Chen Huang, seorang remaja berusia 15 tahun, menjalani hidup sederhana sebagai buruh tani bersama kedua orang tuanya di Desa Bunga Matahari. Meski hidup dalam kemiskinan dan penuh keterbatasan, ia tak pernah kehilangan semangat untuk mengubah nasib. Setiap hari, ia bekerja keras di ladang, menanam dan memanen, sambil menyisihkan sebagian kecil hasil upahnya untuk sebuah tujuan besar: pergi ke Kota Chengdu dan masuk ke Akademi Xin. Namun, perjalanan Chen Huang tidaklah mudah. Di tengah perjuangan melawan kelelahan dan ejekan orang-orang yang meremehkannya, ia harus membuktikan bahwa mimpi besar tak hanya milik mereka yang berkecukupan. Akankah Chen Huang berhasil keluar dari jerat kemiskinan dan menggapai impiannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 19— Shen Lu
Murid pertama berjalan perlahan ke depan, wajahnya tegang namun dipaksakan untuk tetap tenang. Ia berdiri tepat di depan bola kristal yang tampak seperti sebuah artefak kuno penuh misteri. Tetua Yan memperhatikan dengan cermat, lalu berkata dengan nada yang menenangkan, “Tenangkan dirimu. Jangan terburu-buru. Fokuslah pada energimu, dan biarkan bola ini membaca potensimu.”
Murid itu menarik napas panjang, berusaha meredakan ketegangannya. Setelah beberapa saat, ia mengangkat tangan kanannya dan menyentuh permukaan bola kristal yang dingin dan halus. Perlahan, ia mulai mengalirkan energi spiritualnya ke dalam bola.
Semua orang menahan napas, menanti reaksi dari bola kristal tersebut. Tiba-tiba, bola itu mulai memancarkan cahaya berwarna hijau yang lembut. Di tengah-tengah bola, satu bintang kecil muncul dan bersinar samar. Tetua Yan mengangguk pelan.
“Akar Spiritual Biasa,” Tetua Yan mengumumkan dengan nada netral. Murid itu menghela napas lega meskipun ekspresi kekecewaan samar tampak di wajahnya. Ia menunduk hormat kepada Tetua Yan sebelum kembali ke tempatnya.
Peserta berikutnya dipanggil, seorang gadis muda yang tampak gugup. Ia berjalan ke depan dan berdiri di depan bola kristal. Tetua Yan mengulangi instruksinya, “Fokus dan salurkan energimu.”
Gadis itu melakukan seperti yang diperintahkan. Bola kristal kembali bersinar hijau, dan satu bintang muncul di dalamnya. “Akar Spiritual Biasa,” Tetua Yan mengumumkan lagi.
Proses ini terus berlanjut, satu per satu peserta maju dan mengalirkan energi mereka ke dalam bola kristal. Namun, hasilnya tetap sama. Dari sepuluh orang pertama yang diuji, semuanya memiliki akar spiritual biasa.
Di tribun penonton, beberapa murid Akademi Xin mulai berbisik.
“Sepertinya mereka semua memiliki potensi yang biasa-biasa saja,” ujar salah seorang murid.
“Jangan terlalu cepat menilai. Biasanya yang menarik perhatian muncul di tengah-tengah atau akhir,” sahut murid lain dengan nada yakin.
Tetua Yan tetap tenang dan profesional, tidak menunjukkan reaksi apa pun. Ia hanya memanggil nama peserta berikutnya dengan sikap tidak tergoyahkan, sementara para peserta yang belum diuji mulai merasa semakin tegang.
Kini giliran peserta ke-11, dan suasana menjadi semakin serius. Semua mata terus tertuju pada bola kristal, berharap melihat sesuatu yang lebih istimewa.
Peserta ke-11 melangkah maju dengan percaya diri, meskipun ada sedikit gugup yang terlihat di matanya. Semua orang memperhatikannya dengan penuh perhatian setelah sepuluh peserta sebelumnya hanya memiliki hasil yang biasa saja. Ia berhenti tepat di depan bola kristal dan menarik napas panjang.
Tetua Yan, dengan nada tegas namun lembut, memberikan instruksi seperti biasa. “Tenangkan dirimu. Fokus pada aliran energimu, dan biarkan bola ini membaca potensimu.”
Peserta itu mengangguk dan perlahan mengangkat tangan kanannya. Begitu telapak tangannya menyentuh bola kristal, ia mulai mengalirkan energi spiritualnya.
Awalnya, bola kristal tetap hening seperti sebelumnya, namun hanya dalam hitungan detik, kilauan biru mulai muncul di dalamnya. Perlahan-lahan, cahaya biru itu menjadi semakin terang, memenuhi bola kristal dengan aura yang menenangkan namun berwibawa.
Lalu, kejutan terjadi. Di tengah bola kristal, tiga bintang terang muncul dengan sempurna, berkilauan seperti bintang di langit malam.
Orang-orang yang menyaksikan langsung tercengang. Gumaman kagum dan bisikan mulai terdengar di antara kerumunan.
“Tiga bintang! Itu akar spiritual murni!” bisik salah satu penonton.
“Dia pasti seseorang yang istimewa,” tambah yang lain.
Tetua Yan tersenyum tipis, sesuatu yang jarang terlihat, menunjukkan rasa puasnya. “Namamu siapa?” tanyanya, suaranya tenang tapi penuh perhatian.
“Shen Lu,” jawab peserta itu dengan nada tegas namun rendah hati.
Tetua Yan mengangguk dan mengumumkan dengan lantang, “Peserta Shen Lu akar spiritual murni!”
Sorakan ringan terdengar dari beberapa peserta dan penonton. Nama Shen Lu mulai bergaung di antara kerumunan. Beberapa peserta mencatatnya sebagai seseorang yang harus diwaspadai.
Tetua Yan menambahkan, “Selamat, Shen Lu. Dengan akar spiritual seperti ini, kau memiliki potensi besar untuk menjadi praktisi bela diri yang luar biasa.”
Di antara kerumunan, Chen Huang yang menyaksikan kejadian itu mengangguk kecil sambil berbisik pada Ning Xue. “Akar spiritual murni, ya? Orang ini pasti akan menjadi salah satu pesaing terberat kita di akademi.”
Ning Xue, yang duduk di sebelahnya, memandang Shen Lu dengan mata penuh analisis. “Hanya tiga bintang, Chen Huang. Kita tidak tahu seberapa kuat fondasi dan gaya bertarungnya. Tapi tetap saja, ini memperingatkan kita untuk lebih berhati-hati.”
Chen Huang tersenyum. “Benar. Tapi bukankah ini membuat semuanya lebih menarik?”
Ning Xue tertawa kecil. “Kau selalu suka tantangan.”
Sementara itu, Shen Lu menundukkan kepala dengan sopan kepada Tetua Yan sebelum kembali ke tempatnya. Semua mata tetap tertuju padanya, termasuk Chen Huang dan Ning Xue, yang mulai mempersiapkan diri untuk giliran mereka yang akan segera tiba.
Saat nama Ning Xue dipanggil, detak jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Chen Huang yang duduk di sampingnya menyentuh pundaknya dengan lembut dan memberikan semangat.
“Tenang saja, Ning Xue. Kau pasti bisa. Ingat, ini hanya salah satu langkah kecil menuju tujuan besar kita,” kata Chen Huang sambil tersenyum hangat.
Ning Xue mengangguk dan balas tersenyum, meskipun sedikit gugup. “Terima kasih, Chen Huang. Aku akan melakukan yang terbaik.”
Dia berjalan ke panggung dengan langkah mantap, meskipun ada rasa cemas yang menyelinap di dalam hatinya. Semua mata tertuju padanya. Wajah-wajah para peserta lain, termasuk Shen Lu yang baru saja membuat kejutan besar, kini mengawasi langkahnya dengan penuh perhatian.
Ketika dia berdiri tepat di depan bola kristal, Tetua Yan memberikan arahan dengan suara tenang dan penuh otoritas. “Konsentrasikan dirimu. Salurkan energi spiritualmu secara perlahan. Biarkan bola ini membaca potensi yang ada dalam dirimu.”
Ning Xue menarik napas lagi, kali ini lebih dalam. Dia memejamkan mata sejenak, mengingat semua pelatihan dan perjuangannya bersama Chen Huang. Perlahan, dia meletakkan tangan kanannya di bola kristal itu.
Begitu energi spiritualnya mengalir, bola kristal bereaksi. Cahaya biru yang menenangkan perlahan mulai muncul, memancarkan aura yang lembut namun kuat. Kerumunan mulai bergumam pelan, terkejut bahwa ada reaksi seperti itu lagi setelah Shen Lu.
Kemudian, momen yang menegangkan terjadi. Di dalam bola kristal, tiga bintang muncul, bersinar terang seperti kilauan berlian yang memukau.
“Lagi?!” seseorang di kerumunan berseru.
“Ini luar biasa! Dua akar spiritual murni berturut-turut!” gumam yang lain.
Tetua Yan tersenyum tipis lagi, sesuatu yang hanya terjadi ketika ia benar-benar terkesan. “Namamu siapa?” tanyanya, dengan nada sedikit lebih ramah.
“Ning Xue,” jawabnya dengan suara yang tegas meskipun bergetar sedikit.
Tetua Yan mengangguk dan mengumumkan dengan lantang, “Peserta Ning Xue akar spiritual murni!”
Sorakan kagum terdengar di antara peserta. Beberapa yang awalnya memandang rendah gadis itu kini mulai memandangnya dengan rasa hormat. Ning Xue menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada Tetua Yan sebelum berjalan kembali ke tempatnya.
Saat dia sampai di tempat duduknya, wajahnya berseri-seri dengan kebahagiaan. Tanpa ragu, dia langsung memeluk Chen Huang erat-erat. “Aku berhasil, Chen Huang! Aku berhasil!” serunya dengan penuh semangat.
Chen Huang tertawa kecil sambil membalas pelukannya. “Aku sudah tahu kau pasti bisa, Ning Xue. Kau luar biasa.”
Momen itu terasa hangat dan penuh kebahagiaan. Ning Xue akhirnya melepaskan pelukannya, wajahnya masih dipenuhi senyum. “Ini berkat dukunganmu juga. Aku tidak akan sampai sejauh ini tanpa bantuanmu.”
Chen Huang hanya mengangguk sambil tersenyum. “Kita saling mendukung. Perjalanan ini masih panjang, tapi kita sudah semakin dekat dengan mimpi kita.”
Di sekitar mereka, beberapa peserta lain mencuri pandang, melihat betapa erat hubungan mereka berdua. Tapi Chen Huang dan Ning Xue tidak peduli. Mereka hanya fokus pada keberhasilan kecil yang baru saja mereka raih, sebuah langkah penting menuju masa depan yang lebih cerah.