Mursyidah Awaliyah adalah seorang TKW yang sudah lima tahun bekerja di luar negeri dan memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tanpa dia tahu ternyata suaminya menikah lagi diam-diam dengan mantan kekasihnya di masa sekolah. Suami Mursyidah membawa istri mudanya itu tinggal di rumah yang dibangun dari uang gaji Mursyidah dan bahkan semua biaya hidup suaminya dan juga istrinya itu dari gaji Mursyidah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PRIA MUDA DALAM BIS
Masa liburan Mursyidah yang tiga minggu hanya tinggal beberapa hari lagi. Sesuai dengan janjinya Mursyidah mengajak Kinasih sang sahabat untuk jalan-jalan ke mal yang ada di kota. Mursyidah kali ini tidak membawa motor ke rumah Kinasih karena badannya yang terasa letih. Beberapa hari ini dia memang sibuk, bolak-balik menengok anaknya di pondok dan terakhir dia pergi ke pasar ternak bersama Handika. Mursyidah membeli dua ekor kambing dan beberapa ekor ayam untuk dia titipkan pada remaja tersebut. Mursyidah meminta Handika untuk merawat hewan-hewan ternaknya itu dan jika nanti berkembang biak dia akan membagi dua hasilnya.
"Baik-baik jaga ternaknya ya Dik, cari rumputnya sepulang sekolah aja atau kalau kamu libur. Nanti suruh orang membetulkan kandang yang di belakang rumah mbok ya! Untuk biayanya biar mbak yang bayar," ujar Mursyidah saat mereka dalam perjalanan pulang dari pasar ternak kemarin. Handika yang sedang mengendara motor hanya mengangguk.
Sebuah mobil SUV putih berhenti di depan Mursyidah dan pak Paiman keluar dari dalamnya. Pria tua yang ramah itu tersenyum dan menunduk hormat seraya bertanya pada Mursyidah.
"Mari non silahkan masuk! Kali ini non Aliyah mau diantar kemana?"
Pak Paiman membukakan pintu mobil bagian belakang, mempersilahkan Mursyidah masuk. Kemudia pria itu kembali menutup pintu setelah Mursyidah duduk di kursi penumpang.
"Saya mau pergi ke mal yang ada di kota pak, tapi sebelumnya kita jemput teman saya dulu ya," pinta Mursyidah.
"Baik non," sahut pak Paiman dari arah depan sambil melirik Mursyidah sekilas dari cermin yang ada di depannya.
"Nanti biar saya yang tunjukkan arahnya," lanjut Mursyidah lagi. Sesaat Mursyidah diam memperhatikan pak Paiman yang sedang menyetir.
Pak, waktu itu saya liat bapak di rumah sakit. Siapa yang sakit pak?"
Pak Paiman yang tidak menduga akan ditanya oleh Mursyidah diam tertegun. Lelaki tua itu terus saja menyetir seolah tidak mendengar pertanyaan Mursyidah.
Pak! Apa bapak sakit?" tanya Mursyidah kembali
"Eh ap- apa non? Non Aliyah ta-tanya apa?" sahut pak Paiman tergagap.
"Apa bapak sakit? waktu itu saya lihat bapak di rumah sakit." Mursyidah mengulang kalimatnya.
"Kapan ya non? Perasan saya nggak pernah ke rumah sakit," bohong pak Paiman. Sebetulnya pak Paiman tidak mau berbohong pada Mursyidah, tapi mau bagaimana lagi ini adalah permintaan bosnya.
"Tapi waktu itu saya melihat bapak mengobrol dengan ah sudahlah!" Mursyidah menepiskan tangannya di udara di depan wajahnya. Tidak mungkin dia menanyakan tentang pria muda itu pada pak Paiman, yang ada nanti dia sendiri yang malu jika benar pak Paiman kenal dengan pria itu dan menyampaikannya.
Mursyidah yakin sekali jika waktu di rumah sakit itu dia tidak berhalusinasi seperti yang dikatakan Aini.
Mursyidah sangat yakin melihat pak Paiman mengobrol dengan pria muda itu. Sayang Mursyidah tidak tahu nama pria itu. Mursyidah kembali mengingat awal pertemuannya dengan pria itu
Keluar dari bandara Mursyidah cepat-cepat menuju area parkir bus damri. Setelah mendapatkan tiket, wanita itu langsung cepat masuk karena bis akan segera berangkat. Ternyata saat itu bis sudah penuh oleh penumpang dan hanya menyisakan dua bangku kosong, yang sayangnya kursi di sebelah kursi yang kosong itu di duduki oleh para pria. Mursyidah berdiri mengamati dua kursi itu bergantian. Saat melihat kursi kosong yang ada di sebelah kanannya tak sengaja matanya bertemu tatap dengan pria yang duduk di situ. Pria itu juga sedang menatap Mursyidah dari kaki hingga kepala. Walaupun lelaki itu masih muda dan sangat tampan, tapi Mursyidah tidak suka ditatap seperti itu. Dia merasa seperti di telanjangi.
Tanpa berpikir lagi, Mursyidah langsung memutuskan duduk di kursi yang ada di sebelah kirinya.
Pria muda yang duduk di kursi itu tidak memperhatikan Mursyidah, dia sedang asyik dengan ponselnya. Pria yang sedang menunduk dan sibuk menulis itu menoleh saat melihat ada yang duduk di sebelahnya. Mursyidah buru-buru tersenyum dan sedikit mengangguk saat pria itu melihat padanya. Tanpa memberikan reaksi apapun pria itu kembali menunduk dan kembali sibuk mengetik. Tidak ada sedikit pun ekspresi pada wajah pria yang duduk di sebelah Mursyidah tersebut. Baguslah! Mursyidah memang lebih nyaman seperti ini. Hampir dua jam perjalanan, mereka hanya saling diam. Bahkan Mursyidah sempat tertidur dan tanpa sadar bersandar pada pria tersebut.
"Maaf," ucap Mursyidah saat pria itu mendorong pelan kepala Mursyidah yang tertutup hijab. Pria itu hanya mendengus tanpa berkata apa-apa. Angkuh! Satu kata itulah yang ada dalam pikiran Mursyidah. Wanita itu tidak sabar untuk segera sampai dan turun dari bis yang dia tumpangi tersebut. Sialnya saat keluar dari bus dan mencari taksi mereka dipertemukan kembali.
Bus damri tersebut tidak berhenti di kota tempat tinggal Mursyidah, bus itu hanya berhenti di kota sebelah. Dari kota itu Mursyidah harus naik kendaraan umum lagi agar sampai di kota asalnya. Karena Mursyidah sudah terlalu lelah dan malas untuk mencari bis yang akan menuju kotanya, Mursyidah memilih untuk menyewa taksi. Kebetulan tidak jauh dari tempat Mursyidah berdiri terparkir sebuah mobil kecil berwarna silver.
Mursyidah mendekati mobil tersebut dan mengetuk kaca bagian depan. Mursyidah menyebutkan kota tujuannya setelah kaca depan terbuka. Pria tua yang ada di belakang kemudi itu mengangguk mengiyakan.
"Tolong masukkan dua koper saya ini ke dalam bagasinya pak!" pinta Mursyidah.
"Tapi maaf non, bapak sudah ada penumpang," tolak pria tua itu halus. Pada saat yang bersamaan seorang pria muda datang mendekat. Mursyidah diam terpaku melihat pria tersebut hingga dia tidak begitu mendengarkan apa yang dikatakan oleh sopir tua yang diajaknya berbicara. Pria muda itu memberikan kopernya pada pak sopir lalu berjalan melewati Mursyidah yang masih melongo.
"Dia lagi?"gumam Mursyidah lirih, nyaris tidak terdengar.
"Ayo pak berangkat!" perintah pria muda itu. Tangan pria itu bergerak cepat membuka pintu mobil. Dia sama sekali tidak melihat jika ada Mursyidah di situ. Belum sempat pria itu masuk, Mursyidah sudah menarik lengan kemeja pria tersebut.
"Eh enak saja mau masuk! Saya yang lebih dulu mendapatkan mobil ini," sungut Mursyidah kesal. Pria muda itu mengernyitkan keningnya melihat pada
Mursyidah. Dia mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang ada di depannya saat ini. Dan apa katanya barusan? Dia yang lebih dulu yang mendapatkan mobil ini?
"Maaf nona, anda bilang apa? Anda yang lebih dulu mendapatkan mobil ini? Mobil ini sudah menunggu saya sejak tadi, bahkan saat saya masih ada dalam bis," sanggah pria itu tidak mau kalah.
"Menunggu anda? Huh, percaya diri sekali. Bukankah semua taksi memang begitu, menunggu sampai penumpangnya datang?" Mursyidah mencibir pada pria itu.
"Nona... coba lilhat dulu, apa bisa mobil semewah ini di sebut taksi?"
aku suka cerita halu yg realitis.