Perjalanan Xiao Chen dan Ling Ye, dua pendekar naga yang akan menjelajahi dunia untuk menumpaskan semua Iblis dan membela kemanusiaan.
inilah kisah suka dan duka 2 pendekar naga yang akan menjadi Legenda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Warisan berdarah dan batu naga hitam
Lari Xiao Chen kini bukan lagi karena takut dihukum atau malas berlatih; ini adalah insting primal yang didorong oleh ketakutan sejati dan antisipasi rasa kehilangan yang menghancurkan. Setiap langkah kakinya di jalan setapak terasa ringan namun penuh desakan, Qi Pemurnian Level 3 yang baru saja dia dapatkan terpaksa bekerja melampaui batas normalnya.
Di belakangnya, Ling Ye terengah-engah dengan suara mengerikan, jauh tertinggal. Wajahnya merah padam seperti tomat, dan napasnya terpotong-potong, seolah paru-parunya hampir robek. Ia mencoba berteriak memanggil Xiao Chen, tetapi suaranya hanya terdengar seperti rintihan tertahan. Namun, ia tetap memaksakan diri untuk terus berlari, didorong oleh kekhawatiran yang mendalam terhadap sahabatnya.
Ketika Xiao Chen akhirnya mencapai gerbang utama Sekte Pedang Naga Langit, ia berhenti mendadak, tubuhnya membeku seketika di tempat.
Pemandangan di depannya adalah neraka yang membisu.
Gerbang sekte yang megah, yang terbuat dari kayu jati kokoh dengan ukiran naga meliuk, kini hancur berkeping-keping, serpihannya berserakan seperti remah-remah. Seluruh kompleks Sekte Pedang Naga Langit telah menjadi puing-puing berdarah dan abu. Dinding-dinding batu runtuh rata dengan tanah, atap-atap kayu hangus dilalap api yang masih menyala redup, dan asap tebal yang tadinya terlihat dari kejauhan kini menyelimuti udara, membawa aroma sangit kayu terbakar bercampur bau besi amis dari darah segar.
Di lapangan latihan yang tadinya ramai, kini hanya ada mayat-mayat bergelimpangan—para murid dan Master Agung Sekte, tubuh mereka terbaring kaku dan diam, dengan luka tebasan yang bersih dan mematikan, seolah dipotong oleh bilah pedang yang diasah dengan Qi tingkat tinggi.
Xiao Chen merasakan dunia berputar dan lambungnya memberontak. Ia berjalan ke tengah kehancuran dengan langkah yang compang-camping dan tanpa arah, matanya liar mencari sosok yang paling ia kenal.
Ia menemukan Master Agung Sekte terbaring di dekat arena, dengan pedang di tangan yang sudah patah menjadi dua, seolah melawan musuh yang mustahil dikalahkan. Air mata tak tertahankan mulai mengalir deras di pipi Xiao Chen.
"M-Master..." Bisikannya tercekik di tenggorokan.
Xiao Chen terus berjalan, langkahnya tersandung-sandung, membawanya ke sisa-sisa aula utama. Di sana, di antara reruntuhan pilar batu yang masih berasap, ia melihatnya.
Li Yuan, ayahnya, terduduk bersandar pada pecahan patung naga. Jubahnya yang dulu bersih dan berwibawa kini berlumuran darah pekat yang membasahi lantai. Dada Li Yuan terdapat luka robek yang mengerikan—sebuah luka fatal—dan Qi di sekitarnya berdenyut lemah, seolah lilin yang hampir padam diembus angin.
"A-AYAH!" teriak Xiao Chen, suaranya pecah dan parau. Ia langsung terhuyung dan berlutut di samping ayahnya, memegang erat tangan Li Yuan yang terasa dingin dan kaku seperti es.
Melihat putranya, seulas senyum samar namun penuh kelegaan sejati terukir di wajah Li Yuan yang pucat pasi.
"Kau... kau kembali, Nak..." Suara Li Yuan serak, parau, dan nyaris tak terdengar. Setiap kata yang keluar adalah perjuangan menyakitkan melawan kematian.
"Ayah! Siapa yang melakukan ini? Siapa mereka?! Aku akan membalas mereka!" Hati Xiao Chen hancur lebur. Semua kemalasan dan kesombongannya lenyap seketika, digantikan oleh kemarahan yang membara dan keputusasaan yang tak terhingga.
Li Yuan perlahan menggelengkan kepalanya. Matanya yang kini redup menatap lurus ke dalam mata Xiao Chen.
"Musuh kita... faksi yang sangat kuat. Mereka mencari benda kuno dari leluhur kita... Mereka disebut Faksi Pedang Bayangan..."
Li Yuan terbatuk keras, memuntahkan sedikit darah, namun ia memaksakan diri untuk melanjutkan. Ia menggunakan jari telunjuknya yang kotor, menunjuk ke arah perut Xiao Chen.
"Nak... terima kasih kau telah kembali... Ayah telah berhasil mengaktifkan segel pada warisan terbesarmu... Di dalam dirimu, ada rahasia besar yang harus kau jaga."
Li Yuan dengan susah payah mengulurkan tangan ke balik jubahnya yang robek. Ia menarik keluar sebuah batu yang bentuknya sama persis dengan yang ditemukan Ling Ye, namun batu ini berwarna hitam legam, diselimuti aura suram dan kuat yang tak terbayangkan.
"Ini... ini adalah pecahan Batu Naga Hitam... Bagian yang diberikan Kaisar Kuno kepada leluhur kita... Pecahan ini... adalah kunci untuk kekuatan sejatimu... dan untuk Pedang Kayu-mu..."
Li Yuan meletakkan Batu Naga Hitam itu di telapak tangan Xiao Chen. Batu itu terasa panas membakar dan berdenyut saat bersentuhan dengan kulitnya.
"Sifat pemalasmu, Nak... Ayah sengaja membiarkannya. Itu adalah kamuflase terbaik... Sekarang, kau harus hidup... JANGAN PERNAH tunjukkan kultivasi sejatimu... sembunyikan itu... Carilah... Jalur Langit..."
Napas Li Yuan semakin pendek dan lambat. Matanya mulai menggenang, memancarkan kasih sayang terakhir yang mendalam.
"Jaga dirimu... dan... dan temanmu... Ayah bangga padamu... Maafkan Ayah..."
Dengan ucapan terakhir itu, tangan Li Yuan yang menggenggam tangan Xiao Chen lunglai tak berdaya. Matanya tertutup rapat, dan Qi di sekitarnya lenyap sempurna, hanya menyisakan keheningan.
Xiao Chen duduk mematung di samping jenazah ayahnya. Kesunyian kehancuran tiba-tiba terasa memekakkan telinga. Ia memandang Batu Naga Hitam di tangannya, lalu ke wajah ayahnya yang damai dalam kematian.
Beberapa saat kemudian, Ling Ye tiba, tubuhnya ambruk karena kelelahan di ambang aula, tetapi ia segera bangkit dengan terhuyung ketika melihat pemandangan horor di aula.
"Xiao Chen! Apa yang terjadi?! Li Yuan... Paman Li..." Suara Ling Ye tercekik oleh kengerian.
Xiao Chen tidak menjawab. Ia perlahan bangkit berdiri. Matanya, yang tadinya dipenuhi air mata, kini mengeras dan dingin seperti es abadi. Batu Naga Hitam di tangan Xiao Chen, dan Batu Naga Putih (yang dibawa Ling Ye) di sakunya, kini bergetar samar, seolah bereaksi terhadap energi satu sama lain, mencari penyatuan.
Xiao Chen menyeka darah dan air matanya. Ia memeluk Batu Naga Hitam itu di dadanya, menggenggamnya kuat-kuat, menerima beban warisan dan dendam ini.
"Faksi Pedang Bayangan..." gumamnya, suaranya rendah, dingin, dan mengancam, berjanji pada dirinya sendiri.
Ia menoleh ke Ling Ye, raut wajahnya sudah berubah sepenuhnya. Ia bukan lagi Xiao Chen si pemalas.
"Ling Ye, bantu aku. Kita harus pergi. Sekarang juga. Sebelum mereka kembali."
Ling Ye mengangguk cepat, rasa takutnya telah ditelan oleh tekad untuk membantu sahabatnya.
Mereka berdua meninggalkan Sekte Pedang Naga Langit yang terbakar dan hancur, membawa warisan kuno dan dendam baru yang tak terbayarkan. Di cakrawala, matahari terbenam menyisakan warna jingga berdarah, mengakhiri babak kehidupan Xiao Chen sebagai seorang pemalas, dan memulai babak hidupnya sebagai Pewaris Pedang Naga Langit yang terpaksa menyembunyikan kekuatan sejatinya.
makanya pembaca langsun hiatus