menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bermain plyboard
Liana sudah mengganti pakaian, ia menggunakan celana pendek levis dan baju setengah badan. Ia dan Kenzo sedang berada di Restoran terbuka, depan mereka sudah ada hidangan serta minuman yang cocok untuk disantap saat berada di pantai.
"Bagaimana, enak?" tanya Kenzo.
"Banget!" senyum Liana sambil mengunyah.
Kenzo tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, ia membantu mengupas kulit udang dan kepiting untuk Liana agar mudah dia memakannya.
"Yang lain kok lama?" tanya Liana.
"Sebentar lagi juga datang. Nah itu mereka,"
Liana menoleh ke arah sekelompok pria tampan berjalan beriringan dan mereka sudah berganti pakaian, rambut mereka yang terlihat seperti masih basah namun membuat daya tarik mereka semakin heboh di kalangan wanita.
"Wah, tebar pesona yang bagus," kata Liana pada mereka.
"Tebar pesona? Oh ya dong, apa kau baru menyadarinya kalau kita memang mempesona?" percaya diri Felix dan menyisir rambutnya ke belakang, dia pintar sekali mengambil hati wanita.
"Ya, aku sudah biasa dengan wajah itu. Cuma orang yang tidak terbiasa lah semakin tantrum,"
"Maksudnya?"
Liana menunjuk menggunakan mulvtnya ke arah sekumpulan wanita yang memperhatikan mereka, mereka tak hanya terpesona tapi tadi ada yang berani meminta nomor ponsel dan berkenalan dengan salah satu dari pria-pria ini.
Tapi responnya sangat tidak mengenakkan, mereka menggunakan tatapan tajam andalan mereka untuk mengusir wanita-wanita itu. Itu sangat mudah untuk menyuruh pergi tapi ya orang mana yang tidak takut jika tiba-tiba diberi tatapan setajam silet.
"Biarkan saja. Oh, atau kau tidak ingin pria mu ini dilihat oleh mereka ya?" goda Carlos.
"Tidak juga, lagian aku juga begitu. Kau tahu, para lelaki yang ada di pantai juga terus memperhatikan ku," kata Liana menopang dagunya membalas Carlos.
"Lelaki mana yang memperhatikan mu?!" Carlos langsung melirik sekitar.
"Banyak,"
"Aku akan mengambil matanya untuk ku jadinya bandul kalung untuk mu–"
Tiba-tiba Edgar menyenggol lengan Carlos dan memberikan sebuah kode hanya dengan lirikan sinis.
"Tidak terima kasih. Dan yah, para wanita itu juga tidak tahu kalau dari dekat kau keriput,"
Kata-kata Liana membuat Carlos seperti tertusvk pisav.
"Keriput?!"
"Ya, mungkin bukan karena keriput tua melainkan keriput air,"
"Mana ada!" Carlos langsung melihat tangan dan wajahnya.
"Tentu saja, yang bisa melihat kau keriput itu orang lain bukan dirimu," datar Liana.
"Kenapa kata-kata mu semakin lama semakin tega pada ku," Carlos cemberut.
"Aku hanya mengatakan yang sejujurnya,"
"Tapi itu terlalu jujur!"
"Itu bagus,"
"Aish!"
Kenzo menggelengkan kepalanya, ada-ada saja mereka ini.
"Sepertinya kita harus lebih sering liburan," kata Elvano sambil mengunyah makanan.
"Saat free, kalau sedang sibuk mana mungkin di tinggal begitu saja?" Revan.
"Serahkan saja pada Yohan, atau David dan Ravin,"
"Jangan terlalu sering mengandalkan mereka, bagaimana pun pekerjaan kita seharusnya kita yang lakukan!" Edgar.
"Ada benarnya juga, jadi sedikit kasihan pada mereka yang sibuk bekerja sedangkan kita liburan hahahaha!" Lucas.
"Itu karena pekerjaan kita tidak begitu banyak, jadi mereka bisa melakukannya dengan santai juga," Felix.
Liana merasa bahwa mereka terus menyembunyikan identitas mereka, memangnya kenapa kalau dirinya tahu? Toh ia sudah mengetahui sejak lama bahkan di kehidupan sebelumnya juga begitu. Sepertinya Liana baru sadar sekarang, dari awal mereka tidak pernah mengarahkan hal yang bersangkutan dengan status mereka. Atau karena proyek pembangunan itu adalah sebagai pengalihan agar dirinya tidak mencurigai mereka kalau mereka adalah Mafia?
Kemungkinan bisa jadi begitu.
Apakah mereka tidak ingin ia mengetahui identitas mereka karena suatu saat dirinya takut pada mereka? Jika bertanya apa pekerjaan mereka sebenarnya, pasti akan semakin membuat mereka bertindak tegas agar dirinya tidak perlu tahu apa pekerjaan mereka. Walaupun kejadiannya tidak mungkin begitu.
Mungkin mereka hanya bingung saja menjawab pertanyaan tersebut atau mengalihkan pembicaraan.
-
-
Setelah mereka selesai makan, mereka memutuskan untuk berjalan di jembatan kayu yang di bawahnya adalah air laut. Banyak orang yang melakukan 𝘴𝘸𝘢𝘱 𝘱𝘩𝘰𝘵𝘰 dengan pemandangan air laut ada juga yang bermain dengan 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥.
"Kau ingin bermain flyboard?" tanya Kenzo Pada Arion yang menatap 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥.
Arion melirik Kenzo.
"Kau 'kan mahir bermain ini," Kenzo tersenyum tipis.
"Emm, sebaiknya jangan deh," kata Liana.
"Kenapa?" tanya Kenzo.
"Emm ... itu, sepertinya sulit. Mereka saja baru coba sudah nyungsep ke dalam air," kata Liana menunjuk orang-orang yang bermain namun berakhir jatuh karena tidak bisa mengendalikan 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥.
"Hahahaha, itu 'kan mereka. Mengendalikan benda ini memang sedikit sulit harus banyak belajar lagi, tapi kita bisa memainkan ini dengan mudah," Edgar.
"Bahkan bermain sambil menutup mata juga bisa," Carlos.
Liana menatap datar, memang percaya diri mereka sudah tidak dapat tertolong.
"Eh, kau yakin ingin bermain ini?!" Liana melihat Arion duduk dan sudah memakai sepatu 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥 sendiri kebanyakan orang dipakaikan oleh sang ahli.
"Ya," jawab Arion.
"Nanti kau jadi seperti mereka," ragunya.
Arion terkekeh lalu menarik tangan Liana agar jongkok di depannya.
"Itu mereka, aku bisa menunjukkan padamu kalau pria mu ini berbakat dalam hal apa pun," bisik Arion.
Pipi Liana langsung memerah.
Arion melompat ke air dan benda yang terpasang pada kaki Arion mengeluarkan air seperti api roket yang bisa membuat Arion terbang di atas laut.
Liana terkesima melihat Arion yang mahir dalam bermain, Arion juga melakukan putaran sampai naik tinggi ke atas. Semua orang yang ada di sana juga ikut heboh karena cara bermain Arion sangat keren.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkannya, dia bukan pria biasa yang pernah kau temui," kata Kenzo.
Benar, bukan hanya Arion melainkan mereka juga begitu. Mereka adalah Mafia, mereka bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa orang lain lakukan, mereka memiliki segalanya, mereka memiliki kuasa, dan mereka juga bisa memiliki negara ini hanya dengan menutup mata. Mereka sempurna, mereka kaya, mereka tampan, mereka pintar, dan mereka bisa memikat hati orang lain hanya dengan visual.
Mereka bukan pria biasa melainkan luar biasa, sungguh di sayangkan kalau mereka di sia-siakan.
Liana jadi bersalah atas apa yang ia lakukan pada kehidupan sebelumnya. Tapi jika di pikir-pikir kembali, memang bisa semisal Liana menikah, dan prianya adalah mereka semua? Tapi Liana tidak akan berpikir seperti itu, yang penting ia harus menjalani kehidupan ini sebaik mungkin.
Arion menghampiri Liana dengan 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥 nya, Arion mengulurkan tangannya pada Liana.
"Kau ingin mencobanya?"
"A–apa?!"
"Tidak apa, lakukan bersama Arion," Kenzo mendorong Liana agar naik di papan 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥.
"Ta–tapi–"
"Percaya pada ku," Arion memeluk Liana.
Liana melirik Arion kemudian menutup matanya, ia cuma takut kalau dirinya jatuh ke laut mana ia tidak bisa berenang. Mustahil juga sih kalau Arion tidak menolong nya jika memang jatuh ke laut.
Arion mengendalikan 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥 sambil memeluk Liana.
"Jika kau tidak ingin jatuh, kau harus memeluk ku," kata Arion.
"Ini sudah!" kesal Liana.
"Aku tidak merasakannya,"
"Kau ingin modus 'kan?!"
Arion terkekeh kemudian ia berputar membuat Liana memeluk Arion dengan erat.
"Jangan berputar!!" teriak Liana, Arion tertawa.
"Apaan itu?! Jelek sekali!" Carlos menatap kesal ke arah 2 orang yang sedang bermain 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥.
"Cemburu 'kan?" Lucas.
"Harus kah ku perjelas?!" Carlos melirik tajam.
"Tidak perlu, aku sudah tahu."
Arion menunduk melihat Liana yang kini sudah merasakan tenang, ia tahu dari tadi Liana takut. Arion tersenyum tipis lalu ia mengangkat tubvh Liana untuk di gendong ala 𝘣𝘳𝘪𝘥𝘢𝘭 𝘴𝘵𝘺𝘭𝘦, padahal mereka masih bermain 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Mencoba gaya baru,"
"Jangan seperti ini! Seperti tadi saja, jika aku jatuh karena terlalu berat menggendong ku bagaimana?!" panik Liana.
"Aku bisa bermain berjam-jam jika bersama mu,"
"Gil4! Lebih baik turunkan aku!"
"Di laut?"
"Di darat lah!"
"Tidak mau," Arion berputar lagi dan membuat Liana memeluk leh3r Arion erat.
"ARION!!"
Mereka pun bermain lumayan lama, setelah selesai bermain Arion menurunkan Liana di tempat tadi.
"LIANA, KAU BAIK-BAIK SAJA?!" mereka langsung khawatir melihat Liana sempoyongan.
"Aku ... huek!"
"Sepertinya kau mabvk, kita kembali saja ke Villa," Edgar langsung menggendong Liana.
-
-
Sampai di Villa Edgar mendudukkan Liana ke sofa, Liana langsung merasa pusing dan mual-mual setelah bermain 𝘧𝘭𝘺𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥 bersama Arion tadi.
"Gara-gara kau Liana jadi sakit gini!" Carlos menyalahkan Arion.
"Aku tidak tahu kalau akan jadi seperti ini,"
"Orang mana yang tidak pusing jika diajak berputar-putar?! Kau tahu, kau bermain seakan-akan sedang sendiri saja!"
Arion beralih menatap Liana yang menutup matanya sambil di pijat oleh Edgar pada bagian kepala.
"Apa kau merasa lebih baik?" tanya Edgar.
"Ya~ terima kasih, Edgar,"
"Aku akan membelikan mu obat dulu,"
"Tidak usah, aku sudah merasa lebih baik," Liana duduk tegak dari ia bersandar.
"Kau yakin?"
"Yah, hanya pusing sedikit saja,"
"Mualnya juga?"
"Sudah tidak lagi," senyum Liana.
"Maaf,"
Liana mendongak melihat Arion yang tiba-tiba meminta maaf.
"Kau jadi begini karena aku, aku terlalu semangat sampai tidak memperdulikan mu,"
"Ah tidak kok, tidak apa. Itu karena aku pertama kalinya naik benda itu, jadi belum terbiasa saja," senyum Liana.
"Padahal kau tadi terus memintaku untuk menurunkan mu, tapi aku tidak menanggapi permintaan mu,"
"Sudah lah! Tidak apa!"
"Sebaiknya memang kita harus istirahat, jangan sampai sakit terutama untuk mu, Liana," Kenzo.
Liana mengangguk paham.
"Kau ingin ke kamar?" Arion.
"Yah, sepertinya begitu,"
"Aku akan membantu mu,"
"Tidak us– eh?!"
Arion langsung menggendong Liana dan pergi ke kamar, memang seharusnya begini bukan karena ulahnya jadi harus bertanggung jawab.
-
-
-
Pada malam hari, sekitar jam 00.40 Arion tiba-tiba bermimpi buruk sehingga tubvhnya berkeringat dingin.
𝘋𝘖𝘙!
“𝘗𝘜𝘛𝘙𝘐 𝘒𝘜!”
“𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘶𝘯 ... 𝘬𝘶 𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯 𝘣𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘢 𝘮𝘶!”
“𝘈𝘕𝘋𝘈 𝘉𝘌𝘕𝘈𝘙-𝘉𝘌𝘕𝘈𝘙 𝘛𝘐𝘋𝘈𝘒 𝘉𝘐𝘚𝘈 𝘔𝘌𝘓𝘐𝘕𝘋𝘜𝘕𝘎𝘐 𝘗𝘜𝘛𝘙𝘐 𝘚𝘈𝘠𝘈! 𝘓𝘐𝘏𝘈𝘛, 𝘋𝘐𝘈 𝘛𝘌𝘙𝘛𝘌𝘔𝘉4𝘒 𝘎𝘈𝘙𝘈-𝘎𝘈𝘙𝘈 𝘈𝘕𝘋𝘈!”
“𝘈𝘗𝘈?! 𝘋𝘐𝘈 𝘈𝘒𝘈𝘕 𝘔𝘌𝘕𝘐𝘒𝘈𝘏 𝘋𝘌𝘕𝘎𝘈𝘕 𝘗𝘙𝘐𝘈 𝘓𝘈𝘐𝘕?!”
“𝘚𝘐4𝘓𝘈𝘕! 𝘒𝘌𝘕𝘈𝘗𝘈 𝘒𝘈𝘜 𝘔𝘌𝘔𝘉𝘜𝘕𝘝𝘏𝘕𝘠𝘈?! 𝘈𝘗𝘈 𝘒𝘈𝘜 𝘎𝘐𝘓4?!”
“𝘔𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪!”
“𝘈𝘬𝘶 𝘬𝘦𝘤𝘦𝘸𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘶, 𝘈𝘳𝘪𝘰𝘯!”
Arion menggelengkan kepalanya kuat sembari bergumam ‘Tidak’ dalam mimpinya.
“𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘈𝘳𝘪𝘰𝘯, 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪,”
"Tidak, itu bukan salah ku ...." Arion mengigau.
“𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪, 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘴𝘪𝘵𝘶𝘢𝘴𝘪 𝘮𝘶,”
Terlihat dalam mimpi Arion seorang gadis berpakaian dress longgar putih selutut berjalan membelakanginya dan melangkah jauh darinya.
“𝘛𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶, ... 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪, 𝘬𝘶 𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯! 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 ....”
"TIDAK!" Arion langsung terbangun dari mimpinya, nafas memburu, tubvh basah akibat keringat dan pikiran yang tidak tenang.
Kenapa dirinya bisa memimpikan hal itu? Sebenarnya ia sering bermimpi buruk namun bukan tentang gadis yang tidak ia kenal, melainkan musuhnya atau terkadang orangtuanya, tapi untuk kali ini mimpi terburuk kedua setelah memimpikan orangtuanya.
Ia merasa mimpi ini lebih aneh dan seakan nyata, padahal saat ia memimpikan hal lain semuanya tidak terasa sesakit dan senyata ini tapi kenapa kali ini berbeda?
Arion menutup wajahnya dengan kedua tangan, ia mencoba menetralkan nafasnya. Kemudian mengusap wajah hingga rambutnya berantakan, ia celingukan seperti ia melihat sekitar.
"Apa yang ... aku mimpikan?" gumam Arion.
"Siapa gadis, yang aku mimpikan?"
•••
TBC.