NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM MENANTU TERHINA

BALAS DENDAM MENANTU TERHINA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Selingkuh / Romansa / Ibu Mertua Kejam / Office Romance
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: alfphyrizhmi

"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.

"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.

"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19 - Tangisan paling Lara

Sebagian kerabat maupun keluarga yang sangat menengal Nadine, langsung kaget bukan main. Mereka menutup mulut yang menganga saat melihat tampilan Nadine yang begitu mengerikan, layaknya mumi hidup, dengan wajah yang diperban itu.

"Ya Allah... ini Nadine? Kamu kenapa bisa begini, sayang?" tanya Cici, istri pakde Rusli yang langsung merangkul dan memeluk Nadine dengan tangis tidak tega.

Sebagian keluarga dan kerabat yang menagisi dua jenazah di hadapan mereka, ditambah menangisi kehadiran Nadine dengan kondisi wajah yang memprihatinkan dan mengenaskan.

"Siapa yang tega melakukan hal ini padamu? Bilang bude... biar nanti bude laporin ke polisi!" lanjut bude Nadine, sambil mengamati baik-baik kondisi keponakannya.

"Nggak apa-apa, bude. Nanti aja Nadine ceritain, ya. Kisahnya panjang...." ucap Nadine dengan nada berat.

"Pakde Rusli... kalau pakde dan bude Cici di sini, berarti kedua jenazah itu...?" tanya Nadine dengan tangis yang sudah mengalir deras. Ia tahu, tapi ingin memastikan sekali lagi.

Sejak tiba di ruangan itu, sepasang mata Nadine langsung mencari keberadaan orang tuanya.

Pakde Rusli yang langsung segera menghampiri Nadine dengan wajah muram. "Nadine… Innalillahi… sabar ya, Nak." ucapnya pelan, tak tega.

"Berarti kedua jenazah itu..... jangan bilang… jangan bilang…" suara Nadine tercekat, napasnya terengah, tak kuasa meneruskan kalimat berikutnya.

Pakde Rusli hanya mengangguk pelan sambil menunduk.

"Orang tuamu, Nad... Abah dan Umimu…" ucap Pakde Rusli dengan suara pecah.

"TIDAK....!!!" jerit Nadine sambil jatuh bersimpuh di tanah.

Bu Minah langsung memeluk Nadine dari belakang, mencoba menenangkannya. Hans hanya tertunduk lesu melihat pemandangan ini. Betapa sang pujaan hatinya sedang mengalami musibah terberat.

"Mereka… Keduanya hangus karena terbakar, Nad. Peristiwa kebakarannya terjadi tadi malam. Maafin pakde, ya... kami semua nggak sempat nolong," lanjut Pakde sambil menghapus air mata, memohon permintaan agar Nadine memaafkan kelalaiannya.

"Enggak mungkin… Enggak mungkin… Aku baru mau pulang, Pakde… Aku telat… aku telat…," isak Nadine keras-keras.

Nadine meracau sendirian, terus-terusan menyalahi dirinya sendiri. Tidak ada yang berani menghentikan.

Namun, jika dibiarkan, mereka khawatir Nadine bisa stress dan kehilangan akal.

Suasana kali ini sangat memilukan. Di kala Abah dan umimya sudah terbalut kain kafan, kondisi Nadine pun begitu menarik perhatian dan iba, siapapun yang menyaksikan!

"Gusti Allah punya rencana terbaik, nyonya… sabar ya…," bujuk Bu Minah dengan suara parau. Nadine hanya bisa menangis sesegukan, sambil memeluk kerudung Bu Minah erat-erat. Tangisnya pecah memilukan, tiada pula yang tega menghentikan tangis seorang anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya.

------

Dengan langkah lemas, Nadine digandeng masuk oleh Pakde Rusli, Bude Cici, dan Bu Minah.

Di ruang tamu yang dipenuhi pelayat, dua jenazah sudah terbujur kaku dibalut kain kafan putih.

"Itu… itu Abah dan Umi…?" tanya Nadine dengan suara gemetar.

"ya, Nad. Kami temukan di kamar, mereka tidak sempat keluar," jawab kerabat yang berdiri di dekat jenazah.

"Astaghfirullah… kenapa harus secepat ini?" ratap Nadine sambil menyentuh ujung kafan.

"Aku belum sempat minta maaf kepada mereka… aku belum bisa membahagiakan mereka…" suaranya pecah oleh tangis. Napasnya serasa serat dan berat oleh kenyataan, bahwa kini ia benar-benar ditinggal pergi oleh Abah dan Uminya.

"Jangan salahkan dirimu sendiri, nyonya. Ini sudah bagian dari takdir. Semoga, segala kebaikan almarhum dan almarhumah diterima disisi Allah," ujar Bu Minah serak seraya melantun doa.

Tangisan Nadine pecah lagi, lebih keras dari sebelumnya.

"Umi… Abah... maafin Nadine, aku pulang malah bawa kabar buruk…" ratapnya sambil memeluk tubuh jenazah.

"Rumah tanggaku hancur Mi, Bah… Nadine harusnya mendengar ucapan kalian. Aku ditalak tanpa alasan oleh mas Arka." lirihnya sambil terisak.

"Aku juga hina-hina oleh mertuaku sendiri, sekarang kalian malah ninggalin…" Nadine menciumi kain kafan itu berkali-kali.

"Nyonya, ayo duduk dulu… anda harus kuat… demi almarhum Umi-Abah," ujar Bu Minah dengan lembut.

"Benar perkataan ibu itu, Nak. Kamu harus tabah. Ikhlaskan kepergian mereka berdua, ya. InsyaAllah keduanya sudah tenang di sisi Allah," sambung pakde Rusli.

"Aku nggak kuat, Pakde… aku sendirian sekarang… sendiri!" isaknya makin kencang.

Bu Minah hanya bisa memeluk dan menahan air mata, itu semampu yang ia bisa agar menenangkan Nadine.

Beberapa tetangga mulai membacakan tahlil, sementara Nadine, masih duduk bersimpuh memeluk lutut.

"Kenapa hidup ini terlalu kejam sekali untuk saya, Bu Minah?" tanyanya lirih.

"Karena kadang, luka yang dalam justru membentuk kita jadi lebih kuat, nyonya. Dan percayalah, setelah hujan pasti akan muncul pelangi yang indah," jawab Bu Minah perlahan, memberi motivasi pada Nadine.

"Tapi saya capek… capek dikhianati, dihina, ditinggal… dan sekarang kehilangan segalanya! Seolah hidup nggak adil hanya untuk saya!" katanya dengan mata sembab.

"Kamu nggak sendiri. Masih ada kami semua," ujar Pakde menimpali, sambil menepuk bahu keponakannya.

"Tapi tetap saja, kalian bukan orang tuaku, Pakde… mereka lah duniaku…" bisik Nadine.

"Kita doakan mereka supaya tenang, ya? Mereka pasti ingin lihat anaknya tegar!" ujar kerabat lain menenangkan.

Tak lama kemudian, suara azan Zuhur terdengar dari masjid terdekat.

Nadine masih duduk terdiam, seolah tak percaya dengan semua yang terjadi. "Bu Minah… saya ingin tinggal di sini untuk sementara waktu. Nggak bisa ikut Hans. Nggak mau balik ke kota dulu," ucap Nadine.

"Tentu boleh, nyonya... Ini kampungmu, desa ini rumahmu," jawab Bu Minah lembut.

"Kamu istirahat dulu ya, Nad. Wajahmu pucat sekali," ujar kerabat yang lain. "Nggak apa-apa… aku mau di sini… deket mereka," katanya masih menatap jenazah.

Prosesi pemakaman pun berlangsung saat itu juga.

Nadine ikut mengangar jenazah kedua orang tuanya, ke mobil jenazah meski tubuhnya masih sangat lemah.

"Umi… Abah... doakan supaya Nadine kuat… doakan aku bisa bertahan," ucapnya lirih di telinga jenazah.

Bu Minah terus mendampingi dari samping, menggenggam tangannya erat.

"Nyonya,  anda perempuan hebat, kok.  Saya saksinya. Dan saya jamin, anda pasti bisa melewati ujian ini," ucap Bu Minah menguatkan.

"Tapi rasanya, saya seperti kehilangan segalanya dalam satu hari, Bu Minah." ujar Nadine sambil menatap langit.

"Kadang pula, kehilangan justru jadi pintu menuju kekuatan yang lebih besar," jawab Pakde Rusli dengan tenang.

Sesampainya di pemakaman, Nadine ikut turun dan berdiri paling depan.

"Aku janji, Umi… Abah.... Aku akan bahagiakan kalian dengan caraku…" katanya sambil bergetar.

"Aku akan bangkit… meski tak ada yang menggenggam tanganku lagi," lirihnya.

Hans yang sejak awal diam dan hanya mengikuti prosesi pemakaman, tanpa komentar, tanpa ucapan, bertekad kuat dalam hatinya. Ia menghujamkan asa, kalau dirinya lah yang harus membahagiakan Nadine, dunia sampai akhirat.

"Nyonya, ayo kita doa bareng," ajak Bu Minah yang menggandeng tangannya.

Nadine mengangguk dan memejamkan mata. Air mata mengalir, tapi kali ini bersama kekuatan yang perlahan tumbuh di hatinya.

Bersambung ......

1
Isma Isma
kejamn sekali keluarga arka
alfphyrizhmi: iya, kejam banget emang kak... 🥺
total 1 replies
arniya
mampir kak
alfphyrizhmi: terima kasih sudah mampir, kak. Semoga betah yaaa sama ceritanyaaa... ^_^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!