalamualaikum." Aisyah segera menutup panggilan tanpa menunggu jawaban dari putranya. Dia tidak mau berdebat terlalu lama karena takut luluh akan bujukan Ayman.
'Mama salah. Jika pun Zayna tidak betah tinggal di sana, aku yang akan membuat kenyamanan untuknya. Aku akan melakukan semuanya untuk istriku karena dia tanggung jawabku,' gumam Ayman.
"Siapa, Mas. Kenapa kamu terlihat kesal begitu?" tanya Zayna membuat sang suami terkejut.
Terlalu fokus dengan mamanya membuat Ayman tidak sadar jika sang istri sudah selesai mandi. Dia bahkan sampai terkejut membuat wanita itu menetap aneh. Pria itu juga tampak seperti sedang menahan kekesalan.
"Oh, itu tadi Mama telepon. Dia nanya kapan kita ke sana," jawab Ayman dengan sedikit berbohong. Memang benar yang menelepon adalah mamanya, tetapi pembahasan mereka bukan itu.
Dia tidak tahu bagaimana nanti perasaan Zayna saat tahu jika mamanya tidak menyukai gadis itu. Mungkin nanti sebelum bertemu orangtuanya, Ayman akan menceritakan semua tentang dirinya dan keluarganya. Untuk saat ini biarlah mereka menikmati kebersamaan sebagai pengantin baru, walaupun di sini juga ada godaannya.
.
.
.