"Tolong mas, jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan tadi pada Sophi!" Renata berdiri menatap Fauzan dengan sorot dingin dan menuntut. Dadanya bergemuruh ngilu, saat sekelebat bayangan suaminya yang tengah memeluk Sophi dari belakang dengan mesra kembali menari-nari di kepalanya.
"Baiklah kalau tidak mau bicara, biar aku saja yang mencari tahu dengan caraku sendiri!" Seru Renata dengan sorot mata dingin. Keterdiaman Fauzan adalah sebuah jawaban, kalau antara suaminya dengan Sophia ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Apa yang telah terjadi antara Fauzan dan Sophia?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 19
Renata letakkan gelas minumannya yang hanya tersisa sedikit, ia menoleh ke arah Fauzan yang sedari tadi menumpukan siku ke meja memperhatikannya makan. "Mas kenapa lihatin aku terus? Kayak baru ketemu aja!"
"Kenapa hm? Gak boleh mas merhatiin istri sendiri? Jujur saja mas senang sekali lihat kamu hari ini sayang, full senyum dan senyummu itu bahagia mas." Jawab Fauzan seraya meraih tangan Renata lalu menciumnya.
"Gombal!"
"Serius sayang, terus seperti ini ya. Jangan memikirkan hal-hal yang belum terjadi dan untuk yang kemarin-kemarin mas sempat abai mas minta maaf. Demi apapun mas enggak ada niat seperti itu hanya saja mungkin mas terbawa suasana." Ungkap Fauzan penuh kesungguhan bersamaan dengan ponselnya yang berdering memecah keintiman keduanya.
"Dari kantor, sebentar sayang." Sebelum menggeser layar Fauzan terlebih dulu memperlihatkan nomor yang tertera dilayar ponselnya pada Renata.
"Ya halo, saya lagi makan di luar. Ada apa?"
"Maaf pak mengganggu waktunya, saya hanya mau menyampaikan tadi pak Lukman mencari bapak. Beliau minta bapak untuk menemuinya nanti."
"Oke, sebentar lagi saya balik ke kantor. Terimakasih infonya." Fauzan akhiri panggilannya dengan kedua alis saling bertautan.
"Ada apa mas?" Renata menatap Fauzan penuh tanya.
"Mas dicari bos belum tau ada apa, tapi kayaknya penting. Enggak apa-apa kan mas antar sekarang ke rumah sakit?" Fauzan menelisik raut wajah Renata, tak ada perubahan sama sekali. Memang istrinya itu sangat pengertian kalau menyangkut pekerjaan meski kebersamaan mereka harus terganggu.
"Iya enggak apa-apa, jam istirahatku juga cuma setengah jam lagi." Renata merogoh ponsel kemudian bercermin melalui kamera merapikan wajah dengan kembali memoleskan gincu pada bibirnya.
"Sayang bisa minta tolong bayar sekalian beli makanan buat ibu, mas habis antar kamu mau kerumah dulu ada berkas yang ketinggalan." Fauzan menyerahkan sebuah kartu pada Renata. Sedangkan dirinya memilih tetap duduk menunggu sambil menghubungi seseorang.
.
.
.
"Duduk Zan"
Fauzan menarik kursi setelah di persilahkan oleh Lukman, ia menghadap sang pimpinan dengan hati penuh tanya namun berusaha tetap tenang meski sebenarnya hati ingin segera bertanya namun Lukman belum mengalihkan perhatian dari laptopnya.
Seakan mengerti dengan isi hati Fauzan, akhirnya Lukman menggeser kursi kebesarannya dan menghadap Fauzan. Meski usia Lukman sudah hampir paruh baya namun tak mengurangi pesona dan wibawanya sebagai seorang pimpinan dan konglomerat.
"Zan, kamu tahu saya panggil kesini ada apa?"
"Tidak pak, maaf." Dengan cepat Fauzan menggelengkan kepalanya. "Dan jujur saja saya penasaran, apa ada kinerja saya yang salah yang tidak saya sadari." Fauzan menegakkan duduknya memberanikan diri menatap laki-laki yang selalu mengapresiasi kinerjanya.
"Tolong baca dan pelajari berkas-berkas ini, masih ada waktu satu hari untuk mempelajarinya. Kamu lusa saya tugaskan ke Surabaya menggantikan saya, karena besok saya mau ke Singapura menemani istri saya berobat." Pungkasnya dengan raut yang berubah murung saat mengungkap keberangkatan dadakannya ke Singapura karena penyakit sang istri.
"Tapi pak, kenapa harus saya?" Fauzan menggelengkan kepala menatap map berisi berkas yang di sodorkan Lukman padanya.
"Saya pilih kamu karena tahu kamu mampu, dan ini kesempatan buat kamu Zan. Saya harap jangan menyia-nyiakannya. Untuk jadwal keberangkatan semuanya sudah di urus Desi, silahkan konfirmasikan sama dia saya harus segera pulang." Tanpa menunggu jawaban Fauzan Lukman bangkit dari duduknya.
"Kamu pasti bisa! Proyek di Bandung adalah contoh bagaimana kinerja mu selama ini!" Lukman menepuk bahu Fauzan bangga, mengingat stafnya itu mampu memenangkan proyek besar dan memberikan keuntungan yang tidak sedikit untuk perusahaannya. Sehingga perusahaan pun tak segan-segan memberi bonus pada Fauzan dengan nilai yang fantastis.
.
.
.
Rintik gerimis mulai berjatuhan saat Fauzan memasuki halaman rumahnya, membuat pria itu turun dari mobil dengan tergesa bersamaan dengan pintu yang dibuka oleh paruh baya yang langsung menyambutnya. "Zan, syukurlah sudah pulang." Rohmah megambil tas kerja Fauzan setelah sang menantu mencium tangannya.
"Iya Bu, kebetulan di kantor tidak sibuk jadi bisa pulang cepat. Rena sudah sampai kan Bu?" Fauzan menatap sekeliling ruangan yang terlihat sepi hanya tersisa aroma-aroma masakan yang seketika membangkitkan cacing-cacing didalam perutnya.
"Sudah, barusan pamit mau mandi. Zan mau langsung makan atau mandi dulu? Kalau langsung makan biar ibu bikinkan kopi dulu sambil nunggu Rena."
"Zan mandi dulu saja bu, gerah." Tanpa menunggu jawaban sang mertua Fauzan langsung menaiki undakan tangga menuju kamarnya. Senyum simpul terbit dari bibirnya, rasa lelah seketika hilang membayangkan istrinya tengah mandi.
Ia segera mengeluarkan ponsel dan diletakkannya di meja rias, suara gemericik air kian membangkitkan kelelakiannya yang sudah meliar. Tanpa membuka pakaiannya terlebih dulu Fauzan langsung melangkah ke kamar mandi dan membuka pintunya perlahan yang langsung menampakkan pemandangan yang selalu ia rindukan dari sosok sang istri.
"Mass!"
"Hmm" Fauzan menenggelamkan wajahnya di bahu Renata tanpa memperdulikan kemejanya yang seketika basah kena air dari shower yang ikut mengguyur tubuhnya yang masih terbungkus pakaian lengkap.
Dah ah lanjutkan sendiri-sendiri ya, kan para pembaca lebih pintar dari saya.
Oiya alurnya slow dulu ya sebelum jedag jedug😅
Kamu aja yg di telpon gak mau ngangkat 😏😏😏
baru juga segitu langsung protes 😏😏
Rena selalu bilang gak apa apa padahal dia lagi mendem rasa sakit juga kecewa tinggal menunggu bom waktunya meledak aja untuk mengeluarkan segala unek unek di hati rena😭
scene nya embun dan mentari juga sama
bikin mewek 😭
jangan bikin kecewa Napa ahhhhh😭😭
aku sakit tau bacanya
padahal bukan aku yang menjalani kehidupan rumah tangga itu😭😭😭
suka watir aku kalauu kamu udah pulang ke bandung 😌😌