Di kehidupan sebelumnya, Emily begitu membenci Emy yang di adopsi untuk menggantikan dirinya yang hilang di usia 7 tahun, dia melakukan segala hal agar keluarganya kembali menyayanginya dan mengusir Emy.
Namun sayang sekali, tindakan jahatnya justru membuatnya makin di benci oleh keluarganya sampai akhirnya dia meninggal dalam kesakitan dan kesendiriannya..
"Jika saja aku di beri kesempatan untuk mengulang semuanya.. aku pasti akan mengalah.. aku janji.."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
Beberapa hari setelah percakapan Ethan dan Emily di balkon, suasana rumah tampak biasa saja di luar, tapi Emy menyimpan dendam yang semakin membara.
Dia tidak bisa terima kenyataan bahwa Ethan, kakak yang selama ini selalu dia andalkan itu mulai berpihak pada Emily.
Di kamar tidurnya, Emy duduk di depan meja rias, menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajah manis dengan senyum polos itu kini memantulkan sesuatu yang jauh berbeda, penuh dengan ambisi.
“Kalau Kak Ethan terus percaya sama Emily… semua rencanaku bisa hancur, dalam keluarga ini harusnya hanya aku yang baik.. hanya aku yang harus di perlakukan baik bukan?" gumamnya lirih.
"Aku nggak boleh biarin itu terjadi, mereka mengambilku dari panti untuk menjadi dia.."
Tangannya mengetuk-ngetuk meja, hingga akhirnya ide licik muncul, dia tersenyum tipis.
“Aku harus bikin Kak Ethan lihat sisi ‘jahat’ Emily. Sesuatu yang bikin dia ragu lagi…”
Emy mulai menyusun rencananya. Ia tahu betul kelemahan Emily, yakni sifatnya yang cepat terpancing emosi dan sering bicara tanpa pikir panjang, itu bisa dimanfaatkan.
Jadi langkah pertama yang akan dia ambil adalah memprovokasinya.
Keesokan harinya, Emy sengaja menghampiri Emily di ruang tamu saat tidak ada orang. Wajahnya dibuat pucat, nada suaranya lemah.
“Kak Emily..” panggilnya pelan.
Emily menoleh malas. “Apa lagi?”
“Aku.. aku minta maaf soal kemarin. Mungkin aku terlalu lebay sampai Ayah salah paham. Tapi.. tolong jangan jauhin aku.”
Emily mengernyit, bingung dengan sikap Emy yang mendadak manis. Tapi sebelum dia sempat menjawab, Emy menambahkan dengan suara lirih,
“Soalnya.. Kak Ethan juga udah mulai dingin ke aku.”
Mendengar nama Ethan, wajah Emily langsung berubah. “Apa maksudmu?”
Emy menunduk, pura-pura menahan tangis. “Akhir-akhir ini Kak Ethan lebih sayang ke Kakak. Aku takut Kak Ethan jadi benci sama aku. Tolong jangan rebut Kak Ethan dariku.."
Emily yang masih emosional refleks menjawab dengan nada tinggi. “Jangan putar balik fakta, Emy! Justru kamu yang selalu bikin aku terlihat buruk di depan Ayah dan Kak Ethan. Jangan pura-pura jadi korban deh!”
Tepat saat itu, suara langkah kaki terdengar. Ethan muncul dari arah dapur, membawa beberapa berkas. Wajahnya kaget melihat Emily sedang membentak adiknya.
“Emily?” suara Ethan terdengar heran.
Emy buru-buru mendekat ke arah Ethan, wajahnya dibuat basah dengan air mata yang sudah ia siapkan sebelumnya. “Kak Ethan.. aku minta maaf, aku cuma bilang ke Kak Emily kalau aku takut Kak Ethan nggak sayang aku lagi.. tapi Kak Emily marah.”
Emily terdiam, matanya membelalak. “Kak Ethan, jangan percaya dia! Dia yang mulai..”
Tapi Emy sudah lebih dulu memeluk Ethan sambil menangis tersedu-sedu. “Aku nggak pernah maksud nyakitin Kak Emily.. aku cuma takut.. aku cuma pengen Kak Ethan tetap sayang sama aku.. ”
Ethan menatap keduanya, jelas bingung. Ia tahu Emily sering emosian, dan kini yang ia lihat memang adiknya sedang membentak Emy.
Emily merasa sesak. Kenapa selalu aku yang kelihatan salah di mata semua orang?
Sementara itu, di balik air matanya, Emy tersenyum dalam hati. Itu baru awal, Kak Emily. Aku akan pastikan Kak Ethan nggak pernah percaya lagi sama kamu.
Langkah selanjutnya yaitu Bukti Palsu.
Malam harinya, Emy mulai melangkah lebih jauh, dia menyelinap ke kamar Emily ketika Emily sedang mandi.
Dari tas Emily, ia mengambil ponselnya, membuka beberapa chat lama yang berisi percakapan dengan teman kuliah Emily.
Dengan cepat, ia meng-capture beberapa kalimat, lalu mengeditnya menggunakan aplikasi agar seolah-olah Emily sedang menghina Ethan dan Ayah.
Esok paginya, Emy dengan wajah polos menunjukkan chat itu pada Ethan.
“Kak Ethan.. aku nggak tahu harus bilang atau nggak.. tapi aku nemu ini di HP Kak Emily.”
Ethan membaca chat hasil editan itu, matanya sedikit membesar, dia mencoba tidak langsung percaya, tapi di dalam hati mulai muncul keraguan.
Emy menunduk, pura-pura menahan isak. “Aku nggak mau Kak Ethan benci Kak Emily.. tapi kalau Kak Emily memang bilang gitu.. aku takut Kak Ethan sakit hati.”
Ethan terdiam lama, dia tahu Emily emosian, tapi.. benarkah adiknya tega mengatakan hal seperti itu?
Emy hanya menunduk manis, tapi di balik kepalanya, pikirannya dingin.
'Perlahan tapi pasti, Kak Ethan akan menjauh darimu, Emily.'
***
Malam itu Ethan duduk di ruang kerjanya. Lampu meja yang redup menyoroti wajahnya yang penuh keraguan. Di tangannya masih ada lembaran print chat yang ditunjukkan Emy pagi tadi.
Dia membaca ulang kata-kata itu: “Aku muak sama Ayah dan Ethan. Mereka cuma tahu nyalahin aku.”
Hatinya berdesir tak nyaman. Ethan menghela napas panjang.
“Emily… apa benar kamu bisa ngomong kayak gini?” gumamnya pelan.
Di satu sisi, dia tahu Emily mudah terpancing emosi. Tapi di sisi lain, Ethan selalu percaya kalau adiknya itu tulus. Namun bukti di depannya kini membuat keyakinannya goyah.
Suara ketukan pintu terdengar. Emily masuk sambil membawa segelas teh hangat. “Kak, aku bikinin teh biar nggak terlalu tegang kerja.”
Ethan menatap Emily, lama. Ada perasaan asing dalam pandangannya, bukan lagi ketenangan seperti biasanya, melainkan campuran ragu dan curiga.
Emily menyadari ada yang aneh. “Kenapa liat aku kayak gitu? Ada yang salah?”
Ethan meletakkan kertas print di atas meja. “Emily.. ini apa?”
Emily mengambil kertas itu, matanya langsung melebar. Ia membaca tulisan yang jelas-jelas bukan miliknya. “Ini.. bukan chat aku! Kak, aku nggak pernah ngomong kayak gini!”
Tapi wajah Ethan tetap dingin. “Aku pengen percaya sama kamu, tapi Emily.. chat ini jelas dari HP kamu. Emy nemu di sana.”
Emily tercekat. “Emy? Jadi kamu percaya sama dia, bukan aku?”
Nada suaranya meninggi tanpa sadar. “Kak Ethan, ini jebakan! Dia sengaja bikin aku kelihatan jahat di depan kamu!”
Ethan memijat pelipisnya, terlihat frustrasi. “Emily, jangan selalu menyalahkan Emy. Dia adik kita juga. Dia bahkan nangis karena takut aku salah paham sama kamu.”
“Justru itu!” Emily balas dengan suara gemetar. “Dia pintar berpura-pura! Kak, kenapa kamu nggak bisa lihat? Dari dulu dia selalu bikin aku yang salah!”
Ruangan itu mendadak hening. Ethan menatap Emily dengan sorot mata yang lebih dingin daripada biasanya. “Emily.. aku capek kalau tiap kali ada masalah, kamu selalu nyalahin orang lain.”
Kata-kata itu menghantam Emily lebih keras dari pukulan mana pun. Dadanya terasa sesak, dia berusaha membuka mulut, tapi tidak ada kata yang keluar.
Perlahan, ia meletakkan gelas teh di meja. “Kalau begitu.. terserah Kak Ethan mau percaya siapa. Aku nggak bisa lagi jelasin kalau Kak Ethan udah milih buat ragu sama aku.”
Tanpa menunggu jawaban, Emily berbalik keluar kamar. Pintu ditutup dengan keras, meninggalkan Ethan yang terdiam sendiri.
Ethan menatap pintu yang baru saja tertutup. Hatinya terasa kacau. Ia tidak ingin menyakiti Emily, tapi bayangan chat itu terus menghantui pikirannya.
Di balik pintu, Emily menghela nafas panjang, padahal dia sudah berusaha sebisa mungkin untuk berdamai dengan masa kini.