NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Game is Over

Wajah Lizani Ishtar kini benar-benar serius. Senyumannya menghilang, digantikan oleh ekspresi dingin yang mencerminkan statusnya sebagai Dewi Kegelapan.

"Menarik," kata Lizani, suaranya pelan dan mengancam. "Senjata yang memilih fana. Itu adalah variabel yang tidak bisa kubiarkan ada dalam tatanan baruku. Jika Katana itu memilih kalian, maka aku harus menyingkirkannya bersamamu."

Lizani menaikkan tongkatnya. Aura gelap di sekelilingnya memekat, energi Gate of Darkness terasa bergetar, merespons perintahnya.

"Aku akan mengakhiri permainan ini, Nona Yamada," putus Lizani, matanya yang ungu gelap menatap tajam ke arah Araya. "Aku akan membunuh kalian berdua sekarang."

Namun, Araya tidak mundur. Ia melihat tekad membunuh di mata Lizani dan menyadari bahwa saatnya untuk mengakhiri basa-basi sudah tiba. Araya tetap stabil, fokusnya tidak bergeser sedikit pun dari musuh di depannya.

Sebagai respons, Araya memberikan dorongan yang lebih kuat pada serangannya. Kecepatan Pedang Klan Yamada miliknya meningkat secara dramatis, dan kali ini, Darah Higanbana yang mengelilinginya tidak hanya menyerang tetapi juga mengikat, mencoba menjerat kaki Lizani dan memaksanya untuk bertarung alih-alih menghindar. Araya menyerang dengan intensitas mematikan, menantang Dewi Kegelapan itu secara langsung.

.

.

.

Pertarungan seketika mencapai titik didih. Setelah Lizani mengumumkan niatnya untuk membunuh, Araya memberikan dorongan serangan yang membuat Dewi Kegelapan itu tidak bisa lagi bermain-main.

Araya bergerak bagaikan peluru, Pedang Katana curian miliknya kini menghasilkan rentetan tebasan mematikan. Ia tidak hanya mengandalkan senjata fisik; setiap ayunan diselubungi oleh Manipulasi Darah Higanbana yang agresif. Bunga-bunga darah itu mekar dan meledak di sekitar Lizani, berfungsi sebagai umpan, proyektil, dan jebakan energi, memaksa Lizani untuk menggunakan kekuatannya sendiri.

Lizani Ishtar akhirnya menghentikan manuver menghindar totalnya. Ekspresinya yang dingin kini dipenuhi dengan konsentrasi yang dalam. Ia mengangkat tongkatnya, dan energi Kegelapan Murni keluar dari kristal ungu di puncaknya.

Cahaya Katana dan Darah Higanbana Araya bertabrakan dengan tirai Kegelapan Lizani. Benturan energi itu menghasilkan gelombang kejut yang merobek udara di ruangan itu.

Lizani menyerang balik dengan sihir. Ia tidak menggunakan kekuatan fisik, melainkan memanipulasi bayangan yang berasal dari Gate of Darkness di belakangnya. Bayangan itu berubah menjadi rantai dan bilah tajam, menyasar Araya dari berbagai arah.

Araya dengan tenang menangkis rantai bayangan itu dengan bilah pedangnya sambil mengendalikan bunga darahnya untuk menyerap energi gelap yang dilepaskan Lizani. Pertarungan mereka adalah perpaduan kecepatan fana yang sempurna melawan kekuatan ilahi yang mendominasi, masing-masing mencoba mencari celah untuk memberikan pukulan menentukan.

Meskipun Araya adalah makhluk fana, Katana yang memilihnya memberinya kecepatan dan daya tahan untuk menahan serangan dari seorang Dewi Kegelapan, setidaknya untuk saat ini.

.

.

.

Pertarungan intens antara kekuatan ilahi dan keterampilan fana itu mulai memakan korban, setidaknya secara emosional. Araya terus memberikan tekanan tanpa henti, dan Lizani, yang terbiasa menang dengan mudah, mulai terdesak dan kesal.

"Aku tidak punya waktu untuk drama pedang ini!" gerutu Lizani, sambil menangkis rangkaian bilah darah Higanbana yang bergerak di sekelilingnya seperti ular.

Lizani menggunakan tongkatnya untuk menciptakan ledakan singkat dari energi gelap, mendorong Araya menjauh. Ia melompat mundur beberapa langkah ke tengah ruangan, menjauh dari Gerbang Kegelapan dan dari jangkauan pedang Araya.

Araya mengikuti dorongan itu, namun begitu ia mencapai jarak tertentu, ia berhenti bergerak. Ia hanya berdiri di sana, di tengah ruangan, diam dan stabil dengan ketenangan yang menakutkan, pedangnya terhunus.

Lizani melihat keheningan Araya. Ia melihat tubuh Nina masih terlindungi di dalam perisai darah. Lizani menyeringai sinis, salah mengartikan keheningan Araya sebagai tanda kelelahan total atau kekalahan.

"Sudah berakhir?" gumam Lizani, dengan nada bangga. "Aku tahu kau berbakat, Araya, tapi melawan Dewi yang sesungguhnya—"

Tepat pada momen kepuasan Lizani itu, sebuah bayangan bergerak cepat dan hening dari belakangnya. Nina Yamada, yang seharusnya masih lumpuh di balik perisai darah Higanbana, telah melompat keluar, pedangnya terhunus dan siap menebas leher Lizani dari jarak sangat dekat.

Serangan itu benar-benar tak terduga, didorong oleh energi pemulihan yang ekstrim dan amarah yang tersembunyi. Serangan Nina adalah tebasan mematikan yang tidak bisa dihindari oleh Lizani yang sedang lengah dan berpuas diri.

.

.

.

Reaksi Lizani Ishtar sebagai Dewi Kegelapan jauh lebih cepat daripada yang diperkirakan oleh Nina. Meskipun sedang lengah dan berpuas diri, insting kosmiknya berteriak memperingatkan bahaya.

Saat pedang Nina hampir menyentuh tengkuknya, Lizani bereaksi dengan gerakan yang melampaui kecepatan cahaya. Ia menghindar dengan sangat cepat, melompat jauh ke belakang, keluar dari jangkauan tebasan Nina dan menjauh dari posisi Araya yang sudah siap melancarkan serangan balasan.

Lizani mendarat dengan tongkatnya di tangan. Wajahnya yang semula tenang kini tampak sedikit terkejut, namun segera berubah menjadi senyum sinis yang penuh pengakuan.

"Trik yang cerdas," ujar Lizani, nadanya kali ini menunjukkan rasa hormat yang enggan. Ia menatap Araya yang tadinya berdiri diam. "Aku akui, Araya. Keheninganmu itu lebih mematikan daripada Pedangmu. Kau menggunakan dirimu sebagai umpan yang sempurna, mengandalkan pemulihan kilat adikmu."

Lizani kemudian memandang Nina, yang kini berdiri tegak di samping Araya, pedangnya siap. Darah Iblis Higanbana yang menyelimuti mereka berdua berdenyut kuat.

"Dan kau, Nina," lanjut Lizani. "Aku tidak menyangka Blood Manipulation-mu bisa pulih secepat itu. Kekuatan kalian... Aku mengakui kalian memang ditakdirkan. Dua Pemburu Darah yang disatukan oleh senjata terlarang. Kalian adalah anomali yang luar biasa. Sayang sekali, anomali harus dimusnahkan."

.

.

.

Lizani Ishtar mengakhiri komentarnya dengan tekad mematikan. Tongkatnya terangkat tinggi. Energi Kegelapan Murni yang ia kumpulkan bergemuruh dengan intensitas yang menakutkan, Gerbang Kegelapan di belakangnya berdenyut selaras, menarik bayangan dan kekuatan yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Lizani bersiap melancarkan serangan yang ditujukan untuk melenyapkan Araya dan Nina sekaligus.

Melihat kekuatan yang diluar nalar itu, Araya dan Nina saling bertukar pandang. Mereka berdua tahu serangan itu akan datang.

"Serangannya terlalu besar, Kak," bisik Nina, suaranya tegang namun fokus. "Kita harus menggunakan Higanbana sebagai perisai total sambil menyerang inti tongkatnya, seperti saat kita melawan Lucifer?"

"Tidak akan cukup," balas Araya, matanya tidak lepas dari bola energi gelap yang membesar di tangan Lizani. "Kekuatan ini sepuluh kali lebih besar. Kita harus membagi—"

Tepat pada puncak ketegangan, ketika bola energi di tangan Lizani siap dilepaskan, sebuah suara terdengar.

.

.

.

.

Suara itu lembut, tenang, dan beresonansi dari suatu tempat di atas, seolah berasal dari langit-langit yang tak terlihat. Suara itu begitu murni dan berwibawa.

Seketika, energi gelap yang dikumpulkan Lizani terhenti total, seolah tersegel oleh kekuatan yang lebih tinggi. Lizani Ishtar sendiri terkejut, otot-ototnya menegang karena serangan yang ia siapkan tiba-tiba dibekukan.

Baik Lizani, Araya, dan Nina menghentikan semua gerakan. Mereka semua menoleh ke atas dan ke sekeliling ruangan, mencari sumber suara yang memiliki kekuatan untuk menghentikan Dewi Kegelapan itu secara instan.

"Siapa..." gumam Lizani, raut wajahnya menunjukkan kemarahan yang tertahan dan ketidakpercayaan yang besar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!